Mohon tunggu...
Kevinalegion
Kevinalegion Mohon Tunggu... Wiraswasta - Full Time Family Man

Get along between Family and Food!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Quality Over Quantity

21 November 2024   09:30 Diperbarui: 21 November 2024   09:47 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tahu betul, bagaimana rasanya menjadi orang yang diperlakukan sebagai cadangan. Apalagi jika kita terbiasa mendapatkan spotlight yang lebih tinggi, berada di posisi cadangan bukan lebih tenang, justru menambah mental menjadi lebih berantakan. Orang akan semakin meragukan kompetensi yang coba kita bangun.

Tapi kehidupan kini yang penuh dengan kompetisi memang harus berjalan seperti itu. Semakin dalam kita memahami sesuatu, akan semakin kita merasa kemampuan kita dangkal. Hidup yang kita jalani, bukan hanya harus dilakukan dengan konsistensi tinggi. Tapi juga harus diimbangi dengan konsistensi kualitas tinggi.

Layaknya anak kuliah yang dituntut konsistensi terhadap kehadiran di kelas, tetapi tidak diimbangi dengan meningkatnya kualitas otak. Buat apa? Konsistensi untuk tetap menjadi medioker? Kehidupan ini memang keras, jika kamu merasa diri sudah menjadi yang terbaik, akan selalu ada orang dengan versi yang lebih baik dari kita.

Dunia bukan berputar untuk diri kita aja. Dunia ini memang saling makan-memakan. Jika ekonomi orang lain lebih baik dari kita, karena dia memang berhasil memakan jatah ekonomi orang lain. Ya memang berputar seperti itu, namanya juga dunia kompetisi. Tidak mau ikut serta? ya, tidak perlu ikut berkompetisi. Nikmati saja segala proses kehidupan yang ada. 

Menjadi cadangan dan tidak terpilih, adalah bagian dari proses perkembangan hidup.

Istirahat dulu, refleksi diri, selanjutnya mau tetap lanjut berkompetisi atau kita berhenti. Jika iya, ya tekan terus potensi kemampuan yang kita mau punya. Gampang puas adalah bentuk stagnansi perkembangan kehidupan kita.

Hidup ini memang keras, walaupun kita sudah dorong terus kemampuan kita, meningkatkan kualitas diri kita. Akan ada faktor dari orang lain yang turut mempengaruhi setiap keputusannya. Bisa jadi memang diri kita yang kurang cocok di mata orang lain, apakah kita bisa atur pemikiran orang lain? ya tentu sulit.

Apakah hidup ini tidak adil, dan kita mau adil versi apa? bahkan sejak masih dalam bentuk sperma saja sudah dipertemukan yang namanya kompetisi dengan jutaan sperma lainnya. Kehidupan memang sekencang itu.

Lalu, apa yang kamu harapkan dari kemampuan medioker-mu itu?

Merengek dengan keputusan orang lain, apakah mengubah statusmu sebagai orang yang konsisten terhadap ke-mediokeran mu itu Hidup ini memang sudah berjalan semakin jauh, hidup ini setelah dituntut konsistensi, selanjutnya ya Quality over Quantity.

.

.

.

Tapi, artikel ini bukan bahas Eliano, tapi bahas kamu yang merasa sudah berada di puncak tertinggi, padahal baru berada di kaki gunung pun kalian sudah banyak mengeluh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun