Mohon tunggu...
Kezia Berliani
Kezia Berliani Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar

18.y.o

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Program Penanggulangan Sampah, Sebaiknya Pemerintah atau Kita

8 Agustus 2019   23:14 Diperbarui: 8 Agustus 2019   23:37 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah-masalah sosial, tak hanya dari segi demografisnya tetapi juga lingkungan sekitar. Kalau bicara tentang masalah lingkungan pastinya menyorot pada kebersihan. Karena sudah jelas kebersihan lingkungan apalagi satu wilayah sebuah negara, jika terjaga kebersihan itu sudah tercermin budaya masyarakat pasti sudah maju dimana sadar akan lingkungan sudah berkembang.

Saat ini Indonesia sedang berproses menuju Indonesia sehat. Jika keindahan, Indonesia bisa menjuarai nomor satu tetapi bagaimana dengan kebersihan, karena keindahan saja tidak cukup.

Di samping itu pula, pola hidup masyarakat perlu saling bekerja sama, tidak memandang bulu baik pemulung atau cleaning service untuk saling menjaga kebersihan.

Kebersihan, pasti erat dengan sampah. Bersih yaitu pasti nyaman dan tidak ada bau dan berserakan sampah dan sampah pasti disingkirkan. Sadar membuang sampah belum tentu dia sudah peduli lingkungan. Membuang sampah memang wajib, dan peduli lingkungan setelah membuang sampah adalah nilai tambahnya.

Di sini yang saya maksudkan, peduli lingkungan adalah dimana kita juga berfikir kreatif dan inovatif bagaimana cara supaya kebiasaan membuang sampah tidak menyebabkan penumpukan di TPA atau di pengolahan. Ini adalah langkah yang lebih mendalam lagi setelah muncul adanya sadar lingkungan.

Saat ini Indonesia dalam keadaan darurat sampah. Berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia berada di peringkat kedua penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai 187,2 juta ton per harinya setelah negara China. Kontribusi itu banyak terdiri dari sampah anorganik seperti botol plastik yang mencapai 35%, kertas 26%, sampah metal 11%, dan lainnya 32%. Total pengeluaran sampah perharinya yaitu 26 juta ton.

Tak hayal jika mestinya kesadaran buang sampah pada tempatnya tidak cukup, tetapi kita juga harus mengolah bagaimana cara mengurangi pengeluaran. Banyak cara yang sudah dipelajari dari pelatihan kecil di sekolah-sekolah kecil hingga institusi besar.

Pemerintah sudah berupaya dalam pelaksanaan go green, bus berbayar botol plastik dan memberdayakan penggunaan tottebag untuk belanja. Apresiasi besar itu tidak akan selesai jika nyatanya warganya sendiri masih bergantung pada program pemerintah atau malah justru tidak peduli.

Mau untuk berperan besar atau tidak, seharusnya masalah ini juga bisa menjadi peluang yang banyak. Ketergantungan terhadap kebijakan dan program pemerintah membuat warga lumpuh kreatifitas.

Padahal sebenarnya sampah khususnya anorganik dapat menjadi ladang peluang yang menguntungkan. Dimulai dari reduce, recycle, reuse sampai program-program penanggulangan sampah.

Bank sampah adalah salah satu program yang kini marak dan banyak memberi manfaat. Program ini memang membutuhkan tempat dan juga waktu, tetapi keuntungannya tidak lagi diragukan. Banyak program bank sampah sudah diberlakukan di berbagai wilayah. Bank sampah juga memberi omzet yang fantastis nilainya. Bank sampah sangat didukung dengan keadaan dimana masyarakat banyak mengeluarkan sampah setiap harinya terlebih anorganik sehingga bank sampah tidak perlu menunggu untuk datang tetapi juga dibutuhkan.

Meskipun program bank sampah terdengar menarik, banyak yang masih skeptis dengan program ini karena dinilai merepotkan bahkan mengundang bau. Jika pula tidak tahu caranya mengolah tumpukan sampah, bank sampah tetap dinilai sama dengan membuang sampah seperti pada umumnya.

Maksudnya, bank sampah bukan hanya sekedar sebagai penampung lalu ditimbun, dijual dan mengasilkan uang tetapi juga diolah dengan 3R atau dengan cara kreatif lainnya.

Pemerintah ikut mendukung atau tidak? Pemerintah sangat mendukung program ini. Bahkan program dalam kemasyarakatan, contohnya banyak ditemukan di daerah Bandung dan Balikpapan sudah memerdayakan bank sampah serta pengolahannya. Dari dalam, warga bergerak sedangkan pemerintah memfasilitasi dan membimbing.

Kedua peran ini saling mendukung dan terciptalah program bank sampah di daerah tersebut yang sudah memberi keuntungan pula bagi warga sekitarnya.

Di era 4.0 ini, program bank sampah yang terdengar biasa saja sebetulnya dapat diinovasikan lagi ke dalam teknologi. Misalnya bank sampah online. Banyak program techosocialpreneurship yang mulai berkembang.

Melalui teknologi ini, pengaplikasian bank sampah diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai program pengurangan sampah saja tetapi juga bisa sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat. Apabila terealisasikan, bisa jadi pula dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis yang berlandaskan tujuan sosial dan lingkungan.

Program ini juga menggaet para tokoh yang berjiwa techoprenur serta para ahli informatika dalam perkembangannya. Dari segi pembuatan saja, program ini sudah membawa banyak tenaga ahli, terlebih lagi jika sudah meluncur, bisa jadi pula bank sampah online membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk mobilisasinya. Inovasi lainnya selain berkontribusi kesejahteraan ekonomi, bank sampah online juga bisa memerdayakan masyarakat untuk memanfaatkan sampah.

Dengan demikian, dilema masalah sampah sebenarnya bukan terkhususkan salah satu pihak saja tetapi juga seluruh komponen negerinya. Dimana warga bergerak berinovasi dan berkreasi, pemerintah pasti akan mengapresiasi dan memfasilitasi terlebih untuk program penaggulangan sampah.

Dalam kutipan Kompas (2018), Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati juga berharap bahwa dengan melalui bank sampah, masalah dapat teratasi dan menjadi program terbaik dan beliau mengajak seluruh pemerintah daerah untuk mendorong menciptakan program program berbasis bank sampah. (KZ/UNAIR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun