Feeling and Rationality
'I think I'm kind of highly sensitive person'
Percakapan di ruang konseling saat itu dengan Makki, seorang dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Bandung.
Maki merasa dirinya memiliki sifat terlalu sensitif. Dalam hal ini sensitif bukan berarti mudah tersinggung, tapi lebih ke bisa merasakan apa yang orang lain rasakan, bisa 'membaca' orang, bahkan bisa mengetahui saat seseorang berbohong misalnya. Persoalannya terkadang ia menjadi seorang 'Energy Absorber' atau menyerap energi dari sekitarnya. Luckily kalau disekitarnya adalah energi positif (surrounding with positive energy), bayangkan kalau energinya negatif? Ada kelelahan tersendiri.
'Actually, I used to be that person too Mas'
Saya pernah menjadi sosok yang highly sensitive person. Menjadi seseorang yang sepertinya 'meng-absorb' energi disekitar, yang kadang menjadi pertanyaan 'is this a Gift or a Curse?' Karena menjadi seorang emphatic terkadang menyebabkan chaotic. Mengambil profesi sebagai psikolog dengan membawa highly sensitive person sebenarnya membawa keuntungan tersendiri, karena read people menjadi jauh lebih mudah. Hanya saja itu, sometimes it could be chaotic jika tidak dikelola.
'Saya punya dua saran rasional jika Mas Makki mau'
'Silakan Pak, Saya butuh saran Pak Adri'
'Saran pertama saya adalah kelola ekspektasi'
Sebuah saran yang sangat sederhana dan rasional. Ekspektasi dapat berubah menjadi sebuah attachment, yang membuat kita 'terikat' kepadanya. Salah satu bahaya-nya ekspektasi adalah itu.
 'Dalam hal apapun, buat skor untuk ekspektasi Mas, dari angka 1 sampai 10, mana skor yang paling terasa pas di hati'.