Eksistensi Pandemi Covid-19 berskala global yang menyelimuti hampir seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara; secara khusus Negara Indonesia memberikan berbagai macam dampak kasat mata, oleh serangan tak kasat mata ini. Pandemi yang menyebabkan terbatasnya relasi dan ruang gerak yang terjadi dalam kehidupan, kini telah merambat dalam ranah kehidupan politik; dalam hal ini berkaitan dengan rencana terselenggaranya pemilihan wakil rakyat melalui panggung Pilkada 2020 (Kompas, 7/9/2020).
Pesta Pilkada 2020 yang akan terselenggara di Indonesia ini menimbulkan permasalahan yang besar di tengah bahaya pandemi. Berbagai macam kampanye kepada ratusan rakyat yang dilakukan para calon pemimpin menunjukkan bahwa, kehidupan politik tidak membawa rakyat pada kesejahteraan melainkan potensi kematian. Sehingga berpengaruh bagi perkembangan politik masa depan Indonesia, berkaitan dengan kontradiksi kesejahteraan yang ingin dicapai antara kesejahteraan rakyat atau wakil rakyat.
Prioritas Tertinggi Politik
Negara Indonesia merupakan suatu negara kebangsaan yang berasaskan pada nilai persatuan atau unity. Di dalam kesatuan tersebut, tentu terdapat berbagai macam perbedaan suku, ras, dan bahkan agama. Hal ini bisa diamati melalui panorama kehidupan bangsa Indonesia masa kini yang kaya akan keberagaman dari Sabang sampai Merauke. Panorama ini membawa setiap orang pada suatu pemahaman akan proses yang menyebabkan terciptanya persatuan tersebut. Proses itu adalah pembentukan suatu negara. Pembentukan Negara Indonesia telah melewati dinamika kerumitan yang begitu besar demi menyusun dan membangun sebuah negara yang merdeka.
Beberapa syarat pembentukan suatu negara, salah satunya adalah kehadiran hukum berupa undang-undang menjadi pemantik utama terciptanya negara yang berkesatuan ini. Namun, perlu disadari bahwa suatu undang-undang yang berisi pedoman dan pandangan hidup seluruh rakyat, tidak akan pernah berada di depan rakyat; tanpa adanya sebuah pemegang dan perintis yang dengan semangat kebangsaan mau dan sadar untuk memimpin.
Kesadaran akan kehadiran pemimpin ini yang kemudian menjadi arah utama kehidupan suatu polis yang dihuni suatu rakyat. Sehingga, prioritas utama para pemimpin terletak pada kekuasaan yang dimilikinya demi kepentingan nasional. Menurut politikus Bismarck, kekuasaan selalu memiliki prioritas di atas hukum. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kekuasaan memegang peranan penting atas hukum, bukan hukum atas kekuasaan.
Orisinalitas kekuasaan nampak ketika seorang pemimpin mampu membangun kehidupan politik yang berlandaskan pada kepentingan umum. Hal ini menjadi pedoman wajib suatu pemimpin negara untuk menyadari akan eksistensi rakyat sebagai yang paling utama dalam pengolahan kekuasaanya; secara khusus Indonesia yang memegang prinsip utama demokrasi yang mengutamakan kesejahteraan rakyat di atas segalanya.
Prinsip Kekuasaan Demokrasi
Demokrasi yang berarti dimengerti sebagai kekuasaan rakyat menyatakan bahwa, kekuasaan dan rakyat adalah dua bagian yang tidak terpisahkan. Cita-cita demokrasi adalah diraihnya suatu kedaulatan utuh. Kedaulatan tersebut yang akan menstimulus perkembangan suatu negara. Akan tetapi, kedaulatan itu diharapkan tetap mengarah untuk ikut serta memeluk keanggotaan secara penuh. Namun, realita yang terjadi justru sebaliknya, berbagai tindakan ketidakadilan memenuhi panorama politik Indonesia.
Prinsip demokrasi lambat laun hadir sebagai suatu kata yang terselubung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia serta dihafalkan sebagai persyaratan suatu ujian, daripada sebagai suatu kata yang harus dihayati dalam kehidupan para pemimpin dalam dunia politik masa kini. Sebuah prinsip kekuasaan demokrasi yang tidak mempersoalkan kehidupan dasar manusia; agar dapat bertahan hidup, tidak akan mencapai suatu kesejahteraan. Prinsip politik semacam ini ini justru akan mengubah dimensi politik yang dikehendaki suatu negara sebagai sarana kesejahteraan rakyat menjadi sarana pencarian suara rakyat semata demi kepentingan individu.
Prinsip ini menuntut suatu tanggungjawab yang terukur antara hubungan rakyat dengan negara dan hubungannya dengan alam seperti yang tertuang secara umum dalam UUD 32 Tahun 2009, bahwa keharmonisan hubungan hidup memberi pengaruh yang besar bagi perkembangan suatu negara. Keharmonisan tersebut nampak dengan saling menghargai dan menjaga antara hubungan yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini, guncangan politik melalui Pilkada 2020 yang akan terselenggara di tengah pandemi, justru berpotensi menghancurkan keharmonisan yang terjadi.
Pilkada Bernuansa Pandemi
Realitas dunia zaman ini yang sebagian besar diselimuti pandemi menjadi sebuah masalah bagi perkembangan setiap negara. Hal ini dapat dirasakan dengan berbagai dinamika rutinitas di seluruh aspek yang terhambat karena merambatnya pandemi ini; secara khusus di Indonesia. Ganasnya pandemi yang kian hari menambah mangsanya adalah gambaran hausnya virus ini akan nyawa manusia. Dengan menyadari realita demikian, setiap negara telah berupaya memberikan berbagai macam protokol kesehatan untuk senantiasa menjaga jarak, mencuci tangan, dsb.
Berbagai macam protokol kesehatan tersebut merupakan suatu tanda, bahwa sampai saat ini pemerintah masih berupaya menemukan pemecahan untuk terciptanya obat para penderita pandemi ini. Alih-alih menciptakan obat, sampai dengan saat ini data penderita Covid-19 kian hari kian meningkat menjadi 200.035 dari 3.046 kasus (Covid19.go.id, 8 September 2020) Artinya, sejauh ini upaya negara melalui kekuasaan pemerintah hanya mampu memberikan sebuah tindakan pencegahan sampai ditemukannya obat yakni vaksin yang dapat menekan jumlah penderita pandemi Covid-19 ini.
Di tengah pencarian akan pengobatan ini, kehidupan di Indonesia dihebohkan dengan munculnya pencarian suara, melalui rencana pesta politik yakni Pilkada 2020. Apa yang dilakukan pemerintah, berhubungan dengan penyelenggaraan ini menimbulkan banyak kontroversi. Pesta Pilkada yang akan diselenggarakan pada 23 September 2020 di 270 daerah menghebohkan kehidupan politik di Indonesia. (Detik.com, Selasa 8 September 2020). Terselenggaranya beberapa kampanye, salah satunya pasangan calon Bupati Purbalingga, Jawa Tengah, yakni Sulhan Fauzi dan Zaini Makarim Supriyatno yang diadakan di depan ratusan pendukung menjadi tanda hilangnya ketaatan ranah kehidupan politik pada situasi akan wabah pandemi Covid-19 melalui para calon pemimpin ini.
Pesta yang akan diselenggarakan ini tidak hanya menjadi suatu moment untuk memungut suara melainkan nyawa rakyat Indonesia. Pilkada 2020 ini merupakan wujud ketidaktaatan para calon pemimpin di masa pandemi ini. Kekuasaan tidak lagi berpedoman pada kesejahteraan bersama, melainkan kesejahteraan individu. Di tengah situasi pergumulan pandemi ini, kehidupan politik melalui Pilkada 2020 lebih mengarah pada eksistensinya sebagai sumber pencarian suara yang menghilangkan nyawa, daripada suara yang menciptakan kesejahteraan melalui rasa tanggungjawab.
Menyongsong Akselerasi Politik di Tengah Pandemi
Hans Jonas dalam bukunya yang berjudul (The Imperative Of Responsibility, 1985) mengatakan “Dengan menunjuk pada bahaya yang mengancam keberlangsungan eksistensi spesies manusia, diperlukan sebuah tanggung jawab universal; mencakup negara, masyarakat, alam dan lingkungan.” Artinya, kekuasaan dalam diri para pemimpin senantiasa berada dalam suatu rasa tanggungjawab yang besar, terlebih di tengah bahaya pandemi saat ini yang mengancam kehidupan masa depan Indonesia.
Melalui persoalan pandemi yang kini menggeluti kehidupan negara Indonesia, perlahan memberikan suatu gambaran akan masa depan politik Indonesia. Dalam kaitannya dengan dunia politik di masa pandemi ini. Kekuasaan demokrasi yang dilandasi semangat tanggungjawab universal mampu memberikan ketahanan pada suatu negara; dalam menghadapi tantangan zaman berupa kesejahteraan rakyat; yang kian direnggut oleh pandemi.
Hal ini menjadi kesempatan bagi dunia politik untuk menunjukkan tajinya dengan memberikan suatu harapan akan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di tengah penderitaan yang dialami rakyat. Pengalaman rusaknya kredibilitas rakyat melalui maraknya kasus korupsi dan ketidakadilan dapat dibangun kembali, apabila dunia politik mampu membangun kekuasaan yang bertanggungjawab untuk menopang setiap kehidupan masyarakat di tengah pandemi ini.
Kehadiran pandemi menjadi pemantik bagi perkembangan politik Indonesia di masa yang akan datang. Kehadiran seorang pemimpin di suatu negara menjadi motor penting dalam membangun kemajuan dan kesejahteraan rakyat masa kini. Buah-buah pemikiran para pemimpin yang menyejahterakan rakyat di masa pandemi sangat diperlukan. Harapannya kemajuan zaman melalui teknologi menjadi cermin bagi kehidupan politik secara khusus di Indonesia, melalui panggung Pilkada 2020 yang dapat dilangsungkan secara digital mulai dari kampanye sampai pemilihan, demi mentaati protokol kesehatan rakyat.
Inovasi politik demikian sesungguhnya telah menjadi gagasan dasar Sang Proklamator, yakni Ir. Soekarno dalam substansi pidatonya, saat beliau mengatakan “Di dalam Indonesia yang merdeka, kita sehatkan dan sejahterahkan rakyat kita.” Semoga apa yang menjadi harapan beliau, terlaksana dalam diri para calon pemimpin yang akan terpilih di setiap daerah; dalam Pilkada 2020 bernuansa pandemi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H