Mohon tunggu...
Kevin Chandra
Kevin Chandra Mohon Tunggu... -

Manajemen Unpar 2011

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Katanya Surplus Beras, tapi Kok Malah Impor?

13 Januari 2018   14:46 Diperbarui: 14 Januari 2018   09:25 2174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih parah lagi, Mentan bahkan 'menjual' nama Presiden Joko Widodo untuk menutupi alasan impor 500 ribu ton beras. Menurutnya menunjukkan bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, begitu mencintai rakyat.

Padahal, sudah jelas kedaulatan pangan sebagai salah satu program prioritas dalam Nawacita, sudah gagal tercapai. Presiden menargetkan swasembada sejumlah komoditas pangan strategis seperti padi, jagung, kedelai, dan gula bisa terlaksana dalam tiga tahun.

Selain itu, sejak 2012 sudah dibentuk strategi untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini, yakni disahkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan). UU tersebut telah mengamanatkan pemerintah untuk membentuk Badan Pangan Nasional selambat-lambatnya 3 tahun setelah UU Pangan disahkan, atau 17 November 2015.

Meski sudah melewati batas waktu tersebut, Badan Pangan Nasional belum juga dibentuk. Janji pemerintah -untuk membentuk badan pangan nasional- sudah mangkrak selama 2 tahun.

Harusnya pembentukan badan khusus itu dinilai dapat menyelesaikan persoalan komoditas pangan yang sedang ramai dibicarakan. Badan ini seharusnya sudah terbentuk pada Oktober 2015. Pemerintah sudah berutang pada undang-undang selama dua tahun.

Jika memang kondisi di lapangan surplus atau minus sekalipun, ya katakan saja demikian, kenapa takut? Toh masyarakat bisa mengetahui apa penyebabnya, dan masalah ini bisa didorong utnuk dicari penyelesaiannya. 

Jangan hanya karena sebentar lagi musim Pilkada dan Pilpres, pemerintah takut umumkan kenaikan harga, atau kegagalan atas program-programnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun