Mohon tunggu...
Kezia Laura
Kezia Laura Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia

Maba yang hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Antara Kehormatan Perempuan dan Kejamnya Adat: Sebuah Analisis Naskah Drama "Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam" karya Jesy Segitiga

22 Desember 2023   10:04 Diperbarui: 22 Desember 2023   10:15 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana rasanya jika kita dijodohkan secara paksa oleh orang tua? Terlebih lagi ternyata kita dijodohkan pada seseorang yang menginginkan kita karena hawa nafsu semata, hingga berakhir dengan kehormatan kita diambil secara paksa. Membayangkannya saja bisa membuat hati pedih, apalagi bila hal kejam itu benar-benar terjadi.

Magi Diela, perempuan berpendidikan yang menjadi korban adat kawin tangkap. Tanpa tahu-menahu kehormatannya direnggut oleh Leba Ali yang mengatasnamakan adat. Kenyataan pahit lain yang harus ditelan oleh Magi adalah fakta bahwa Ama Bobo (Ayah) lah yang 'menjual'nya kepada Leba Ali. Saat hendak memperjuangkan keadilan untuk dirinya sendiri, Magi justru terjebak karena orang-orang di kampungnya akan menganggapnya melawan adat dan tidak bisa mendapat jodoh lagi sebab sudah tidak perawan.

Adat kawin tangkap adalah adat yang berasal dari Sumba. Adat ini dilaksanakan dengan cara menculik seorang perempuan untuk dinikahkan. Pada dasarnya, adat ini dilakukan untuk mempererat hubungan kekerabatan antara dua keluarga, jadi pihak laki-laki seharusnya memilih perempuan yang sudah berkerabat dekat. Selain itu, adat kawin tangkap ini dilakukan pihak laki-laki yang belum ada kesepakatan antara dua keluarga mengenai belis atau mahar yang diajukan, sehingga harus 'menculik' pihak perempuan agar tidak pihak perempuan tidak menerima tawaran pihak lain. Pelaksanaan adat kawin tangkap ini seharusnya dilakukan atas persetujuan kedua pihak.

Sayangnya, orang-orang yang berpikiran jahat justru memanfaatkan adat kawin tangkap untuk memuaskan hawa nafsu sendiri. Tradisi yang seharusnya menjadi kekayaan budaya, justru dijadikan kedok untuk melakukan sesuatu yang buruk. Karena tindak jahat dari oknum tertentu, adat kawin tangkap dianggap sebagai kegiatan yang melanggar hak-hak perempuan.

Sempat beredar sebuah video yang menjadi bukti tindakan kawin tangkap secara paksa. Berdasarkan artikel yang dirilis CNN Indonesia (2023), dalam video tersebut diperlihatkan seorang perempuan yang diculik oleh sekumpulan pria dan dibawa dengan mobil pick up. Kejadian itu sudah jelas merupakan tindak kriminal dan pelanggaran hukum.

Adat kawin tangkap sudah dilencengkan oleh oknum-oknum jahat. Awalnya adat itu memiliki tujuan yang masuk akal, tapi hal itu justru disalahartikan. Masyarakat Sumba yang masih setia pada adatnya itu akhirnya menganggap remeh tindakan menyimpang yang terjadi tanpa mereka sadari.

Seperti yang dilakukan Leba Ali terhadap Magi. Leba Ali 'menculik' Magi secara paksa karena sudah mengincarnya sejak lama. Magi pun diperkosa oleh Leba Ali dan Magi harus menahan beban akib yang melanda dirinya. Terlebih lagi, orang-orang di kampung Magi tak ada yang mendukung, mereka malah menjelekkan Magi karena sudah tidak perawan.

Terdapat sebuah naskah drama yang mengangkat isu tentang penyimpangan adat kawin tangkap dari Sumba. Naskah drama tersebut berjudul Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam yang ditulis oleh Jesy segitiga. Menceritakan tentang malangnya nasib Magi Diela sebagai penyimpangan adat yang merenggut kehormatannya itu.

Naskah drama Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam diadaptasi dari novel dengan judul yang sama. Penulis asli novel tersebut adalah Dian Purnomo, kemudian dinaskahteaterkan oleh Jesy Segitiga. Ditinjau dari arsip dokumentasi pra pementasan teater dari mahasiswa PBSI UMK Kudus yang diunggah pada website isuu.com, bisa diketahui tujuan dibuatnya naskah drama tersebut adalah untuk kepentingan pementasan drama yang dilakukan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMK.

Baik Dian Purnomo dan Jesy Segitiga bisa dikatakan sebagai penulis yang luar biasa. Dian Purnomo selaku penulis novel perempuan yang sudah membuat beberapa cerita lain sebelumnya. Karya lain dari Dian Purnomo yaitu Angel of Mine, Kita dan Rindu yang Tak Terjawab. Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut, dan beberapa karya lain yang dapat dilihat dalam laman goodreadsnya. Sementara itu, kemahiran Jesy Segitiga dalam menulis cukup terlihat dalam penulisan naskah teater Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam ini. Karya-karya Jesy lainnya masih belum bisa ditemukan, namun mungkin di masa yang akan datang kita dapat menunggu karya-karya luar biasa lainnya atas nama Jesy Segitiga.

Pada hasil wawancara yang dilakukan untuk arsip pra-pementasan teater mahasiswa PBSI UMK, Dian Purnomo menjelaskan alasan dibuatnya novel Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan HItam. Ide untuk menulis novel tersebut didapatkan setelah Dian Purnomo melakukan residensi kepenulisan ke Sumba pada tahun 2019. Awalnya, Dian Purnomo akan menulis mengenai isu-isu agraris di Sumba, bahkan beliau sudah mengantongi datanya. Namun, beliau mengubah pikirannya karena terus dibayangi perihal adat kawin tangkap yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun