Mohon tunggu...
Keysa Fahradine Audyzza
Keysa Fahradine Audyzza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Program Studi Perbankan Syariah

Kepribadian

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Al-Qur'an terkait Karakteristik Masyarakat Madani

20 November 2022   13:42 Diperbarui: 20 November 2022   13:46 3338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat Madani atau civil society dapat diartikan sebagai masyarakat beradab yang membangun, menghayati dan memberi arti bagi kehidupannya. Kata Madani sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti beradab atau dibudidayakan (beradab). Kata civil society merupakan terjemahan dari kata civil society atau civilized society yang berarti masyarakat beradab.

Masyarakat madani yang dikehendaki al-Qur'an memiliki beberapa ciri, antara lain: (1) ketaatan kepada Allah (umat muslimah), (2) persaudaraan, (3) demokrasi, (4) toleransi, (5) pluralisme, (6) keadilan, dan (7) Etika.

Untuk memudahkan pemahaman pembaca saat mempelajari bab ini, berikut ini dijelaskan secara rinci.

1. Ketaatan kepada Allah (Umat Muslimah)

Masyarakat madani adalah masyarakat yang pada hakikatnya patuh dan tunduk kepada Allah, hal ini ditegaskan oleh Al-Qur'an Surat al-Baqarah: 128. Ketaatan dan ketundukan kepada Allah menuntut ketaatan kepada segala perintah-Nya, baik perintah agama maupun sosial. Hukum Allah dan Rasul-Nya yang terkandung dalam Al-Qur'an dan al-Hadits yang mengatur masyarakat dan mengikuti hukum-hukum ini merupakan sumber kekuatan mendasar bagi masyarakat untuk bergerak dan menghadapi tantangan. Tantangan yang dihadapi masyarakat madani sangat kompleks dan beragam, karena masyarakat madani terdiri dari masyarakat-masyarakat beradab yang heterogen namun cukup berkembang.

2. Persaudaraan (ukhuwah)

Persaudaraan dalam konteks masyarakat madani sangat penting dan bahkan terkait dengan ikatan yang kuat. Bentuk hubungan ini membedakan mereka dari masyarakat lain di mana keuntungan dari hubungan persaudaraan sangat penting. Persaudaraan model ini dalam bahasa Islam adalah persaudaraan seagama atau persaudaraan seagama. Hubungan ini ditegaskan dalam Al-Qur'an Surah al-Hujarat: 10. Persaudaraan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah persaudaraan yang berdasarkan agama. Jadi jika ada konflik internal di antara orang beriman, itu harus diselesaikan di antara mereka. Janganlah ada pertengkaran, pertengkaran, pembunuhan dan penindasan di antara manusia, dan juga pemisahan sebagian atau spesialisasi sebagian lainnya. Ayat ini juga menjelaskan dua cara untuk menciptakan persaudaraan di antara orang-orang beriman. Pertama, ketika ada konflik di antara orang beriman, itu harus diselesaikan secara adil. Sedangkan yang kedua adalah tindakan preventif, bertujuan mencegah hal-hal yang dapat menimbulkan potensi konflik, seperti melarang hinaan, fitnah, ejekan dan prasangka. Konteks inilah sebenarnya keindahan Alquran dalam memberdayakan masyarakat. Contoh-contoh sederhana ini dapat dipahami oleh siapa saja yang membaca dan memahami teks Al-Qur'an. Padahal, Allah tidak melarang interaksi sosial antara Muslim dan non-Muslim selama kedua belah pihak saling menghormati dan melindungi hak masing-masing. Allah juga tidak melarang seorang muslim berbuat kebaikan dan berlaku adil (dengan memberikan sebagian hartanya) kepada non muslim yang tidak memerangi muslim dan mengusirnya dari negeri muslim. Bahkan Allah mencintai orang-orang yang bertindak benar. Persaudaraan berdasarkan ajaran Islam sangat diperlukan dalam masyarakat madani, karena tanpa persaudaraan perkembangan masyarakat madani terancam kehancuran dan kehilangan eksistensi.

3. Demokrasi

Demokrasi merupakan salah satu ciri masyarakat madani dan ketika kita berbicara tentang demokrasi, disadari atau tidak, kita selalu mengaitkannya dengan keterbukaan atau reformasi politik. Tidak ada salahnya mencoba menggabungkan demokrasi dengan keterbukaan politik yang lebih besar dan laju reformasi politik yang lebih cepat. Lagi pula, pembaruan dan keterbukaan politik adalah ciri khas demokrasi. Suatu kesalahan jika demokrasi direduksi dalam kepentingan esensialnya hanya pada titik di mana keterbukaan dan pembaharuan politik terjadi. Keterbukaan baru merupakan tanda ke arah demokrasi, dimana demokrasi hanya akan terwujud secara substansi, jika kondisi kerangka telah dikembangkan dan diterjemahkan ke dalam kebijakan politik. Hal ini ditegaskan dalam surat Al-Qur'an Ali Imran: 159. Pada saat yang sama, kecemerlangan pikiran hanya hadir ketika kekeruhan hati menghilang.

4. Toleransi

Hampir semua orang tahu bahwa hal-hal yang mempengaruhi kehidupan manusia sangat sensitif. Ini adalah sifat masyarakat mana pun untuk menuntut kebenaran mutlak. Artinya setiap masyarakat mengklaim sebagai yang paling benar, paling baik dan paling sempurna, dan konsekuensi lainnya adalah salah. Bahkan logika sekuler, jika ada dua hal yang berbeda, maka Anda harus menilai apakah itu benar atau salah, yang pasti tidak ada yang benar. Apalagi ketika kedua hal ini bertentangan (antagonis). Dalam konteks ini, salah satu ciri masyarakat madani adalah adanya toleransi. Toleransi berarti sikap saling menghargai, pendapat, keyakinan, adat istiadat, tingkah laku yang berbeda atau bertentangan dengan keyakinan seseorang, sehingga terwujud masyarakat yang damai, adil dan sejahtera, masyarakat yang ideal menurut Al-Qur'an. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah: 2. Sikap toleran dalam masyarakat madani harus berupa gotong royong dalam perbuatan baik pada segala aspek yang mendekatkan kepada Allah dan sebaliknya, meninggalkan perbuatan buruk pada aspek yang membawa pada perbuatan buruk yang membawa Konsekuensi. Karena ini merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perkembangan ekonomi yang pesat bagi masyarakat dunia dan khususnya masyarakat Indonesia untuk mempersiapkan secara optimal menjadi masyarakat yang tangguh, etos kerja, disiplin, akhlak yang baik untuk dimiliki, mandiri dan profesional, tentunya dilandasi iman dan taqwa kepada Allah SWT. Konsep ini harus dirangkai dengan toleransi yang tinggi antar suku dalam masyarakat madani.

5. Pluralisme

Pluralisme adalah Sunnatullah yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Penciptaan manusia dari berbagai suku, ras dan warna kulit yang berbeda menyimpan hikmah yang sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia. Itu sebabnya mereka saling mengenal. Realitas adanya keragaman ini ditegaskan Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujarat: 13. Allah menciptakan manusia dalam suku bangsa dengan kecenderungan keragaman suku dan bangsa, artinya manusia saling mengenal dan membutuhkan. Manusia terdiri dari banyak suku dan bangsa, berbicara bahasa yang berbeda, memiliki warna kulit yang berbeda, semua pada hakikatnya berasal dari satu sumber, satu jiwa (nafs wahidah). Ini adalah salah satu bentuk toleransi masyarakat madani yang telah disebutkan dalam kaitannya dengan Mu'amalat.

6. Keadilan

Ciri masyarakat madani selanjutnya adalah keadilan. Keadilan dalam kata Arab "adl" yang berarti "setara". Kesamaan ini seringkali tentang hal-hal yang tidak penting. Kesetaraan, yang merupakan arti asli dari kata "adil", menjadikan pengarang "tidak memihak" dan hakikatnya hanya "mempertahankan yang benar", karena baik yang benar maupun yang salah harus memiliki haknya masing-masing. Dalam Al-Qur'an, misalnya dengan ungkapan "al-Adl", "al-Qisth", "al-Mizan" dan penyangkalan terhadap ketidakadilan, dimana konsep keadilan tidak selalu berlawanan dengan ketidakadilan. Konteks keadilan dalam al-Qur'an sangat beragam, tidak hanya dalam proses mencari keadilan atau terhadap pihak-pihak yang bersengketa, tetapi al-Qur'an juga menuntut keadilan itu sendiri, baik dalam ucapan, tulisan maupun dalam bertindak secara internal. Tiga kondisi kewajaran yang disebutkan di atas terdapat dalam QS. An-Nahl: 90, QS. Al-A'raf: 29, QS. Ar-Rahman: 7. Dalam konteks keadilan Al-Qur'an, setidaknya ada empat pengertian tentang keadilan yang dikemukakan oleh para ulama. Pertama, adil dalam arti "setara". artinya dia memperlakukan sama atau tidak membedakan orang yang satu dengan yang lain. Tetapi harus ditekankan bahwa ini tentang kesetaraan. Dalam masyarakat madani, semua anggota masyarakat memiliki hak yang sama, tanpa memandang asal suku atau agama. Kedua, adil dalam arti "seimbang". Pengertian ini terdapat dalam masyarakat yang pluralitas (heterogenitas) untuk mencapai tujuan tertentu. Keadilan di sini tentu identik dengan akomodasi (proposisionalisme), bukan kebalikan dari tirani. Perlu dicatat bahwa keseimbangan tidak memerlukan tingkat yang sama dan persyaratan untuk semua bagian dari unit harus seimbang. Suatu bagian bisa kecil atau besar, sedangkan kecil dan besar ditentukan oleh fungsi yang diharapkan. Ketiga, keadilan adalah "menghormati hak individu dan mengalihkannya kepada masing-masing pemilik". Pengertian keadilan ini sebenarnya diartikan dengan memaksa sesuatu atau memberikan haknya kepada pihak lain semaksimal mungkin. Dalam artian menyinggung pihak lain. Dilarang bertindak semena-mena terhadap masyarakat madani yang damai, termasuk merusak hutan yang menyebabkan banjir atau menutup saluran irigasi untuk mencegah pihak lain menerima air. Keempat, keadilan dikaitkan dengan Tuhan. Pengertian keadilan ini menjaga rasa keteguhan, tidak menghalangi kegigihan dan perolehan rahmat yang banyak. Dia menekankan bahwa keadilan Tuhan adalah keadilan dalam bentuk rahmat dan kebaikannya.

7. Etis (Moral)

Terminologi moralitas (etika) tidak ditemukan dalam Al-Qur'an. Bentuk kata tersebut baru ditemukan satu, yaitu "khuluq", yang tercantum dalam ayat Al-Qur'an Surat al-Qalam: 4. Etika atau moralitas harus ada dalam konteks masyarakat madani karena merupakan salah satu isi Islam, yang harus terwujud dalam kehidupan masyarakat yang mewujudkan nilai-nilai agama. Inilah realisasi moralitas mereka sebagai makhluk ciptaan kepada Yang Maha Tinggi, Bijaksana dan Maha Kuasa. Pentingnya ayat Al-Qur'an terhadap ciri-ciri masyarakat madani yang pernah diakui Rasul di kota Madinah merupakan bentuk masyarakat madani yang harus memiliki etika yang lebih besar dan mulia untuk diwujudkan dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam suasana kehidupan yang majemuk dan heterogen tanpa membeda-bedakan suku, ras, dan agama, karena masyarakat yang tidak berlandaskan etika atau moralitas berperilaku seperti binatang dalam suasana kehidupan yang bebas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun