Di tengah krisis iklim yang semakin parah, ada beberapa bank di Indonesia yang masih mendanai perusahaan  baru bara. Langkah ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen sejati Indonesia dalam menangani perubahan iklim.Â
Dalam beberapa bulan terakhir, cuaca panas ekstrem yang melanda di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Banyak pihak menyadari bahwa ini adalah akibat  dari krisis iklim semakin yang buruk.Â
Pada Konferensi Tingkat Tinggi PBB ke-26, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas metana dari pembakaran batu bara. Namun, kenyataannya, Indonesia masih berada di peringkat empat teratas dunia dalam hal kapasitas batu bara yang baru diusulkan.Â
Kapasitas ini bahkan di proyeksikan akan meningkatkan sebesar 13,8 gigawatt hingga akhir dekade ini. Gas rumah kaca dari pembakaran batu bara, terutama karbon dioksida, berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global yang menyebabkan kerusakan lingkungan, kekeringan dan memicu kebakaran hutan.
Masalahnya tidak hanya pada kebijakan yang tidak konsisten, tetapi juga pada kerugian yang tidak dihitung secara menyeluruh. Kerusakan lingkungan dan Kerugian masyarakat akibat krisis iklim sering kali tidak dihitung sebagai kerugian ekonomi oleh kebijakan di Indonesia.Â
Dalam hal ini perlu adanya perubahan kebijakan dari pemerintah dan bank-bank di Indonesia. Mereka harus segera mengurangi pendanaan batu bara dan meningkatkan pendanaan energi terbarukan. Dengan demikian Indonesia dapat mencapai targetnya dalam mengurangi emisi gas kaca dan mengurangi krisis iklim.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H