Mohon tunggu...
Kevin Arga Tobing
Kevin Arga Tobing Mohon Tunggu... Lainnya - Masyarakat

* Membaca dan menulis * Tertarik pada hukum internasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ancaman terhadap Kedaulatan dan Hak Berdaulat Indonesia di Laut China Selatan

17 Mei 2024   18:44 Diperbarui: 31 Mei 2024   17:42 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2. Peta Natuna, sumber: https://setkab.go.id/en/on-natuna-waters-conflict-president-jokowi-we-will-prioritize-peaceful-diplomacy/

A. KLAIM WILAYAH PERAIRAN ATAU MENGUASAI SUMBER DAYA?

Klaim Nine-Dash Line oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada wilayah Laut China Selatan (LCS) secara tidak langsung adalah klaim sumber daya hayati maupun non-hayati, dilihat dari sikap-sikap RRT terhadap atau di wilayah yang tumpang tindih dengan ZEE serta LK negara-negara pantai. Antara lain:

  • Pada Tahun 1992 RRT memberlakukan peraturan perundang-undangan tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan, pada Article 2 tertulis kedaulatan hingga melampaui batas yang ditentukan oleh UNCLOS yang berbunyi, “The territorial sea of the Peoples Republic of China is the sea belt adjacent to the land territory and the internal waters of the Peoples Republic of China. The land territory of the Peoples Republic of China includes the mainland of the Peoples Republic of China and its coastal islands; Taiwan and all islands appertaining thereto including the Diaoyu Islands; the Penghu Islands; the Dongsha Islands; the Xisha Islands; the Zhongsha Islands and the Nansha Islands; as well as all the other islands belonging to the Peoples Republic of China. The waters on the landward side of the baselines of the territorial sea of the Peoples Republic of China constitute the internal waters of the Peoples Republic of China”;
  • Pada Tahun 1996, RRT mendeklarasikan kedaulatannya tetap berjalan pada wilayah yang termasuk dalam Article 2 of the Law of the Peoples Republic of China on the Territorial Sea and Contiguous Zone 1992;
  • Pada Tahun 2009, militer RRT mengusir kapal-kapal asing yang ingin mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya di wilayah Nine-Dash Line;
  • Pada Tahun 2009, RRT pernah mencoba mendepositkan peta Nine-Dash Line yang dibuat pada Tahun 2009 kepada Sekjen PBB, tetapi ditolak sebab mendapatkan protes dari Viet Nam, Malaysia, Indonesia dan Filipina, lihat Paragraph 341 Award of PCA Case No. 19-2013; 
  • RRT pernah mendeklarasikan Summer Ban on Marine Fishing in the South China Sea Maritime Space pada Tahun 2012, lihat Paragraph 764 Award of PCA Case No. 19-2013;
  • Pengabaian terhadap Putusan atas Sengketa Penfasiran dan Penerapan UNCLOS antara Filipina dan RRT dan tetap melaksanakan klaim Nine-Dash Line;
  • Pada Tahun 2018, pembangunan fasilitas dan penempatan militer pada Fiery Cross Reef, Subi Reef, Mischief Reef oleh RRT;
  • Pada Tahun 2021, kapal-kapal patroli RRT menghalangi nelayan-nelayan Filipina untuk menangkap ikan di wilayah ZEE yurisdiksi Filipina; 
  • Pada Tahun 2022, pengembangan fasilitas militer pada pulau buatan di Mischief Reef oleh RRT;
  • Bulan April 2022, CCG membuntuti kapal Filipina yang sedang melakukan peninjauan seismik di ZEE serta LK Filipina hingga menyebabkan personal Filipina serta-merta menghentikan kegiatan eksplorasi minyak dan gas yang berada di LCS;

B. STATUS KAPAL CCG DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN STATUS PENGAWASAN ZEE SERTA LK OLEH RRT PADA WILAYAH PERAIRAN NINE-DASH LINE

Pada Januari 2020, BAKAMLA mengenali kapal-kapal CCG memasuki ZEE Indonesia dan mengupayakan pengusiran. Kemunculan kapal patroli CCG 5901, pada 30 Desember 2022, dari sudut pandang politik mendemonstrasikan RRT sebagai negara adidaya mampu menguasai LCS. Kehadiran kapal CCG menimbulkan pertanyaan-pertanyaan seperti apa tujuan kehadiran dan status kapal CCG. Status kapal CCG adalah warships pemerintah RRT; menikmati kekebalan-kekebalan (immunities) terhadap peraturan nasional negara pantai lain, meskipun kapal CCG bertindak tidak sesuai dengan peraturan nasional di wilayah perairan negara pantai yang bersangkutan; tunduk kepada peraturan nasional RRT (Article 96 UNCLOS); dapat melakukan hot-pursuit sebagaimana dimaksud Article 111 Paragraph 5 UNCLOS; dioperasikan untuk keperluan pemerintah RRT dan mengawasi tindakan kapal-kapal asing yang berada pada batas wilayah perairan yang sesuai dengan UNCLOS ataupun Nine-Dash Line yang diklaim oleh RRT; government ships for non-commercial purposes (Article 96 UNCLOS untuk wilayah ZEE dan Laut Lepas (berlaku mutatis mutandis karena Article 58 Paragraph 2 UNCLOS) dan Article 32 jo. Article 30 dan 31 UNCLOS untuk wilayah Laut Teritorial).

Mengutip ILC Report Tahun 1956, pengawasan wilayah perairan oleh negara pantai merupakan hal lazim dilakukan supaya memantau tindakan pembajakan (piracy) dan melindungi serta mengontrol hal-hal yang berhubungan dengan perikanan. Pengawasan ZEE serta LK oleh negara pantai yang memiliki yurisdiksi dan hak eksklusif menggunakan kapal laut ataupun kapal terbang negara pantai yang bersangkutan dengan melintasi wilayah perairan dan dibenarkan oleh Article 73 UNCLOS (pengawasan sumber daya hayati) dan Article 77 UNCLOS (pengawasan sumber daya non-hayati) agar melindungi kekayaan alam yang secara eksklusif diperuntukkan negara pantai oleh hukum internasional. Namun pada wilayah LCS, apakah RRT berhak melakukan pengawasan pada wilayah perairan yang diklaim dengan Nine-Dash Line serta tumpang tindih dengan ZEE serta LK negara-negara di wilayah LCS?

Setiap pihak UNCLOS menjalankan setiap kewajiban berlandaskan prinsip iktikad baik dan menikmati/menggunakan hak-hak dengan tidak menyalahgunakannya (abuse of rights) Article 300 UNCLOS. Abuse of rights dalam perjanjian internasional ialah ketika salah satu pihak (negara) menikmati hak-hak yang dimilikinya menyebabkan terhalangnya negara lain menikmati hak-hak yang termuat dalam perjanjian, atau ketika salah satu negara menikmati hak-hak yang menjadi kepunyaannya dalam suatu perjanjian internasional tetapi diterapkan secara berbeda, sehingga menyebabkan kerugian pada pihak (negara) lain. Sejak dikeluarkannya Putusan PCA atas sengketa antara Filipina dan RRT mengenai penafsiran atau penerapan UNCLOS, PCA Case No. 19-2013 IN THE MATTER OF THE SOUTH CHINA SEA ARBITRATION, PCA menyatakan klaim RRT atas wilayah perairan LCS beserta hak-hak pada setiap zona/wilayah perairan tidak boleh melamapui apa yang telah ditentukan oleh UNCLOS, dan klaim RRT (historic rights) yang berkaitan dengan hak berdaulat atau yurisdiksi lainnya sehubungan diklaim oleh Nine-Dash Line bertentangan dengan UNCLOS serta tidak memiliki pengaruh hukum jika melebihi batas geografis dan substantif hak maritim RRT berdasarkan UNCLOS.

Tindakan pengawasan klaim Nine-Dash Line oleh RRT dengan berkeliarannya kapal-kapal China Coast Guard (CCG) di wilayah Nine-Dash Line yang diklaim oleh RRT tumpang tindih dengan ZEE serta LK negara-negara pantai di wilayah LCS termasuk perbuatan menyalahgunakan hak-hak (abuse of rights) dengan pemikiran bahwa RRT menikmati hak-hak serta kebebasan sebagai negara pantai tetapi melampaui apa yang disebutkan oleh UNCLOS dan argumen bahwa RRT melakukan pengawasan pada wilayah/zona perairan yang bukan merupakan yurisdiksi RRT. Selain itu, perbuatan abuse of rights yang dilakukan oleh RRT dengan pemikiran RRT menikmati hak-hak serta kebebasan sebagai negara pantai tetapi menghalangi negara pantai lain menikmati hak-hak yang termuat dalam UNCLOS, seperti kapal-kapal CCG melintasi wilayah ZEE negara pantai di wilayah LCS sambil mengganggu atau bahkan menghalangi negara-negara pantai lain untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi di wilayah ZEE yang menjadi yurisdiksinya. Kapal CCG saat menikmati freedom of navigation di ZEE negara pantai, bersandarkan Article 58 Paragraph 3 UNCLOS, wajib melaksanakan prinsip due regard dan menaati peraturan perundang-undangan negara pantai yang memiliki yurisdiksi terhadap wilayah ZEE yang dilewati oleh kapal CCG.

C. POTENSI ANCAMAN TERHADAP KEDAULATAN DAN HAK BERDAULAT INDONESIA DISEBABKAN PERSELISIHAN ANTARA KLAIM NINE-DASH LINE OLEH RRT DAN LAUT NATUNA YURISDIKSI INDONESIA

Wilayah LCS yang diklaim oleh RRT dengan Nine-Dash Line adalah ZEE serta LK negara-negara pantai, maka tampak tujuan klaim RRT adalah untuk menguasai sumber daya alam yurisdiksi negara-negara pantai, sehingga berpotensi terjadinya gangguan kepentingan ekonomi pada ZEE serta LK yang menjadi yurisdiksi dan hak eksklusif negara pantai yang bersangkutan. Potensi ancaman terhadap hak berdaulat dan hak eksklusif Indonesia di wilayah perairan LCS adalah terganggu atau bahkan tidak dapat terlaksananya hak berdaulat dan hak ekslusif Indonesia di wilayah sekitar perairan Natuna di ZEE dan LK, karena pengawasan pada wilayah Nine-Dash Line oleh CCG.

Sedangkan potensi ancaman terhadap kedaulatan Indonesia ialah dikhawatirkan RRT melakukan pembangunan pulau buatan serta pengembangan fasilitas militer pada pulau tersebut, seperti di Mischief Reef, sehingga dikhawatirkan RRT dapat mengancam kedaulatan utuh (Territorial integrity) Indonesia dengan menggunakan militer beserta fasilitasnya. Selain itu, dikhawatirkan RRT memiliki kontrol penuh terhadap wilayah perairan LCS yang dapat mengganggu dan menghalangi hak berdaulat dan hak eksklusif Indonesia dan negara-negara pantai,serta kebebasan negara-negara lain. Situasi di atas dapat terjadi jika RRT tidak ditindak tegas oleh Indonesia bersama dengan negara-negara pantai di wilayah LCS karena melaksanakan pengawasan; jika terjadinya perselisihan antara paham dan pandangan RRT atas LCS dengan klaim Nine-Dash Line dengan Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki yurisdiksi dan hak eksklusif atas wilayah perairan yang diklaim oleh RRT.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mereda potensi ancaman kedaulatan dan hak berdaulat oleh Indonesia ialah Pertama, Indonesia segera memaksimalkan pemanfaatan yurisdiksi atas ZEE yang diklaim oleh RRT, memaksimalkan pemanfaatan hak eksklusif, mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya di wilayah yurisdiksi Indonesia secara maksimal. Sebagai contoh, Indonesia bekerja sama dengan Exxon perihal eksplorasi minyak dan gas, di LK Indonesia, yang ditandatangani oleh Presiden Suharto. Eksplorasi minyak dan gas ini tidak mengikutsertakan negara-negara tetangga Indonesia di wilayah LCS, tetapi jika dilihat dari sudut pandang UNCLOS, Indonesia menikmati hak berdaulatnya sehingga menegaskan adanya yurisdiksi di ZEE sejauh eksplorasi dilakukan; Ke-dua, Indonesia mendorong pembuatan kerja sama antar negara-negara di wilayah LCS perihal pemanfaatan sumber daya sebagai bentuk penegasan yurisdiksi ZEE dan LK terhadap klaim Nine-Dash Line; Ke-tiga, Indonesia dapat mengusulkan pembuatan kerja dengan negara-negara di wilayah LCS sama perihal pengawasan dan penegakan aturan UNCLOS serta peraturan-peraturan nasional negara-negara pantai.  

D. DORONGAN KERJA SAMA PEMANFAATAN SUMBER DAYA ANTAR NEGARA-NEGARA DI WILAYAH LAUT CHINA SELATAN SEBAGAI BENTUK PENEGASAN TERHADAP YURISDIKSI ZEE NEGARA-NEGARA PANTAI YANG TUMPANG TINDIH DENGAN NINE-DASH LINE

Indonesia, Malaysia, Filipina dan negara lain seyogianya bekerja sama untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya hayati dan non-hayati supaya melegitimasi yurisdiksi dan hak eksklusif yang dimiliki negara-negara pantai pada wilayah ZEE serta LK terhadap klaim Nine-Dash Line oleh RRT, dengan mengikuti aturan Article 62 Paragraph 2 dan 3 UNCLOS untuk sumber daya alam hayati dan Article 77 Paragraph 2 UNCLOS untuk sumber daya non-hayati. Kerja sama eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dapat memberikan manfaat seperti: 

  • Mempersempit ruang gerak kapal-kapal RRT mengawasi wilayah perairan yang diklaim berdasarkan Nine-Dash Line;
  • Memperketat keamanan maritim negara-negara di wilayah LCS dengan membuat perjanjian internasional perihal kerja sama penegakan aturan UNCLOS serta peraturan nasional negara-negara di wilayah LCS; 
  • Memperkuat hubungan bilateral atau regional antar negara di wilayah LCS;
  • Mencegah terjadinya tindakan sepihak pada wilayah perairan yang merugikan atau menghalangi hak negara pantai lain;
  • Mengatasi ancaman dari luar terhadap kedaulatan negara-negara pantai maupun hak berdaulat dengan cepat tanggap;
  • Dapat melakukan pengawasan atas sumber daya alam secara maksimal;
  • Dapat melakukan pengawasan terhadap pencemaran lingkungan laut;

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa prasyarat untuk melakukan kerja sama eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam harus dilandasi dengan pemeliharaan hubungan baik, dan penegasan batas luar ZEE serta LK yang menjadi yurisdiksi dan hak eksklusif negara pantai. Pembuatan perjanjian internasional mengenai kerja sama eksplorasi sumber daya alam, harus didukung dengan pembuatan perjanjian internasional mengenai kerja sama keamanan maritim oleh negara-negara pantai di wilayah LCS.

Apabila negara-negara pantai di LCS ingin bekerja sama dengan RRT berkenaan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, harus memerhatikan preseden pada Kasus “The China-Viet Nam Oil Rig” di wilayah sekitar Kepulauan Paracel (Paracel Islands) yang mengalami kebuntuhan. RRT tetap menyalahgunakan hak-hak dalam UNCLOS dengan menyatakan lokasi pengeboran minyak berada pada Zona Tambahan (Contiguous Zone) dari Xisha Islands yang dikuasai oleh RRT, tepatnya pada batas laut teritorial Xisha Islands dan 17 mil laut dari Zhongjian Island di Xisha Islands. Sedangkan Viet Nam menyatakan lokasi pengeboran minyak berada pada ZEE serta LK yurisdiksi Viet Nam.

E. PEMBUATAN KERJA SAMA PENGAWASAN DAN PENEGAKAN ATURAN UNCLOS SERTA PERATURAN NASIONAL NEGARA-NEGARA DI WILAYAH LAUT CHINA SELATAN TERHADAP TUMPANG TINDIH KLAIM NINE-DASH LINE DENGAN ZEE YURISDIKSI NEGARA-NEGARA PANTAI

Indonesia dan Filipina dapat menjadi negara yang memprakarsai pembuatan perjanjian internasional tentang kerja sama regional yang dimaksud di atas. Dari sudut pandang Indonesia, Indonesia mengusulkan kepada negara-negara pantai di wilayah LCS keperluan pembentukan perjanjian internasional demi menciptakan ketertiban pelaksanaan hak berdaulat di ZEE dan hak eksklusif di LK oleh negara-negara pantai yang memanfaatkan laut, karena Laut Natuna (ZEE yurisdiksi Indonesia) masuk ke dalam Nine-Dash Line dan memudahkan BAKAMLA saat mengawasi wilayah perairan Indonesia dan menegakkan hukum laut semakin efektif, sesuai dengan Article 62 Paragraph 4 (k) UNCLOS 1982 jo. Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Contoh pada yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara, beberapa kali muncul kapal RRT mengawasi klaim Nine-Dash Line, dan kapal penangkap ikan milik Viet Nam juga sering ditemukan pada wilayah Laut Natuna Utara, karena wilayah perairan Indonesia cukup luas, pengawasan kurang memadai. Salah satu contoh perjanjian internasional keamanan maritim yang dibuat oleh Indonesia ialah “Indonesia-Australia Joint Declaration on Maritime Cooperation” pada Tahun 2017. Salah satu plans of actions ialah memperkuat keamanan maritim dengan pertukaran informasi, pengawasan terkordinasi, dan lain-lain. Dari sudut pandang Filipina, Filipina dapat mengusulkan kepada negara-negara pantai di LCS pembentukan perjanjian kerja sama pengawasan dan penegakan hukum laut agar sekaligus mengeksekusi atau menegakkan Award of PCA Case No. 19-2013.

 

Gambar 2. Peta Natuna, sumber: https://setkab.go.id/en/on-natuna-waters-conflict-president-jokowi-we-will-prioritize-peaceful-diplomacy/
Gambar 2. Peta Natuna, sumber: https://setkab.go.id/en/on-natuna-waters-conflict-president-jokowi-we-will-prioritize-peaceful-diplomacy/

F. KONSEP MEKANISME TEKNIS DALAM KERJA SAMA PENGAWASAN WILAYAH ZEE NEGARA-NEGARA PANTAI DI WILAYAH LAUT CHINA SELATAN

Klausul-klausul teknis yang harus termuat dalam perjanjian internasional perihal kerja sama pengawasan dan penegakan hukum laut, antara lain:

  • Pengawasan dan penegakan hukum laut berlandaskan prinsip iktikad baik dan UNCLOS;
  • Para pihak sepakat harus mengutamakan pertukaran informasi hasil aktivitas pengawasan wilayah perairan ZEE serta LK negara pantai serta melaporkan secara faktual kepada negara pantai yang bersangkutan;
  • Para pihak harus sepakat memberikan mandat atau mengalihkan pengawasan dan menerima kewajiban tersebut, jika situasi salah satu pihak pengawas sedang mengalami kesulitan. Klausul ini diperlukan sebab mencegah kerugian yang akan timbul jika negara asing maupun kapal asing melakukan abuse of rights;
  • Para pihak harus sepakat menerima permintaan bantuan oleh salah satu pihak dalam penegakan hukum laut, demi kelancaran dan kemudahan penegakan hukum laut di ZEE serta LK;
  • Pengawasan dilaksanakan oleh dua atau lebih kapal negara-negara dalam pihak perjanjian dengan tujuan memperkecil hambatan saat penegakan hukum, seperti kapal-kapal asing kabur;
  • Pengawasan teknis secara bergantian pada setiap wilayah perairan ZEE serta LK para pihak yang rentan ditemukan kapal-kapal asing untuk diambil sumber daya, pada wilayah ZEE serta LK para pihak dimana terdapat atau akan dibangun instalasi di atas fitur maritim, maupun di wilayah ZEE serta LK dimana mendapati gangguan terhadap kegiatan eksploitasi atau eksplorasi yang ditimbulkan oleh kapal asing;
  • Penegak hukum yang menemukan dan menduga kapal-kapal asing melakukan abuse of rights di wilayah ZEE serta LK negara-negara pihak perjanjian wajib melakukan pengejaran, inspeksi, menyita barang bukti, menahan dan membawa kapal beserta para ABK asing, jika dugaan terbukti terlibat dalam pelanggaran hukum wilayah ZEE negara pantai, agar diadili oleh negara pantai yang bersangkutan;
  • Dalam situasi pengejaran kapal-kapal asing, penegak hukum diperbolehkan mempergunakan fasilitas yang diperlukan hanya untuk melumpuhkan kapal-kapal asing tersebut, berlandaskan UNCLOS serta HAM, khususnya “Right to Life” Article 3 UDHR;
  • Penegak hukum diperbolehkan menggunakan senjata hanya dalam situasi self-defense, serta mempertimbangkan keselamatan para pengawas jika terlibat dalam situasi yang membahayakan nyawa mereka dalam mengawasi dan menegakkan hukum laut di ZEE terhadap kapal-kapal asing maupun negara asing yang melakukan abuse of rights;
  • Harus dicantumkan klausul pembongkaran instalasi negara asing pada fitur-fitur maritim negara-negara pihak jika tidak memiliki izin kerja sama dengan negara pantai yang bersangkutan;

G. PENINDAKAN TERHADAP KAPAL CCG

Bagaimana penindakan terhadap kapal-kapal CCG yang melintas sambil melakukan pengawasan klaim Nine-Dash Line oleh RRT, hingga mengganggu hak berdaulat dan hak ekslusif negara pantai yang bersangkutan? Kapal-kapal CCG sebenarnya tidak dapat ditahan oleh kapal-kapal pengawas atau penegak hukum negara pantai, ditegaskan oleh Article 96 UNCLOS (berlaku mutatis mutandis sesuai Article 58 Paragraph 2 UNCLOS), dan hanya dapat diusir atau diminta untuk keluar dari wilayah perairan/zona negara pantai yang bersangkutan. Namun, kekebalan kapal-kapal CCG dari peraturan nasional negara pantai bergantung kepada sikap penghormatan terhadap hukum internasional dari negara pantai yang bersangkutan, seperti kasus penahanan kapal selam Amerika Serikat oleh Korea Utara yang diduga melakukan kegiatan mata-mata, dikenal dengan “Pueblo Incident 1968”. Disamping itu, dalam hukum internasional adanya prinsip resiprositas yang menjamin hubungan baik antar negara.

Artinya, melihat kapal-kapal CCG melintas sambil mengawasi klaim Nine-Dash Line pada wilayah ZEE serta LK negara-negara pantai di LCS dan mengganggu hak berdaulat dan hak eksklusif, negara-negara pihak dapat melakukan penahanan terhadap kapal-kapal CCG sebagai bentuk pembalasan (reprisal) dengan alasan RRT melalui kapal-kapal CCG telah melakukan perbuatan abuse of rights karena telah mengklaim serta mengawasi wilayah perairan melampaui yang ditentukan oleh UNCLOS berdasarkan Award of PCA Case No. 19-2013, dan telah membatasi bahkan menghalangi yurisdiksi dan hak eksklusif negara-negara pantai pada ZEE serta LK yang diklaim oleh Nine-Dash Line. Konsep di atas memang menampakkan potensi konfrontasi, tetapi sekaligus menunjukkan ketegasan terhadap yurisdiksi dan hak eksklusif atas ZEE serta LK negara-negara pantai pada wilayah yang diklaim oleh RRT, disamping pemanfaatan ZEE dan LK oleh negara-negara pantai dan tidak menyerang keutuhan wilayah RRT sebagaimana dilarang oleh Article 301 UNCLOS dan Article 2 Paragraph 4 UN Charter, karena berada di wilayah ZEE dan LK negara pantai dan mempertahankan serta mempertahankan wilayah yang dimaksud.

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun