Mohon tunggu...
Kevin ChristiantoHantoro
Kevin ChristiantoHantoro Mohon Tunggu... Dokter - Hello

Only a HighSchool Student

Selanjutnya

Tutup

Nature

Benarkah Kultur Jaringan Berdampak Baik bagi Lingkungan?

21 September 2019   15:57 Diperbarui: 21 September 2019   16:02 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Benarkah Kultur Jaringan Berdampak Baik Bagi Lingkungan?

Halo! Pasti kalian membaca artikel ini karena penasaran dengan judul artikel ini. Pada artikel pertama saya ini, saya akan membahas serta menjawab pertanyaan yang sekiranya sering ditanyakan apabila kita sedang membahas mengenai kultur jaringan. Di artikel pertama saya ini, saya akan membahas mengenai pengembangan gen plasma nutfah dari Negara lain supaya dapat dikembangkan di negaranya sendiri. Apa kita harus setuju mengenai tema ini, atau justru menentangnya? Yuk baca artikel ini sampai selesai untuk mendalami tema kali ini.

Seperti yang kita ketahui, jaman terus menerus berkembang dan kini, seluruh dunia sudah berada di jaman yang modern. Jaman modern yang saya maksud mempunyai artian bahwa teknologi sudah menjadi satu kesatuan dengan kehidupan kita sehari-hari. Hal-hal yang sulit kini menjadi mudahh dengan adanya bantuan dari kemajuan teknologi. Salah satu bentuk dari kemajuan teknologi ini adalah teknologi pengembangbiakkan tanaman yang dilakukan secara vegetatif. Teknologi ini biasa lebih dikenal dengan sebutan kultur jaringan.

Mungkin beberapa dari kalian masih kurang  familiar dengan kultur jaringan. Maka saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa sih yang dimaksud dengan kultur jaringan. Kultur jaringan dalam bahasa asing bisa juga disebut dengan tissue culture. Kultur dapat diartikan sebagai budidaya sedangkan jaringan mempunyai artian sebagai sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kultur jaringan memiliki artian yaitu membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Suryowinoto (1991).

Kultur jaringan atau tissue culture ini merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan ini menggunakan berbagai macam cara seperti dengan mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, juga bisa dilakukan dengan cara menumbuhkan bagian-bagian tersebut di dalam media buatan secara aseptik yang kaya akan nutrisi dan zat pengatur tumbuh yang berada di dalam wadah tertutup yang tembus cahaya. Hal ini dilakukan supaya bagian tanaman dapat berkembang biak tanaman lengkap. Jadi, kita dapat menyimpulkan bila prinsip utama dari teknik kultur jaringan itu sendiri adalah untuk memperbanyak tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman dengan bantuan media buatan yang dilakukan di tempat yang sudah disterilkan.

Teknologi kultur jaringan ini dapat meningkatkan efektivitas serta efisiensi sumber-sumberr hayati khususnya pada tanaman. Mengapa demikian? Karena kultur jaringan mempunyai keunggulan yakni bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan akan mempunyai sifat yang seragam serta identic dengan induknya. Selain itu, kultur jaringan dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar tanpa membutuhkan tempat yang luas dalam jangka waktu yang singkat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional. Kesehatan dan mutu bibit yang dihasilkan pun lebih terjamin dan penggandaan yang dilakukan tidak tergantung pada musim, sehingga bisa dilakukan kapan saja.

Dalam pengembangan kultur jaringan itu sendiri, kita dapat membedakannya menjadi beberapa golongan berdasarkan bahan-bahan tanaman yang kita gunakan yaitu yang pertama adalah kultur embrio yakni isolasi dan pertumbuhan aseptik embrio zigotik matur maupun immatur yang bertujuan untuk mendapatkan tanaman-tanaman yang viabel. Kedua, kultur endosperm adalah kultur yang menginduksi endosperma agar membentuk kalus, yang kemudian akan dilanjutkan dengan diferensiasi yang dapat memacu terbentuknya tunas dan akar. Yang ketiga disebut sebagai kultur ovari, dimana kegiatan ini akan menghasilkan tanaman haploid dengan cara mengatasi aborsi embrio hibrida pada tahap perkembangan awal yang disebabkan oleh inkompatibilitas. Dan yang terakhir adalah kultur protoplas yang merupakan isolasi steril protoplas (sel-sel muda yang dinding selnya lepas dengan bantuan enzim.)

Setelah kita mengenal tentang kultur jaringan secara garis besarnya, kita akan mulai mengkritisi fenomena yang akhir-akhir ini terjadi pada jaman ini. Seperti yang kita ketahui, negara-negara maju di seluruh dunia sedang mengembangkan teknologi kultur jaringan ini untuk mengambil gen plasma nutfah dari negara lain untuk dikembangkan di negaranya sendiri. Apakah saya setuju mengenai hal ini? Terutama ketika negara kita sendiri yang menjadi salah satu negara yang dimanfaatkan oleh negara lain? Tentu saja saya tidak setuju mengenai hal ini.

Mengapa saya tidak setuju dengan kasus ini? Satu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulai yang masing-masing mempunyai kekhasan serta kekayaan varietas tanamannya masing-masing. Sampai saat ini, Indonesia sudah teridentifikasi memiliki setidaknya 101 varietas tanaman asli yang bahkan sudah diakui di seluruh dunia. Tanaman-tanaman ini dapat diklasifikasikan kembali menjadi tujuh yaitu kenanga (Cananga odorata)), bengkuang (Pachyrhizus erosus)), tanaman bat (mengkudu (Morinda citrifolia), salak (Salacca salacca)), karet (Hevea brasiliensis)), tanaman hias (Edelweis Jawa (Anaphalis javanica), tumbuhan rempah (cengkeh (Syzygium aromaticum), sirih (Piper betle)), tanaman buah (rambutan (Nephelium lappaceum), tanaman keras (jati (Tectona grandis), kencur (Kaempferia galanga)) tanaman umbi dan ramping (jahe (Zingiber officinale), dan tumbuhan lainnya seperti (padi (Oryza sativa), dan juga jagung (Zea mays)). Hal ini dapat membuktikan bahwa Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat beragam dan patut kita lestarikan.

Yang kedua, Indonesia masih merupakan salah satu negara berkembang. Dapat diartikan bahwa Indonesia masih memiliki pendapatan yang rata-ratanya rendah, belum mempunyai perkembangan IPTEK yang maju seperti Jepang, Amerika, dan negara-negara maju lainnya. Hal ini tentu sangat berdampak bagi negara berkembang seperti Indonesia. Mengapa? Karena hal ini menandakan bahwa Indonesia masih belum mampu mengembangkan maupun melestarikan kekayaan alamnya dengan maksimal.
Dan yang terakhir, dampak yang dihasilkan dari pengambilan gen plasma nuftah oleh negara-negara maju. Dampak ini berkaitan erat dengan terganggunya keseimbangan ekosistem pada lingkungan hidup yang juga dapat berujung ke perusakan ekosistem itu sendiri. Tidak hanya itu saja, ada juga dampak-dampak tidak langsung. Dampak-dampak tidak langsung yang dapat kita lihat adalah pelanggaran batas wilayah suatu negara.

Berdasarkan keempat perspektif yang sudah saya sebutkan di atas, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa negara-negara maju tidak sepantasnya mengambil gen plasma nutfah milik negara-negara yang sedang berkembang. Seharusnya negara-negara maju membantu negara-negara berkembang memanfaatkan dan mengembangkan IPTEK mereka supaya negara-negara tersebut bisa melakukan teknologi kultur jaringan di negaranya sendiri. Mungkin kedengarannya asing. Mengapa mereka harus membantu kita jika mereka bisa mengambil keuntungan untuk mereka sendiri? Selain hal ini dapat meningkatkan hubungan antar negara, negara-negara maju seharusnya juga menghargai kekayaan alam negara lain. Mereka juga tidak berhak mengambil gen plasma nutfah itu untuk kepentingan mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun