[caption caption="gambar: freakingscience.blogspot.com"][/caption]
Aku tidak pernah memilih bagaimana kita dipertemukan. Hanya saja aku berharap dari sebanyak doa yang pernah aku panjatkan. Aku dipertemukan orang sepertimu ketika itu. Terimakasih karena kamu wujud dari doaku.
Â
Rahmi, No. 118
Matamu pualam,.. hitam, bulat dengan sudut yang pas berbaur kunang kunang memikat. Kaulah debaran dengan detak-detak yang ku kenal baik. Mana mungkin aku lewatkan, "Katanya sore itu membuat langitku terasa lain..."
Meski begitu ku dibawa biasa seperti gadis pingitan lainnya aku hanya tersenyum kecil. Aku semakin nampak bulan baru di matanya... itu aku tengah dititip sinar sepertinya. Lalu katamu bunga akan kalah dengan mu saat dipetik karena aku bintang yang selalu punya kemampuan menerangimu, membahagiakanmu. Aku seperti samudera diantara benua yang tumpah menjadi denyut dunia terkhusus dimilikimu saja.
Penantianku sampai ditarik benang layang. Malaikat membantuku terbang jadi apapun bidadari sekalipun. Saat dia berkata, "Kala rona matamu khatulistiwa dini hari. kaulah bukti yang selalu aku segerakan." Dan ruangan kamar sepertinya tau persis kapan doaku didengar. Ini menakjubkan...
Seperti dititip sinar bulan baru. Aku akan bersamamu berjalan di pingiran pantai mencari tenang di antara deburan ombak pernikahan kita. Aku akan tumbuh seperti bunga yang hanya dipetik dan layu oleh orang yang menyukainya.
Benar katamu aku lebih beruntung dari bunga,,, dipetik tidak untuk dicampakkan saja. Bangku-bangku taman kosong akan nelangsa. layaknya mendung diawal senja hari-hari ku bulan sebelumnya senja ku tak sempurna,, tanpa kau bunga. Dia membuktikan cinta tak cukup dirasa saja. Cinta harus bersama mengenali dan mengisi hingga tua. Dia memberikan apapun yang dia punya bahkan memotongkan mangga untukku di siang hari dan berkata makanlah ini,.. bagus untuk kulitmu melewati cuaca terik.
Wujud cinta yang sederhana tapi mendamaikan. Cinta dari ruas-ruas tulang rusuk yang bertemu jadi apa salahnya jika aku sebaik ini perlakukanmu? Mendengarnya aku hanya bisu sambil sesekali kulirik waktu. Kurasa tuhan akan tetap tenang menitipkanku dibilangan usiaku.
Pagi ini aku membuat secangkir vanila late untuknya. Kau akan menyukainya kataku. Dari kopi hitam ini lebih baik timpalnya meneruskan kata-kataku sambil tertawa renyah. Sepertinya dia sudah fasih dengan kata-kataku. Sepanjang umur kami terbiasa melihat cinta dengan ungkapan kata Iya... aku melakukan ini untuk kebaikanmu.