Mohon tunggu...
Kezia Angie Tjahjadi
Kezia Angie Tjahjadi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Nama saya kezia.. Hobi saya menyanyi dan menari Mulai hari ini saya akan menjalankan tantangan selama sebulan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Keluarga

4 November 2024   15:19 Diperbarui: 4 November 2024   15:24 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hamparan sawah hijau, tinggal sebuah keluarga sederhana: Bapak Haris, Ibu Siti, dan dua orang anak mereka, Aisyah dan Raka. Setiap sore, setelah pulang dari ladang, mereka berkumpul di beranda rumah untuk berbagi cerita dan tawa.

Suatu hari, Bapak Haris pulang dengan wajah sedikit muram. Ia membawa kabar bahwa ladang mereka terancam karena pembangunan jalan yang akan membelah desa. Ibu Siti, yang selalu optimis, mencoba menghibur suaminya. "Kita akan mencari cara, Pak. Keluarga kita sudah melewati banyak tantangan."

Aisyah, yang berusia sepuluh tahun, mengajukan ide. "Bagaimana kalau kita mengumpulkan warga desa? Kita bisa berbicara bersama agar suara kita didengar." Raka, yang lebih kecil dan pendiam, mengangguk setuju. Ia selalu mendukung kakaknya, meskipun jarang mengungkapkan pikirannya.

Keesokan harinya, mereka mengundang tetangga untuk berkumpul. Dalam pertemuan itu, banyak yang berbicara tentang kepentingan tanah mereka dan bagaimana pembangunan jalan itu akan memengaruhi kehidupan sehari-hari. Bapak Haris pun berani mengungkapkan ketakutannya. "Kita harus bersatu untuk melindungi tanah yang telah memberi kehidupan bagi kita."

Setelah berjam-jam berdiskusi, warga desa sepakat untuk mengajukan petisi dan menemui pejabat terkait. Mereka bekerja sama, setiap keluarga mengambil peran. Aisyah dan Raka membantu mengumpulkan tanda tangan dari setiap rumah, mengunjungi rumah-rumah yang jauh dengan penuh semangat.

Hari-hari berlalu, dan kekuatan kebersamaan mulai terlihat. Mereka bertemu pejabat, bercerita tentang kehidupan mereka dan pentingnya ladang untuk masa depan anak-anak. Setelah beberapa minggu, berita baik datang. Pembangunan jalan ditunda untuk mempertimbangkan masukan dari warga desa.

Keluarga Haris merayakan kemenangan kecil ini dengan sederhana. Mereka mengadakan makan malam bersama, di mana semua tetangga diundang. Sambil menikmati hidangan sederhana, suara tawa dan canda memenuhi udara. Raka, yang biasanya pendiam, berdiri dan berkata, "Kita adalah satu keluarga besar."

Ibu Siti tersenyum bangga. "Kita tidak hanya melindungi tanah kita, tapi juga ikatan di antara kita. Keluarga itu lebih dari sekadar darah; itu tentang saling mendukung."

Sejak hari itu, mereka semakin dekat. Di tengah tantangan hidup, mereka menyadari bahwa kekuatan mereka terletak pada kebersamaan. Jejak keluarga ini bukan hanya di tanah yang mereka tempati, tetapi di hati masing-masing. Dan meskipun kehidupan tak selalu mudah, mereka tahu bahwa dengan saling mendukung, segalanya akan terasa lebih ringan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun