Mohon tunggu...
kezia putri
kezia putri Mohon Tunggu... Freelancer - siswa

HAHAHAHA

Selanjutnya

Tutup

Film

Resensi film "One Night Stand": Pertemuan Pendek yang Berkesan

25 Maret 2024   17:00 Diperbarui: 25 Maret 2024   17:09 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“One Night Stand” merupakan film terbaru karya sutradara Adriyanto Dewo tahun 2021. Sebelumnya, Adriyanto Dewo sudah menghasilkan karya lain seperti Panduan Mempersiapkan Perpisahan yang berdasarkan buku Eminus Dolere yang bergenre drama dan Kajiman: Iblis Terkejam Penagih Janji, film bergenre horor yang menceritakan mengenai pesugihan di kepercayaan Jawa. Pada konferensi pers virtual kemarin, ia menjelaskan bahwa film One Night Stand ini adalah debutnya dalam film bergenre romansa, dan akan mencoba genre baru di setiap karya yang ia buat.


Film drama romantis mengenai pertemuan Baskara atau Ara dengan Lea. Film ini bermula dari kedatangan Ara ke Jogja, untuk menghadiri pemakaman tetangganya yaitu Tante Mia dan pernikahan temannya. Lea diutus oleh suami Tante Mia untuk menemani Ara selama berada di Jogja. Menghabiskan satu hari bersama dapat mengubah perspektif mereka mengenai kehidupan.


Ara merupakan seseorang yang selalu mendahulukan orang yang ia sayangi, sampai menyakiti dirinya. Pertemuan dengan Lea membuatnya nyaman. Lea yang memiliki trauma dengan masa lalunya pun mampu membuka dirinya pada Ara. Selama satu hari itu, mereka menghabiskan waktu dan menceritakan kisah masing-masing.


Sutradara Adriyanto Dewo merasa cerita yang diangkat dalam film “One Night Stand” ini banyak terjadi pada banyak orang, sehingga bisa mudah diterima di masyarakat. Menceritakan mengenai pertemuan singkat yang berkesan, mampu mengubah cara pandang seseorang mengenai hidupnya. Hal ini ditunjukkan pada pertemuan Ara dan Lea yang mampu mengubah pemikiran Lea tentang kehidupan, setelah kepergian ayahnya.


Film ini mengangkat isu yang sering terjadi di kalangan muda. One night stand adalah hubungan seksual yang tidak akan ada hubungan lebih lanjut antara 2 pelaku. Dalam alurnya, film ini berfokus pada pendekatan karakter setelah kedua tokoh, yaitu Ara dan Lea bertemu. Keduanya merasa canggung di awal, hingga ke bagian akhir menunjukkan kedekatan mereka.


Penokohan dari Ara dan Lea dipengaruhi latar belakang masing-masing tokoh. Ara yang tidak ingin mengecewakan orang lain, selalu mengorbankan dirinya sendiri. Hal ini menjadikannya karakter penurut atau biasa disebut people pleaser. Contohnya pada salah satu adegan saat Ara berada di pernikahan temannya dan dihubungi oleh mantannya. Ia dengan ragu mengiyakan ajakan mantannya untuk balikan.


Teori psikologi mengenai people pleaser (Newman, 2005) , dengan ciri-ciri selalu berusaha menyenangkan orang lain melalui kata-katanya, dengan maksud agar orang lain tidak kecewa padanya. Ara tidak berani mengutarakan pendapatnya sehingga menuruti kemauan orang lain. Sikap ini pun bisa berasal dari orang-orang sekitar dan tuntutan yang harus dipenuhinya.

Di sisi lain, karakter Lea yang berani bertualang ke tempat-tempat yang jauh seperti Bali dan NTT sendirian. Hal ini tidak terjadi begitu saja, namun juga berasal dari masa lalunya, saat ayahnya meninggalkan ia dan ibunya tanpa kejelasan. Lea kemudian terpaksa menjadi mandiri dari keadaan dan menjadikannya berani dalam mencoba hal-hal baru. Namun, Lea menjadi pribadi yang tertutup dan kesepian (Wibiharto et al., 2021), dibuktikan pada salah satu dialognya yang mengatakan “Iya, sendiri kemana-mana.” saat Ara menanyakan mengenai pengalamannya di Bali dan NTT.


Pengambilan gambar dari film ini menggunakan teknik one shot dan hand held. Teknik ini membuat penonton seperti berada dalam situasi tersebut dan realistis. Juga warna yang digunakan untuk colour grading juga cocok dan tidak berlebihan. Memberikan kesan sederhana dan tidak mencolok.


Jenis film yang tidak memiliki bagian puncak permasalahan ini akan menjadi membosankan tanpa lakon yang menunjang dari para aktor. Pemilihan aktor yang tepat yaitu Putri Marino dan Jourdy Pranata menjadikan film ini menarik dan penjabaran alur yang jelas. Juga latar tempat yang dipilih, Jogja sangat tepat karena sering dianggap sebagai tempat pelarian. Pemandangan kotanya pun membuat tampilan film ini menjadi lebih cantik.


Secara keseluruhan, film ini berfokus pada penyelesaian masalah masing-masing karakter, sehingga akhirnya tidak dijelaskan. Juga kekurangan dari film ini adalah adegan dewasa yang tidak cocok untuk penonton dibawah 18 tahun. Namun, jika melihat dari inti cerita dan judulnya, keberadaan adegan hubungan seksual tersebut masih sesuai dengan topik dari ceritanya sendiri. Sehingga penonton sebaiknya memiliki kesadaran pada diri sendiri saat menontonnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun