ABSTRAK
Makam adalah tempat tinggal, kediaman, bersemayam yang merupakan tempat persinggahan terakhir manusia yang sudah meninggal dunia. Penelitian ini mengkaji estetika desain makam Tionghoa-Katolik R. Andreas Herianto Kurniawan (Hoei King Bing/Koh Bing) di Pemakaman Gunung Sempu V, Bantul, Yogyakarta, menggunakan pendekatan teori estetika strukturalisme dan lima sila estetika desain. Makam ini dipilih karena beberapa hal, seperti adanya kelengkapan data dan fasilitas, serta makam yang tampak mencolok dibanding makam lain. Penelitian ini menitikberatkan pada tiga sila, yaitu: Sila Masa Depan, Sila Simbol, dan Sila Tata Nilai dan Peradaban. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan data yang didapatkan melalui observasi, wawancara, dan kajian literatur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara elemen estetika desain makam dengan nilai sosial-budaya. Tiga Fungsi Desain Komunikasi Visual, yaitu identitas, informasi, dan promosi, juga terlihat dalam elemen makam, seperti nisan yang mencantumkan nama, gelar, dan pencapaian mendiang. Berbeda dengan penelitian lainnya, penelitian ini akan lebih fokus membahas Makam Tionghoa-Katolik di Daerah Gunung Sempu, Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini memperluas pemahaman estetika desain makam, khususnya pada percampuran budaya Tionghoa dan Katolik, serta memberikan kontribusi bagi studi Desain Komunikasi Visual melalui eksplorasi nilai budaya dan simbolisme dalam desain makam. Selain itu, temuan ini diharapkan mampu menjadi referensi akademis di bidang Desain Komunikasi Visual, terutama pada topik estetika desain.
Kata Kunci: makam, Tionghoa-Katolik, Desain Komunikasi Visual, estetika desain
ABSTRACT
A tomb is a dwelling place, a residence, an abode which is the last resting place of a human being who has passed away. This research examines the design aesthetics of the Chinese-Catholic tomb of R. Andreas Herianto Kurniawan (Hoei King Bing/Koh Bing) in Mount Sempu V Cemetery, Bantul, Yogyakarta, using the structuralism aesthetic theory approach and the five precepts of design aesthetics. This tomb was chosen for several reasons, such as the existence of comprehensive data and facilities, as well as a tomb that looks more prominent than other tombs. This research focuses on three precepts, such as: The Precept of the Future, the Precept of Symbols, and the Precept of Values and Civilization. This research uses a descriptive qualitative method with data obtained through observation, interviews, and literature review. The purpose of this research is to analyze the relationship between the aesthetic elements of tomb design and its socio-cultural values. The three functions of Visual Communication Design, namely identity, information, and promotion, are also visible in the elements of the tomb, such as the tombstone that lists the name, title, and achievements of the deceased. In contrast to other studies, this research will focus more on the Chinese-Catholic tombs in the Mount Sempu area of Bantul, Yogyakarta. This research expands the understanding of tomb design aesthetics, particularly on the mixing of Chinese and Catholic cultures, as well as contributing to the study of Visual Communication Design through the exploration of cultural values and symbolism in tomb design. In addition, the findings are hopefully expected to become an academic reference in the field of Visual Communication Design, especially on the topic of design aesthetics.
Keywords: tomb, Chinese-Catholic, Visual Communication Design, design aesthetics
PENDAHULUAN
Makam adalah tempat tinggal, kediaman, bersemayam yang merupakan tempat persinggahan terakhir manusia yang sudah meninggal dunia (Safrina, 2022). Jika diteliti lebih lanjut, setiap makam pada dasarnya memiliki nilai estetika. Dalam mengkaji estetika desain sebuah makam diperlukan acuan guna memudahkan proses analisis. Acuan yang digunakan ialah lima sila estetika desain, yaitu Sila Masa Depan, Sila Kesederhanaan, Sila Simbol, Sila Tata Nilai dan Tata Peradaban, serta Maskulinitas dan Femininitas. Â
Sila Masa Depan mengacu pada fungsi keberlanjutan jangka panjang. Dalam sebuah makam, hal ini dapat terlihat dari pemilihan material, struktur bangunan, dan fasilitasnya. Estetika sebuah makam juga dapat dilihat dari aspek kesederhanaannya. Dalam Sila Kesederhanaan, sebuah makam dinilai estetis apabila bentuk dan ornamennya sederhana. Sila ketiga, yaitu Simbol, menyatakan bahwa makam merupakan simbol kejayaan dari orang yang dikuburkan. Sila selanjutnya, yaitu Tata Nilai dan Tata Peradaban mencerminkan keindahan dalam kemanusiaan, seperti tanggung jawab, gotong royong, sosial kemasyarakatan, dan kolaborasi. Yang terakhir adalah Sila Maskulinitas dan Femininitas, yang membagi desain menjadi dua kategori yaitu memiliki sifat maskulin atau sifat feminin, masing-masing dengan ciri khas nilai estetikanya sendiri. Setiap makam tidak harus mencakup semua lima sila estetika secara keseluruhan, melainkan cukup dikaitkan dengan sila yang paling relevan.
Pada penelitian ini, kami memilih objek berupa makam Tionghoa-Katolik R. Andreas Herianto Kurniawan, SH, MBA. (Hoei King Bing/Koh Bing) di Pemakaman Gunung Sempu V, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Makam ini dipilih dengan pertimbangan kelengkapan data dan keunikannya, yaitu (1) adanya narasumber yang bertugas mengurus makam secara berkala; serta (2) makam tampak mencolok dibanding makam yang lain karena memiliki kompleks keluarga besar, bangku, kamar mandi, jabatan/gelar/pencapaian, foto mendiang, dan kavling yang diperuntukkan untuk keluarga.
Pada penelitian ini kami menggunakan tiga dari lima sila yaitu Sila Masa Depan, Simbol, serta Tata Nilai dan Tata Peradaban. Sila Masa Depan pada makam Koh Bing dapat dilihat dari infrastruktur yang dibangun di sekitar makam, seperti bangku, atap, kamar mandi, dan pagar. Fasilitas ini mencerminkan sila masa depan dengan menekankan kenyamanan bagi para peziarah. Sila Simbol pada makam Koh Bing dapat dilihat dari material dan ornamen yang digunakan. Yang paling mencolok adalah customized granite tile berisikan informasi yang menunjukkan popularitas dan peran mendiang semasa hidup di masyarakat, pencapaiannya, dan juga toko emas kepunyaan mendiang. Sila Tata Nilai tercermin dari makam Koh Bing yang terawat sebagai bentuk perwujudan cinta kasih keluarga, sedangkan Tata Peradaban tercermin dari penempatan atribut makam yang mengacu pada tradisi Tionghoa.
Adapun teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini adalah teori estetika strukturalisme. Teori estetika strukturalisme adalah pendekatan analisis yang menekankan pentingnya struktur internal dalam karya seni. Pendekatan ini berfokus pada hubungan antar unsur dalam karya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif, dengan pengumpulan data dari hasil observasi, wawancara, dan kajian literatur. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji estetika desain pada makam Tionghoa yang telah mengalami percampuran dengan ajaran Katolik, dengan pendekatan tiga fungsi Desain Komunikasi Visual. Pendekatan tersebut meliputi fungsi identitas, fungsi informasi, dan fungsi promosi.