“Hidup-hidupilah (sumber daya) tambang, namun jangan cari penghidupan didalamnya”
–pencari surplus-
Tambang kehidupan bukan sekedar sebuah struktur kalimat penjelas biasa, namun ada esensi didalamnya. Tanpa merasa pamrih, tambang ternyata tidak bisa lepas dari kehidupan kita, dari handphone yang dikantong , laptop di depan kita, piala lomba makan kerupuk tujuhbelasan,gagang pintu, colokan charger, minyak kompor ,kabel listrik tipi, aspal hitam di jalan , retsleting di bawah ,motor untuk ngebonceng si dia, panci emak tersayang,hmm .. ada lagi ?
Berhubung saya pernah menyempatkan (sebenarnya kewajiban misi suci sih) ke suatu jobsite tambang, maka bolehlah berbicara tentang apa yang dilihat dan diterawang .Karena melihat langsung ke lapangan seyogyanya akan mengubah kerangka definisi yang diciptakan oleh media kepada realita yang ada sebenarnya sehingga saya merasa tergerak mengalirkan insight saya barangkali saya bisa mengkontaminasi pemikiran, ralat: bisa ada pandangan baru . Dan memang benar, persepsi berubah ketika melihat langsung ke lapangan.
Entah mengapa ketika berbicara tambang, suatu keniscayaan pikiran tersugesti sempurna melambung jauh kearah negatif mengenai pengrusakan lingkungan, pemberdayaan SDM yang asimetris, maupun pembagian saham oleh mama minta pulsa (?) .Baik, sebenarnya artikel ini tidak akan membahas apa apa, apalagi mengenai kajian mendalam akar permasalahan barusan karena ilmu kurang terverifikasi (apalagi status kompasianer yang belum juga #tsahh), apalagi kantong yang mulai defisit namun hanya sekedar melihat kondisi eksisting yang bisa dibenturkan dengan kondisi ideal sehingga dapat dilihat gap yang ada untuk diisi dengan keistiqomahan. okesip.
Pembukaan
Cikal bakal pertambangan di Indonesia sudah ada sejak pengolahan metal-metal di kerajaan-kerajaan untuk membuat keris, kemudian batu untuk Borobudur dan lainnya. Namun secara sistematis dan menggunakan teknologi, dimulai di daerah Sumatera Barat, batubara ombilin pada 1892. Pada 1967 pertambangan Indonesia mulai menunjukkan taringnya dengan masuknya perusahaan tambang internasional.
Jelas, sejak dahulu kala memang menambang bahan metal dll tersebut merupakan pioner dalam penggerak kehidupan, bagaimana bila empu-empu kita enggan mengambil metal di alam, barangkali bukan keris tapi hanya kayu yang diukir. Bagaimana bila batu enggan diberdayakan ,maka ke-estetikaan Indonesia yang kaya akan candi juga kurang otentik. Hasil hasil tambang sangat bermanfaat dari langsung sampai tidak langsung, barang hasil tambang seperti perak ,tembaga, emas,timah , bauksit dan barang lainnya punya peran tersendiri di negara ini. Sebagai peng#hijrah peradaban dari kuno hingga modern, dari segi material. Tambang untuk kehidupan.
Good Mining Practice
Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem pengolahan sampah secara terpadu sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin. Perusahaan tambang mulai menerapkan sistem ini (apa memang dari dulu?) , dari produksi menjadi overburden untuk pembuatan tanggul, kemudian tailingnya dimanfaatkan untuk campuran semen menjadi beton, kemudian sampah tidak langsungnya seperti ban haul truck bekas dimanfaatkan menjadi bendungan, minyak jelantah di area kota pertambangan dimanfaatkan menjadi bio-fuel. Sehingga dari hulu sampai ke hilir dipikirkan manfaat pengolahannya, walau ada yang luput dari pengolahan. hoho.
Dr. Aryo Prawoto Wibowo selaku akademisi menjelaskan setiap perusahaan harus menerapkan good mining practice berbasis lingkungan serta tidak ada usaha pertambangan yang tidak merusak lingkungan, “Mohon maaf, saya harus bilang bahwa semua pertambangan itu harus merusak lingkungan”.
Namun kita tidak boleh menutup mata sampai disitu saja, kita buka mata telinga dan pikiran setelahnya, usaha recovery dampak yang ada perlu dikawal untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya dan sesingkat-singkatnya (kalobisa).
Kemudian beliau melanjutkan,”Namun, setelah cadangan yang tersedia sudah dieksploitasi, penutupan areal bekas tambang harus benar-benar dilakukan dari reklamasi hingga pasca. Beberapa daerah bekas tambang di Kalimantan berubah menjadi hijau dan dapat dimanfaatkan sebagai taman wisata.
Ketika saya membayangkan, bila eksplorasi tambang mencapai klimaksnya, akan dibuka paket tour besar-besaran dengan biaya perjalanan yang tinggi dengan target pasar orang berduit via copper melintasi open pit tambang ,tak lupa sambil nge-vlog berucap “don’t be forget subscripe eaaaa” .
Tambang berjasa merubah kehidupan manusia primitif menjadi manusia yang modern. Peralatan makan, minum, mandi, dan lain sebagainya dibuat dari bahan-bahan yang diambil dari kegiatan pertambangan. Bayangkan bila tidak ada kabel tembaga, panci masak, sendok, gagang pintu dan tools-tools kehidupan lainnya.
Dari operasi pertambangan ,membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit mulai dari SDM pengambilan bahan mentah hingga bahan jadi sehingga dari hulu ke hilir memerlukan tenaga-tenaga masyarakat. Belum lagi dari hulu ke hilir tersebut pasti membutuhkan seperti pangan,papan sandang para SDM/karyawannya sehingga kontraktor yang mengakomodir hal tersebut dibutuhkan juga ,sehingga akan muncul perusahaan-perusahaan dalam hal tersebut baik perusahaan makanan,tenaga kerja,transportasi, energi, pengolahan sampah dan lain lain .
Selain dari ketenagakerjaan, PTFI (PT Freeeport Indonesia) juga menyumbang manfaat finansial langsung bagi Indonesia berupa pajak, royalti, dividen, bea, dll dengan total USD 16,1 Miliar (1992-2015) dan manfaat tak langsung berupa pembayaran gaji karyawan, pembelian invnetaris dalam negeri, pengembangan masyarakat, pembangunan daerah, dan investasi dalam negeri sebesar USD 32,5 miliar. Akumulasi hal tersebut ,PTFI menciptakan 238.000 kesempatan kerja: 128.000 kesempatan kerja di Papua dan 110.000 kesempatan kerja di luar Papua. Sungguh besar bukan, dari usaha pertambangan bisa menciptakan “dampak (impact)“ sebegitu besar untuk kehidupan (PT FI).
Setiap usaha pertambangan , juga menggerakkan motor ekonomi disekitarnya (umumnya Indonesia) seperti diatas. Yang dahulu hanya sebagai sumber daya hayati, hutan belantara, namun akan muncul pemukiman, tempat kehidupan kemudian akan menjadi sebuah kota tempat keluarga-keluarga mencari nafkah dan penghidupan .Maka muncul pelabuhan, bandara, terminal, taman, gedung olahraga, tempat l(h)iburan ,mall, dan tempat penghias primer sekunder kehidupan.
Selain itu, akan ada dana CSR yang menggambarkan tanggungjawab perusahaan bagi sekitar, sehingga masyarakat sekitar dapat terbantu dari dana hibah sehingga dengan mudah mempunyai modal tanpa dililit hutang. Dengan adanya perusahaan tambang ,ada secercah cahaya harapan masyaarkat daerah untuk maju dan berkembang melalui bantuan yang dihibahkan untuk pengembangan daerah yang lebih baik, terlihat gambar dibawah di suatu timeline fan pagesfacebook perusahaan tambang, pemuda mempitching suatu usahanya dalam pemberdayaan masyarakat (petani madu), sehingga community development akan tercapai.
Sayangnya artikel ini tak dapat memberi penjelasan lebih apalagi solusi taktis nan strategis atas semua problema kehidupan yang melanda nagari ini, hanya mampu memaparkan apa yang luput dan berterimakasih kepada alam yang kaya akan mineral serta materi non-underground bermanfaat lainnya, dari produk [LAGI] handphone yang dikantong , laptop didepan kita, piala lomba makan kerupuk tujuhbelasan, kabel listrik tipi, aspal hitam jalan, retsleting dibawah ,motor untuk ngebonceng si dia, panci emak tersayang .Sehingga apa yang kita dapat dari media massa atau media orang banyak lainnya haruslah pandai-pandai meng-otentifikasi ke-sahihah beritanya secara adil secara pikiran dan perbuatan. Akhirul kalam, bolehlah mengambil sabda pak Pram dalam bumi manusia nya .
“seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”
-Pramoeditya A Noer-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI