Mohon tunggu...
Kezya Madellyne Zefanya
Kezya Madellyne Zefanya Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

pelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Adu Rayu

19 November 2024   23:00 Diperbarui: 20 November 2024   02:57 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan rintik-rintik membasahi trotoar kota. Di sebuah kafe kecil di sudut jalan, musik pelan terdengar mengiringi suasana malam yang dingin. Di salah satu meja dekat jendela, Naira duduk diam, dikelilingi oleh dua lelaki yang saling bertukar pandang, Glenn dan Tulus.

Naira mengaduk kopinya tanpa kata, pikirannya melayang entah ke mana. Sementara itu, kedua lelaki di depannya tampak sedang mencari celah untuk berbicara.

"Naira," Glenn memulai, suaranya tenang, "aku tahu ini mendadak, tapi aku nggak bisa lagi menyimpan semua ini. Aku mencintaimu. Selama ini, aku berusaha menjadi seseorang yang selalu ada untukmu, yang membuatmu merasa tenang. Aku tahu kamu butuh tempat untuk pulang, dan aku ingin menjadi itu untukmu."

Tulus tertawa kecil. "Glenn, aku tahu kamu lelaki yang baik, tapi Naira nggak cuma butuh tempat untuk pulang. Dia butuh seseorang yang bisa membuatnya merasa hidup, yang bisa membuatnya tertawa di tengah hari yang berat."

Naira menatap keduanya dengan bingung. Ia tak pernah membayangkan akan berada di situasi seperti ini, menjadi pusat dari sebuah perasaan yang saling bersaing.

"Tulus.." Glenn menyela, "membuat seseorang merasa hidup itu penting, tapi bagaimana dengan rasa aman? Apa kamu yakin bisa memberikan itu untuk Naira?"

"Glenn," Tulus menatapnya dengan tenang, "cinta itu bukan cuma soal rasa aman. Cinta itu soal bagaimana kamu bisa saling melengkapi, bagaimana kamu berani mengambil risiko bersama. Aku tahu aku nggak sempurna, tapi aku mencintai Naira dengan sepenuh hati. Dan aku yakin, dia tahu itu."

Naira menghela napas panjang. Kata-kata mereka, meski berbeda, semuanya tulus. Tapi di antara kebingungannya, ia tahu bahwa hati tidak bisa dibagi. Ada satu nama yang selalu terlintas saat ia menutup mata, ada satu suara yang ia rindukan di tengah sepinya malam.

Ia menegakkan tubuhnya, memandang kedua lelaki itu dengan mata yang penuh keyakinan.

"Glenn, Tulus," Naira akhirnya bersuara. "Aku nggak pernah bermaksud untuk membuat kalian bersaing seperti ini. Kalian berdua adalah orang-orang yang berarti untukku, tapi... hatiku sudah memilih."

Keduanya terdiam, menunggu jawaban itu jatuh.

"Tulus," Naira melanjutkan, "aku selalu merasa hidup saat bersamamu. Kamu adalah petualangan yang aku nikmati. Tapi... aku butuh lebih dari itu. Aku butuh seseorang yang bisa menjadi rumah untukku. Dan aku menemukan itu di Glenn."

Tulus terdiam, menahan kekecewaan yang tampak jelas di wajahnya. Namun, ia tersenyum kecil, meski pahit.

"Kalau itu yang membuatmu bahagia, aku terima," katanya. "Aku hanya ingin kamu bahagia, Naira."

Glenn, yang semula tampak tegang, perlahan tersenyum lega. Ia menggenggam tangan Naira, seolah berjanji untuk menjaga perasaan itu selamanya.

Hujan di luar masih turun, tapi di dalam kafe, ketegangan itu telah luruh. Tulus bangkit dari kursinya, melangkah pergi dengan hati yang berat, sementara Glenn dan Naira duduk berdua, menikmati malam yang kini terasa lebih hangat.

Cinta memang sering kali menjadi arena Adu Rayu, tapi pada akhirnya, hati hanya akan memilih satu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun