Leo mengambil langkah-langkah lambat menjauhi Celine, setiap langkah seperti menusuk hatinya dengan pahitnya kenyataan, bahwa Leo harus pergi demi mengejar impiannya semasa kecil.
Sedangkan Celine, ia hanya terdiam di tempatnya, air mata yang tak henti mengalir, menciptakan jejak basah di pipinya yang memerah. Kini hatinya terasa hampa, terombang-ambing di antara secercah cinta yang masih ada untuk Leo dan komitmen yang dia punya pada kekasihnya.
Pada malam yang semakin menggelap di Kota Edinburgh, Leo duduk sendirian dalam  kamarnya yang sunyi. Kesunyian itu terasa begitu dalam. Matanya terpaku pada luar jendela, mencoba mencari bintang-bintang yang selalu ia pandang setiap malam tanpa mendung sebagai obat penenang pikirannya.
Sementara itu, Celine. Dalam keheningan kamar kecil apartemennya, ia merasa seperti terombang-ambing di lautan yang gelap dan tak berujung. Kabar yang disampaikan oleh teman ceweknya semasa kecil telah menjatuhkannya ke dalam jurang kesedihan yang dalam, kabar bahwa kekasihnya telah memutuskan untuk menikah dengan wanita pilihan orang tuanya, dan meninggalkan Celine tanpa ucapan perpisahan.
Celine duduk di pinggir tempat tidurnya dengan ponsel yang tergenggam erat di tangan kanannya, matanya menatap kosong layar ponsel yang tidak memperlihatkan apa pun.
Berbulan-bulan berlalu tanpa adanya kabar dari Leo. Kini Celine berusaha menjalani kehidupannya sebagaimana mestinya, namun di setiap langkahnya ketika melintasi Royal Botanic Garden, kilasan pertemuan terakhirnya dengan Leo terus menghantui benaknya. Celine merindukan Leo dengan segenap jiwa dan raganya, tetapi Celine juga tahu bahwa ia harus membiarkan Leo pergi mengejar impiannya. Celine yakin bahwa Leo suatu hari nanti akan kembali ketika sukses mengejar impiannya menjadi komikus terkenal.
***
Satu tahun telah berlalu. Kini Leo telah sukses mengejar impiannya, dan beberapa karyanya yang bergenre horor dikenal hingga ke seluruh Benua Eropa, penjualannya mencapai angka yang fantastis. Mendengar kabar itu Celine pun langsung menghubunginya, lalu mengucapkan selamat atas keberhasilan Leo menggapai impiannya menjadi komikus terkenal, Â dan Celine selalu membeli beberapa karyanya, ketika Leo merilis karya baru. Mendengar itu, Leo sangat berterima kasih padanya.
Dalam suatu malam yang mendung dan sunyi, Leo duduk melamun sendirian sembari menyeruput kopi susu di sebuah kedai kopi di Kota Manchester, Inggris. Ponsel Leo tiba-tiba bergetar, menyadarkannya dari lamunan. Tangannya gemetar, Leo menghidupkan ponselnya, dan ketika nama Celine muncul di layar ponselnya, serasa waktu berhenti sejenak baginya. Tanpa berlama-lama lagi, Leo langsung mengangkat panggilan dari Celine. Tut!
"Ce-Celine, halo? Kenapa kamu meneleponku lagi?" tanya Leo, suaranya terdengar serak.