Mohon tunggu...
Pendidikan

Bank Indonesia sebagai Mediator Isu Utang Indonesia

14 Maret 2019   08:46 Diperbarui: 14 Maret 2019   09:01 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Dunia. Berdasarkan Luas wilayah yang dimiliki, Indonesia menempati urutan ke 14 dengan luas wilayah terbesar di dunia. Indonesia dikelilingi oleh 5 pulau besar dan ribuan pulau kecil yang terbentang dari sabang sampai merauke. 

Dengan 250 juta penduduk, 1.340 suku bangsa dan 300 kelompok etnik yang beragam menjadi figur yang menjadi faktor utama dalam menentukan kemajuan negara Indonesia. Kekayaan alam melimpah yang dimiliki Indonesia menjadi andalan untuk meningkatkan perekonomian. 

Akan tetapi, ketika suatu negara hanya mengadalkan sumber daya alam dalam meningkatkan perekonomian negara tanpa dibarengi dengan soft skill pada sumber daya manusia yang ada di Indonesia, maka keadaan ekonomi negara tersebut akan perlahan menurun. 

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, merupakan negara yang bergerak pada hasil pertambangan,pertanian, perkebunan dan perikanan. Indonesia juga bergerak pada sektor Industri dan teknologi.

Hingga saat ini kualitas Industri terkhusus pada sektor teknologi Indonesia,belum mampu bersaing dengan negara lain. Pada sektor pertambangan terkhususnya pada tambang minyak bumi, hingga saat ini sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indoensia belum mampu untuk mengolah minyak mentah menjadi bahan bakar minyak. 

Indonesia dalam pengolahan minyak mentah kerap kali melakukan ekspor keluar negeri untuk diolah dan membeli kembali dalam bentuk bahan bakar minyak seperti premium, pertalite dan lainnya. 

Ketidakmampuan sumber daya manusia Indonesia membuat negara Indonesia Stagnan pada negara berkembang. Keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia membuka peluang warga negara asing untuk masuk dan bekerja di Indonesia.

Keterbatasan Sumber daya manusia juga menyebabkan besarnya biaya dalam membangun suatu infrastruktur diIndonesia. Sehingga, ketika Indonesia kekurangan modal dalam pembangunan infrastruktur, maka Indonesia akan melakukan pinjaman luar negeri (utang). 

Berdasarkan data yang dikeluarkan, posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal IV-2018 tercatat US$376,8 miliar atau sekitar Rp5.275 triliun(kurs Rp14.000/dolar AS). 

Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$186,2 miliar, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar US$190,6 miliar. Adapun faktor penyebab meningkatnaya atau menurunnya utang luar negeri Indonesia secara umum yaitu karena adanya defisit transaksi berjalan. 

Defisit transaksi berjalan adalah perbandingan antara jumlah pembayaran yang diterima dari luar negeri dan jumlah pembayaran ke luar negeri. Kedua, disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan investasi. 

Investasi adalah penanaman modal untuk salah satu atau lebih aktiva yang dimiliki dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.

Pada tahun 2011, jumlah dana tabungan Rp12,84 trilliun sementara kebutuhan investasi Rp2.458,6 triliun. Hal ini tentu akan mendorong meningkatnya jumlah peminjaman luar negeri. Ketiga, disebabkan karena meningkatnya inflasi. Laju inflasi mempengaruhi tigkat suku bunga, karena ekpektasi inflasi merupakan komponen suku bunga nominal. 

Inflasi menyebabkan Bank Indonesia memangkas suku bunga. Dengan rendahnya suku bunga maka akan berpengaruh kepada minat investor untuk berinvestasi di Indonesia sehingga pemerintah harus melakukan pinjaman luar negeri untuk memenuhi kebutuhan belanja negara. 

Adapun dampak negatif apabila utang luar negeri yang dilakukan oleh Indonesia tidak terkendali dan tanpa pengawasan yaitu menimbulkan masalah perekonomian seperti inflasi,pelemahan terhadap nilai rupiah,dan sebagainya.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Aida S Budiman menyatakan jika utang luar negeri Indonesia masih dalam batasan yang aman. 

Beberapa indikator yang menjadi landasan BI untuk menyatakan posisi utang luar negeri Indonesia dalam kategori aman antara lain indikator posisi utang luar negeri jangka pendek terhadap total posisi utang luar negeri yang mengalami perbaikan di triwulan sebelumnya,sehingga pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk melakukan utang luar negeri harus mendapatkan persetujuan dari bank Indonesia. 

Akan tetapi, stigma yang muncul didalam cakrawala berfikir masyarakat ketika mendengar kata utang mengandung konotasi negatif. Muncul sebuah ketakutan masyarakat ketika membahas utang. 

Masyarakat menilai meningkatnya utang luar negeri Indonesia merupakan kegagalan pemerintah dalam memimpin negara. Hal ini dimanfaatkan oleh kelompok orang melalui kondisi utang hari ini untuk kepentingan politik demi meraup elektabilitas semata. 

Sementara itu, sejatinya utang luar negeri dilakukan untuk melakukan pemerataan infrastruktur di Indonesia demi kesejahteraan masyarakat. Efek domino yang muncul melalui adanya pemerataan pembangunan infrastruktur yaitu untuk menekan angka inflasi di daerah. 

Pembangunan Infrastruktrur di Papua mampu menekan angka inflasi di Papua. Melalui pembangunan jalan tol, juga mampu memangkas biaya pengangkutan barang sehingga barang yang beredar dipasar akan lebih terjangkau. 

Oleh sebab itulah,Bank Indonesia sebagai bank sentral seharusnya menjadi pihak ketiga untuk selalu mengupdate keadaan ekonomi Indonesia, dan selalu memberikan Informasi mengenai masih aman atau tidaknya utang luar negeri saat ini. 

Bank Indonesia juga bisa melakukan sosialisasi melaui komunitas Generasi Baru Indonesia (GenBI) untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara langsung terkait keadaan utang Indonesia. 

Hal ini berfungsi untuk mengatasi ketakutan masyarakat Indonesia terkait utang dan sebagai bentuk klarifikasi terhadap isu yang beredar dimasyarakat sehingga keraguan dan stigma yang ada dalam masyarakat dapat diselesaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun