Mohon tunggu...
Khadeejannisa
Khadeejannisa Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

بسم الله Menulis adl caraku berbagi dan bercerita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menikah Apakah Sesusah Itu?

28 September 2024   19:00 Diperbarui: 28 September 2024   19:02 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan jaman secara tidak langsung ikut mempengaruhi gaya hidup dan pola pikir masyarakat. Misalnya dalam hal pernikahan, naluri alamiah manusia untuk menemukan pasangan dan berkembang biak. Dahulu usia dua puluh lima tahun dianggap sebagai usia paling ideal untuk menikah. Lebih dari usia itu akan dianggap ketuaan (sebutan perawan tua bagi wanita yang belum juga menikah melewati batas usia tersebut), sebaliknya dianggap pernikahan dini jika terjadi lebih awal. 

Menilik beberapa tahun kebelakang jauh sebelum wabah COVID, sempat tersebar tren menikah di usia muda. Anak -anak usia sekolah usia belasan banyak yang enggan melanjutkan pendidikan dan memilih untuk menikah. Dengan harapan menikah lebih membahagiakan yang nyatanya tak selalu begitu.

Kini, fenomena baru yang muncul yakni penurunan angka perkawinan di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 angka pernikahan di Indonesia semakin menurun sekitar 10 persen pertahun. Tingginya angka perceraian yang didominasi KDRT dan perselingkuhan; fokus dalam peningkatan karir dan pendidikan, biaya hidup semakin tinggi, masuknya pengaruh negatif budaya asing seperti LGBT, childfree dan masih banyak faktor lainnya.

Dewasa ini, sangat wajar apabila kita menemui seseorang single, baik pria maupun wanita di usia tiga puluh tahun keatas. Sebagian menganggap lebih baik terlambat menikah daripada salah pilih. Sementara sebagian lainnya merasa kesulitan mengambil langkah untuk menikah, akibat tidak menemukan jodoh yang sepadan atau sesui ekspektasi. Lantas apakah berhenti sampai disitu? Tentunya tidak haha

Secara tidak langsung fenomena malas (baca: takut) menikah ini menggelitik hal menarik lainnya. Jutaan manusia jomblo yang berkeinginan untuk menikah namun merasa kurang memiliki kesempatan, menjadi target sasaran bagi para peluang bisnis. 

Kok bisa? Kenapa tidak?! Coba cek bareng-bareng yuk

1. Bisnis biro jodoh/ taaruf

Menjamurnya usaha di bidang ini bisa berupa online maupun online. Biaya seharga kuota internet bulanan hingga jutaan rupiah adalah pilihan. Fasilitas yang diberikan beraneka ragam, mulai dari perantara, bimbingan/ kelas, seminar, aplikasi chatting, hypnotherapy, banyak lah pokoknya. Ada gitu yang mau bayar sampe jutaan demi ikut ginia doang? Banyakkkk! Alibinya mereka tak punya banyak waktu untuk mencari jodoh, minim circle pertemanan, atau sekedar butuh konselor dari sang motivator.


2. Jual Impian melalui halu eh halyu (Koreanisasi hehe)

Bukan bermaksud mencibir kalangan pecinta K-popers, K-Drama dan K-K lainnya. Namun bagi masyarakat awam, hobi ini bisa bisa dibilang berlebihan dibandingkan dengan budaya hidup hemat/ frugal living. Sebagian dari kaum muda-mudi (berumur pun banyak) yang rela merogoh kocek dalam-dalam demi bisa lebih dekat dengan idola "pacar Impian" mereka. Tau sendiri kan...alokasinya kemana? Fanbase, accessories, tiket konser, travelling, skincare berhadiah photocard, de el el yang bikin jiwa misqueen meronta. 

Caption di sosmed mereka be like "Happy birthday sayangkuuuuh....(siapalah nama idolanya)" dengan pose berfoto sambil berdandan maximal pake aksesoris ala2 dan tart custom untuk merayakan ultah sang "pacar". Nah lumayan banget kan, jual impian ini ke kaum2 halyu. Apapun hal2 berbau Korea niscahya akan laris manisss.

3. Pura-pura bahagia

Ada juga yang cenderung memaksakan diri untuk bisa terlihat punya gandingan. Sewa pacar pura2, cari penghibur ke tempat2 hiburan, lavender marriage, kawin kontrak, atau sekedar "phone sex". Mereka (para penjual jasa) bisa melakukan apapun sesuai keahlia, kebutuhan dan budget yang anda miliki. Boleh jadi customernya adalah para single yang belum siap memiliki pasangan namun tak mau terlihat semerana itu, atau dikejar deadline "punya cucu" oleh para orang tua. Mau tak mau harus mencari cara agar berhenti mendapat tekanan dari luar.

4. Free style

Ini agak ekstrem sih..Beberapa orang yang sebenarnya punya Hasrat biologis untuk menikah, namun terhalang beberapa hal. Mungkin takut berkomitmen, trauma dengan kata "pernikahan", atau memiliki perilaku "menyimpang lainnya". 

Pilihannya...ada yang beli semacam s*x toys dan "bermain sendiri", atu bisa juga dengan jalan "hidup bersama" tanpa ikatan pernikahan. Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga adalah slogan yang diyakini oleh sebagian besar orang bukan? Meski harus dibayar mahal dengan beragam resiko yang mengintai.

Well...jalan-jalan ninja diatas sah-sah saja dilakukan dengan konsekuensi yang ditanggung oleh masing-masing penumpang. Kalau boleh menyarankan, pergunakan sisa usia kita dengan hal-hal positif, aman dan nyaman. Sejauh ini masih suka mikir, "emang nikah di jaman sekarang sesusah itu ya?" Salam bahagia selalu   *deeja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun