Hentikan Normalisasi Ujaran Kebencian Berbasis Gender
Patriarki, nampaknya kata tersebut tidak lagi terdengar asing untuk menggambarkan kondisi sosial di Indonesia sejak dulu. Patriarki adalah sistem sosial di mana laki-laki memiliki kekuasaan dan dominasi atas perempuan. Dalam masyarakat patriarki, pria seringkali yang mengambil keputusan penting. Norma budaya biasanya mendukung peran pria dalam berbagai hal seperti keluarga, pekerjaan, dan politik. Sering kali, sistem ini menyebabkan ketidaksetaraan gender. Perempuan memiliki akses yang lebih terbatas terhadap sumber daya, pendidikan, dan kesempatan untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam masyarakat.
Pemahaman patriarki sering kali diteruskan secara turun-temurun dalam keluarga atau masyarakat melalui doktrin. Ini terjadi karena norma budaya, sistem keluarga, sosialisasi gender, akses ekonomi yang tidak merata, kekuasaan politik yang menguntungkan pria, dan pengaruh media yang memperkuat stereotip tersebut. Hasilnya, orang-orang di masyarakat mulai menganggap hal itu biasa karena dianggap wajar terjadi. Hal ini juga disebabkan karena dalam keyakinan agama Islam sebagai mayoritas di Indonesia, laki-laki dianggap sebagai imam, sehingga patriarki tetap berakar di negara ini.
Berbicara tentang kesetaraan atau keadilan gender, baru-baru ini tengah ramai isu sosial mengenai ujaran kebencian berbasis kesetaraan gender yang ditujukan kepada Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Tuffahati Ullayyah.
Selasa (22/10) sore, sejumlah pengurus BEM FISIP memasang karangan bunga di halaman kampus FISIP Unair. Karangan bunga ini berbentuk spanduk bingkai kayu yang memuat wajah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan latar hitam bercorak merah disertai dengan beberapa tengkorak dan seekor laba-laba.
Dua hari sebelumnya Prabowo dan Gibran mengucapkan sumpah dan janji sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Minggu (20/10).
Karangan bunga itu bertuliskan:
“Selamat atas dilantiknya jenderal bengis pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi”.
“Jenderal TNI Prabowo Subianto Djojohadikusumo (Ketua Tim Mawar), Gibran Rakabuming Raka, B. SC (Admin Fufufafa).
"Dari: Mulyono (Bajingan penghancur demokrasi).”
Hal ini tentunya menimbulkan berbagai macam reaksi dari masyarakat. Namun, di tengah ramainya reaksi masyarakat mengenai peristiwa yang telah menimpa BEM FISIP Universitas Airlangga, terdapat hal yang tidak sepantasnya dilakukan.