Pertumbuhan industri konstruksi yang pesat di seluruh dunia telah meningkatkan permintaan terhadap material bangunan, khususnya beton, yang merupakan salah satu bahan utama dalam berbagai proyek infrastruktur. Beton, yang terdiri dari campuran semen, air, agregat halus, dan agregat kasar, memainkan peran penting dalam kekuatan dan ketahanan bangunan. Namun, produksi semen sebagai bahan pengikat utama dalam beton diketahui memberikan dampak lingkungan yang signifikan, terutama melalui emisi karbon dioksida (CO) yang dihasilkan selama proses produksinya. Menurut berbagai penelitian, industri semen berkontribusi sekitar 7% terhadap total emisi CO global. Hal ini mendorong upaya untuk mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan dan ekonomis guna mengurangi dampak negatif tersebut.
Salah satu alternatif yang menjanjikan adalah pemanfaatan fly ash, yaitu limbah hasil pembakaran batu bara dari industri pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Fly ash mengandung sifat pozzolan, yaitu material yang mampu bereaksi dengan kalsium hidroksida dalam beton untuk membentuk senyawa semen, sehingga dapat menggantikan sebagian semen Portland dalam campuran beton. Dengan pengelolaan yang tepat, fly ash tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan pada semen, tetapi juga meminimalkan limbah industri yang perlu dibuang, sehingga berpotensi memberikan solusi ganda terhadap masalah lingkungan.
Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian semen tidak hanya menawarkan manfaat lingkungan, tetapi juga dapat menekan biaya produksi beton. Harga fly ash yang lebih rendah dibandingkan dengan semen membuatnya menjadi pilihan yang ekonomis. Selain itu, sifat fisik fly ash yang halus dapat meningkatkan workability beton, yang berarti beton menjadi lebih mudah diolah dan dicetak tanpa mengurangi kualitasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H