Kualitas udara yang bersih adalah fondasi penting bagi kualitas hidup manusia. Kualitas udara yang baik merupakan aspek krusial dalam menjaga kesehatan kita. Polusi udara mencakup berbagai zat berbahaya yang terbawa oleh udara hala tersebut merupakan ancaman serius bagi kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, menjadikan kualitas udara sebagai prioritas adalah suatu keharusan yang mendesak dan harus segera diatasi.Â
Polusi udara telah terbukti menjadi salah satu risiko terbesar bagi kesehatan manusia. Paparan polusi udara yang tinggi dan terjadi selama bertahun-tahun dapat memengaruhi sistem pernapasan dan sistim peradangan manusia yang kemudian akan mengakibatkan beberapa penyakit, seperti penyakit jantung, stroke, hingga kanker paru-paru (Pujol-Mazzini, 2017). Oleh karena itu, meningkatkan kualitas udara adalah suatu keharusan yang tak terelakkan.
Situasi Jakarta telah menjadi sorotan dunia karena meningkat polusi udara yang cukup signifikan. Hal ini adalah isu yang harus kita tangani dengan serius. Pada tanggal 10 agustus 2023 IQAir, salah satu perusahan yang memfokuskan diri dalam pemantauan kualitas udara global, mempublish bahwa udara di Jakarta masuk dalam kategori udara tidak sehat dengan catatan indeks Air Quality Indeks (AQI) 156. Laporan tersebut menuliskan bahwa Jakarta berada di posisi pertama sebagai kota dengan udara terkotor di dunia, serta mencatat laporan terbaru dari IQAir bahwa masalah utama kualitas udara di Jakarta masih disebabkan oleh partikulat berukuran PM2,5. Konsentrasi PM2,5 di Jakarta mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, yakni sebanyak 58 mikrogram per normal meter kubik. Angka ini menunjukkan adanya masalah serius dalam hal pencemaran udara di ibukota Indonesia.
Penting untuk mencatat bahwa konsentrasi PM2,5 yang mencapai 58 mikrogram per normal meter kubik adalah lebih dari 11 kali lipat dari nilai panduan kualitas udara tahunan yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Panduan WHO menggarisbawahi batasan PM2,5 yang dianggap aman untuk kesehatan manusia yakni sebesar 15 mikrogram per normal meter kubik dan melihat angka ini, dapat kita sadari bahwa Jakarta menghadapi tantangan besar dalam menjaga udara yang bersih dan sehat bagi penduduknya. Penyebab peningkatan konsentrasi PM2,5 ini disebabkan oleh berbagai faktor, polusi lingkungan, polusi dari industri, polusi dari penggunaan bermotor, kebakaran, dan faktor cuaca yang mulai memanas.
Data baru dari IQAir pada 7 september 2023, indeks kualitas udara Jakarta tercatat di angka 157 AQI US, masih dalam kategorial tingkat polusi tidak sehat. Menurut data AQI sekitar 11.000 orang meninggal dunia akibat polusi udara, polusi udara juga berdampak pada kerugian bagi Jakarta sebesar US$2,8 miliar pada tahun 2023. Banyak orang mulai resah, dalam waktu jangka panjang polusi udara di Jakarta memiliki efek samping buruk bagi kesehatan maupun lingkungan. Hal ini jadi sebuah tantangan bagaimana pihak-pihak seperti pemerintah, sektor industri, masyarakat serta aktor aktor lain dapat menangani pencemaran udara yang terjadi.
Peran NGO berkontribusi dalam masalah polusi udara di Jakarta
Greenpeace merupakan salah satu fokus bidang dari INGO (International Non-Governmental Organizations) yang konsisten bergerak di bidang lingkungan hidup. Greenpeace ini hadir di Indonesia pada tahun 2005, hadir dengan beberapa isu yakni kehutanan, energi, air dan kelautan. Fokus greenpeace mulai meluas hingga mengarah pada isu polusi di beberapa kota Indonesia. Keadaan udara di kota-kota besar di Indonesia mulai memburuk sehingga greenpeace memilih mulai mengambil peran. Greenpeace mulai meluncurkan aksi-aksinya dan masyarakat sipil bertindak pula dengan memberi peringatan bagi pemerintah.
1. Aksi Kampanye dengan #JakartaUnderPollution
Greenpeace pernah melakukan aksi pada tahun 2017, beberapa aktivis melakukan aksi kampanye di depan Kantor Kementrian Kesehatan dan membawa gagasan tentang bahaya polusi udara. Aksi berupa protes dengan membawa papan dengan tagger #JakartaUnderPollution merupakan peringatan sekaligus protes dari aktivis ke pemerintah akan bahaya polusi udara di ibukota. Greenpeace menemukan data sejak awal Januari 2017 bahwa kualitas udara Jakarta masuk level tidak sehat dengaan indikator angka PM 2.5 harian di sejumlah lokasi melebihi standar WHO yaitu 25g/m3 dan juga Baku Mutu Udara Ambien Nasional.