Mohon tunggu...
Rudy Budiatmaja
Rudy Budiatmaja Mohon Tunggu... Akuntan - Finance Accounting Tax Manager

Finance Accounting Tax

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Aturan Perpajakan Masih Berlaku dan Terbaru Tahun 2023

23 Desember 2022   18:57 Diperbarui: 23 Desember 2022   19:01 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis Oleh :

Rudy Budiatmaja, S.E., M.Ak., CAT., CTT., CFTAX., CFRM-AAFM., CHCP-A., CHRA

Direktur RB Tax Consultant  dan Pakarnya Perpajakan

Saudara-saudaraku, tidak terasa kita sudah di penghujung tahun 2023, tinggal 8 hari lagi kita akan memasuki Tahun 2023 dengan segala yang baru termasuk Aturan Perpajakan yang terbaru dan yang masih berlaku untuk tahun 2023 nantinya sesuai dengan Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Menurut  Direktur RB Tax Consultant, Bapak Rudy Budiatmaja  ada beberapa yang perlu untuk menjadi perhatikan bagi kita semua sebagai Pelaku Bisnis UMKM dan Entrepreneur  sebagai berikut :

  • NPWP Format lama masih bisa dipergunakan sampai 31 Desember 2023.
  • Validasi NIK menjadi NPWP sudah harus selesai semuanya bagi wajib pajak di seluruh Indonesia 01 January 2024.
  • Tarif PPh 21 berubah dengan kriteria :
  • 0 sampai 60 juta  per tahun  dikenakan 5%
  • > 60 juta sampai 250 juta per tahun  dikenakan 15%
  • > 250 juta sampai 500 juta per tahun  dikenakan 25%
  • > 500 juta sampai 5 miliar per tahun  dikenakan 30%
  • > 5 miliar  per tahun  dikenakan 35%
  • Tarif badan (perusahaan) berdasarkan omzet penjualan berubah dengan kriteria sesuai pasal 14 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh:

Wajib Pajak Badan dengan Omzet kurang dari Rp4,8 miliar

Wajib pajak badan dengan penghasilan bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun memperoleh pengurangan sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan yang dikalikan dengan penghasilan kena pajak.

Penghasilan kotor (bruto) kurang dari Rp4,8 miliar = 50% x 22% x Penghasilan Kena Pajak

Contoh :

Pada tahun 2022, PT. Cantik Sekali  memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp 4 Miliar, maka pajak yang harus dibayar  ?

50% x 22% x 4 miliar  =  440 juta

perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2022, PT. Cantik Sekali  telah menyetor pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp50 juta dan pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp100 juta.

Maka Maka, pajak penghasilan terutang PT. Cantik Sekali adalah:

Rp 440 juta – Rp 50 juta – Rp100 juta = Rp 290 juta.

Rp 290 juta adalah angka yang bisa dicicil oleh PT. Cantik Sekali ke kas negara atas penghasilan Badan Usaha di tahun 2022

  • Wajib Pajak dengan Omzet Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar

Untuk wajib pajak dengan omzet antara nilai tersebut, maka perhitungan tarif pajak akan sedikit berbeda. Semakin besar omzet, maka semakin besar pula pajak yang harus ditanggung.

Fasilitas pengurangan tarif sendiri merupakan kebijakan yang terdapat pada Pasal 17 UU PPh No. 36/2008.

Kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan peningkatan daya saing pada wajib pajak badan agar dapat semakin mudah berkembang. Maka dari itu, wajib pajak badan dengan kisaran omzet ini diberikan pengurangan tarif.

Penghasilan kotor (bruto) Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar  = [(50%x22%) x Penghasilan Kena Pajak yang Memperoleh Fasilitas] + (22% x Penghasilan Kena Pajak Tidak Memperoleh Fasilitas)]

Contoh :

PT. Bulan Tersenyum  pada 2022 memiliki peredaran bruto sebesar Rp25 miliar dan mendapatkan fasilitas, 2 miliar maka perhitungan PPh Terutang adalah:

= (Rp4,8 miliar : Rp25 miliar) x Rp2 miliar

= 384 juta

Maka, jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto dan tidak mendapatkan fasilitas, maka jumlah PPh terutangnya adalah:

= Rp2 miliar – Rp384 juta

= Rp1,616 miliar

Maka PPh terutang PT. Bulan Tersenyum adalah:

= (50% x 22%) x Rp384 juta = 42,24 juta

= 22% x Rp1,616 miliar = 355,52 juta

Jumlah PPh Terutang adalah:

= Rp 42,24 juta + 355,52 juta

= 397,76 juta

  • Wajib Pajak dengan Omzet lebih dari Rp50 miliar

Pajak Penghasilan badan terutang dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar akan dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif.

Jadi dapat disimpulkan bahwa besar Pajak Penghasilan badan tetap adalah 22% x penghasilan kena pajak.

Penghasilan kotor (bruto) lebih dari Rp50 miliar = 225% x Penghasilan Kena Pajak

Contoh :

PT. Jelita  pada 2022 mencatatkan peredaran bruto sebesar Rp70 miliar, maka pajak yang harus dibayar :

22% x 70 miliar = 15,4 miliar

  • Pengenaan Pajak PPN
  • Karakteristik PPN dan PPnBM
  • PPN memiliki 7 karakteristik, di antaranya ialah merupakan pajak tidak langsung, bersifat objektif, multi-stage tax, dihitung dengan metode indirect substraction, pajak atas konsumsi umum dalam negeri, netral, dan tidak menimbulkan pajak berganda.
  • Sedangkan, PPnBM memiliki 4 karakteristik, di antaranya ialah merupakan pungutan tambahan, hanya dikenakan sebanyak satu kali, tidak dapat dikreditkan, PPnBM yang dibayar pada saat perolehan dapat diminta kembali.
  • Meskipun, PPnBM tidak dapat dikreditkan, tetapi jika Barang Kena Pajak yang tergolong mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayarkan berkaitan dengan perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dan berhubungan langsung dengan BKP, sehingga dapat diajukan permintaan restitusi.
  • Tarif PPN

1. Tarif PPN Terbaru

Seperti yang diketahui, tarif Pajak Pertambahan Nilai terbaru telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Melalui UU HPP ini, tarif Pajak Pertambahan Nilai berubah dan naik secara bertahap, dimana sebelumnya 10% menjadi 11% dan 12%.

2. Tarif PPnBM

Tarif yang dibebankan pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah tentu lebih besar jika dibandingkan dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini mengingat pada PPnBM yang menunjukkan untuk pengendalian konsumsi barang yang tergolong mewah. Selain itu, penerapan PPnBM juga merupakan upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap produsen kecil dan tradisional.

Tarif PPnBM berbeda-beda sesuai dengan jenis barangnya, alias tarif PPnBM ini bersifat progresif.

Besarnya persentase PPnBM yang wajib dibayarkan pun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada Pasal 8 UU No.18 Tahun 2000, rentang tarif PPnBM ialah 10% hingga 75%. Kemudian, pada UU No. 42 Tahun 2009, tarif PPnBM tertinggi ialah mencapai 200%.

Meskipun demikian, untuk kegiatan konsumsi barang mewah di luar daerah pabean akan dikenakan tarif 0%. Tarif 0% ini dikenakan pula barang mewah yang diekspor. Wajib pajak juga dapat meminta kembali pembayaran pajak atas barang mewah yang diekspor atau restitusi pajak jika PPnBM terlanjur dibayarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun