"Vin, apa aku boleh tahu alasan kamu yang sebenernya ikutan olimpiade?" Arunika bertanya dengan hati-hati. Adalvino tersentak dengan pertanyaan itu, namun tak lama kemudian ia memasang ekspresi yang sangat lembut dengan senyum yang melengkung manis di bibirnya.
        "Orang tua." Jawabnya singkat. Arunika hanya memicingkan matanya, menunggu kelanjutan dari kalimat yang dilontarkan Adalvino. "Aku punya orang tua, dan mereka masih hidup."
        Mata Arunika membulat mendengar hal itu. Angin berhembus semakin kencang menggiring ombak semakin brutal menghadang batu karang. Keheningan menyelimuti mereka, hanya ributnya angina dan ombak yang terdengar.
        Arunika mencoba memastikan, "Orang tuamu masih hidup?" Adalvino menoleh menatap Arunika dengan lembut. "Aku tak pernah bilang orang tuaku telah meninggal bukan?"
        "Darimana kamu bisa tahu? Lalu kenapa kamu bisa tinggal di Philautia?" Arunika dibuat kebingungan.
        "Aku hanya tahu saja, dan aku akan membuat mereka mencariku dengan olimpiade ini."
BAGIAN 4
KARANTINA
        Akhirnya tiba juga hari karantina yang di tunggu-tunggu. Dari sebelum ayam berkokok, Adalvino sudah berangkat ke Denpasar untuk berkumpul di sebuah hotel untuk karantina. Ditemani oleh Pak Anton dan Bu Jen, mereka pergi menggunakan minibus milik sekolah.
        Di sepanjang perjalanan, Arunika hanya tertidur, menyenderkan kepalanya ke jendela dengan earphone terpasang di telinganya. Sedangkan Adalvino, ia hanya menatap keluar jendela. Memandangi Bali di pagi hari. Matahari masih mengintip di timur, membuat pagi itu terasa dingin karena sinarnya belum menyiram bumi.
        Begitu sampai di hotel, Pak Anton dan Bu Jen pergi meninggalkan Adalvino dan Arunika untuk melakukan registrasi dengan panitia olimpiade. Adalvino yang merasa perutnya kelaparan mengajak Arunika pergi ke restoran yang ada di hotel untuk sarapan. Sambil menunggu makanan mereka datang, Adalvino dan Arunika memendarkan matanya. Terlihat ada banyak murid dari sekolah lain yang juga ikut karantina ini