Stunting
Stunting merupakan status kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama (Rahmadhita, 2020). Berdasarkan data dari WHO toleransi maksimal stunting ada di angka 20%, namun, hasil Survei Status Gizi (SSGI) pada tahun 2022 menunjukan Indonesia hanya mengalami penurunan sebanyak 2,8% dari 24,4% di tahun 2021 yang membuat hasil akhir jumlah stunting di Indonesia masih berada di angka 21,6%. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).Â
Masalah bayi dan balita stunting  sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara tradisional, stunting dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di masyarakat, pembangunan ekonomi yang lemah, kemiskinan, serta faktor lain yang turut berperan antara lain pemberian makanan yang tidak tepat dan prevalensi penyakit infeksi yang tinggi (Mawaddah, 2017). Masalah balita stunting menggambarkan masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Asupan gizi yang mencukupi pada awal kehidupan bayi di awal kehidupan menjadi penentu pertumbuhan anak (Chyntaka, 2020).
Analisis Pengaruh Asi Exclusive dan Stunting
Praktik menyusui yang optimal adalah kunci untuk menurunkan stunting pada anak di bawah usia lima tahun, demi mencapai target global dan nasional untuk mengurangi stunting  hingga 40 persen (Perwakilan WHO Dr. N. Paranietharan, 2022). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aziezah, dkk. (2023) hasil pengukuran status gizi, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, seluruhnya memiliki status gizi baik yaitu sebesar 100% sedangkan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, sebagian besar memiliki status  gizi baik (58,80%).
Pemberian ASI kepada bayi memberikan kontribusi pada status gizi dan kesehatan bayi. Semua zat gizi yang dibutuhkan bayi 6 bulan pertama kehidupannya dapat dipenuhi dari ASI dan memenuhi setengah dari kebutuhan zat gizi bayi umur 7-12 bulan (Mawaddah,2017).Â
Berdasarkan kandungan yang dimiliki ASI, tentu pemberian ASI Exclusive pada bayi sangatlah penting. Banyak bukti ilmiah yang memperlihatkan bahwa ASI yang diberikan secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayi untuk tumbuh dan berkembang. Beberapa contoh diantaranya, kolostrum (ASI pada hari 1-5) kaya protein, laktosa ASI sebagai sumber karbohidrat diserap lebih baik dibanding yang terdapat di dalam susu formula (Kemenkes, 2022). Hasil uji statistik yang dilakukan oleh Mawaddah (2017) menunjukkan terdapat hubungan atau keterkaitan yang signifikan antara pemberian ASI Â ekslusif dengan kejadian stunting pada balita.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita (bawah lima tahun), dimana bayi yang berhenti diberi ASI eksklusif kebanyakan sejak ber umur 2- 3 bulan. Pendapatan ASI eksklusif yang kurang pada bayi dapat menyebabkan banyak faktor salah satunya seperti bahasan penilitian kami ini yaitu stunting dan juga dapat menghambat pertumbuhan anak. Harapan kami, dari dibuatnya esai ini kemudian dapat dilaksanakan
penelitian lebih lanjut untuk bisa meningkatan angka pemberian asi exclusive pada bayi, sehingga status stunting pada anak di Indonesia bisa turun dan membawa ke arah generasi yang semakin sehat dan teredukasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H