Mohon tunggu...
Kevinalegion
Kevinalegion Mohon Tunggu... Wiraswasta - Full Time Family Man

Get along between Family and Food!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[Transportasi Umum vs Pribadi] Sepedaan ke Kantor

23 Agustus 2023   12:18 Diperbarui: 24 Agustus 2023   01:36 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukannya sombong ya, saya kalau kerja sukanya berganti-ganti transportasi. Kalo abis gajian, naik mobil. Kalo udah tengah bulan, naik motor. Kalo udah mepet akhir bulan, naik tije. Kalo udah akhir bulan banget, ya naik sepeda. YOOOLOOOO...

Maka dari itu saya punya berbagai perspektif yang bisa menjelaskan, mana yang paling murah, mana yang paling efisien dan paling nyaman antara transportasi umum dengan pribadi. 

Isu yang selalu dibenturkan, isu yang sepertinya tidak pernah akan selesai antara pengguna hingga pengambil kebijakan, enggak pernah ada yang nyambung.

Apalagi kalo soal bahas kemacetan yang enggak pernah kelar, sampai polusi yang lagi jadi obrolan banget. Subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik, pada akhirnya tidak akan menyelesaikan masalah kemacetan ya, mumet ga tuh. 

Belum lagi soal habit kita yang berbeda-beda, dan perspektif para pengguna transportasi pribadi yang enggan pindah ke transportasi umum, dan segala macam benturannya.

Saya akan mengawali sebuah serial perbandingan transportasi yang saya lakukan untuk meluncur dari Tangerang menuju Jakarta. Tujuannya lebih mengetahui perbandingan soal biaya, waktu tempuh, hingga kenyamanan yang setiap moda transportasi itu ada kelebihannya masing-masing, dan membuat masing-masing kubu pun enggan beralih ke moda yang lain.

Disclaimer, setiap rute orang-orang pasti akan berbeda ya. Mungkin yang lain pun bisa membuat perbandingan serupa, tapi case yang saya alami dengan rute rumah yang berada di daerah Ciledug, Kota Tangerang menuju kantor di Palmerah, Jakarta Pusat dengan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh sekitar kurleb 15 km. 

Dengan rute ini saya punya berbagai pilihan moda transportasi, jadi saya akan coba semua untuk perbandingan.

Sebagai serial awal, saya akan memulai dengan transportasi yang paling jarang orang pilih, sampai sudah dibuatkan jalurnya pun ya masih sepi penggunanya, yaitu sepeda.

Kalau dikategorikan sebagai transportasi umum, rasanya bukan. Enggak mungkin saya boncengan dengan orang lain. Tapi boleh lah ya saya cantumkan sebagai kategori transportasi pribadi, tapi lebih go green, the real modal dengkul.

Saya memulai perjalanan dengan waktu mulai yang biasa dilakukan orang kebanyakan, di jam 08.00. Masih terhitung rush hour dengan kemacetan panjang yang juga belum selesai. 

Yang paling membedakan di awal adalah, saya tidak perlu mandi pagi terlebih dahulu karena saya akan mengganti waktu saya mandi ketika saya sampai di kantor. Percuma kan kalau sudah mandi, akhirnya basah keringet lagi, jadi pilihannya memang setelah sampai.

Buat yang jarang sepedaan, mungkin akan sedikit berat untuk bergerak lebih jauh, berhubung saya sering menggunakan sepeda ke beberapa daerah rumah, tantangan terberat saya hanya di tiap tanjakan yang akan saya lalui. Kalau kemacetan, kurang lebih sama seperti pemotor lainnya.

Tes pertama, saya sedikit salah perhitungan, karena laptop untuk kerja, saya masih bawa dari rumah, lupa disimpan di kantor agar lebih ringan dan tentunya terlalu banyak berhenti karena terlalu sibuk ngonten. Jadilah, catatan berdasarkan Strava dengan angka berikut ini.

Sumber: SS Strava
Sumber: SS Strava

Perjalanannya keong banget, saya cuma bisa average di kecepatan 11.8 km/h, pelan banget. Karena terlalu santai sambil video, sampai terlalu banyak berhenti buat minum dan ngonten, yang akhirnya saya harus memakan waktu sebanyak 1 jam lewat 11 menit. Kalau ada meeting pagi sih, udah pasti bakalan kena semprot.

Makanya saya coba ulang di hari berikutnya, dengan persiapan yang lebih oke, tanpa membawa laptop, hanya membawa baju ganti dan bekal makan, dan fokus dalam perjalanan tanpa sibuk kontan-konten. Perjalanan jadi lebih efisien dan lebih mudah selap-selip juga di kemacetan, ketika menemui rute tanjakan pun bisa lebih ringan.

Hambatan yang saya temui ada di kemacetan lampu merah Halte Adam Malik, Swadarma, Cipulir, dan Seskoal, sisanya lancar. Sedangkan hambatan tanjakan ada di tanjakan Ciledug Raya, Flyover Kebayoran dan Flyover Permata Hijau, lumayan berasa bikin heartrate meningkat. Saya sih tidak mengukur heartrate, karena enggak punya smartwatch, masa bawa oxymeter pas covid, kan lucu bener.

Hasil tes kedua, seperti ini.

Foto: SS Strava
Foto: SS Strava

Dengan jarak tempuh yang sama, hasil waktu terbaiknya ada di 54 menit, lebih cepat 17 menit dari tes sebelumnya. Karena lebih ringan pun, rata-rata kecepatannya bisa lebih baik di 15.3 km/h. Lumayan lah, walaupun bukan anak sepeda kebut-kebutan, tapi ya sudah lumayan efisien dan normal kecepatannya.

Konklusi

Saya akan menilai berdasarkan budget yang dikeluarkan, waktu tempuh, dan kenyamanan. Kalau soal budget, yang dikeluarkan hampir 0 rupiah, karena pure menggunakan sepeda dari berangkat hingga sampai di kantor, air minum bisa membawa langsung dari rumah, ataupun isi di kantor, tinggal persiapkan bidon aja buat dibawa selama sepedaan.

Budget yang kemungkinan bisa keluar, biasanya akan ada di sisi maintenance sepeda kita, sama seperti halnya motor yang perlu dirawat, sepeda pun juga, tapi harusnya sih lebih minimal, antara penggantian kampas rem sepeda tapi ini pasti akan sangat lama banget, biaya setting roda dan drivetrain, atau ada bearing yang perlu diganti. 

Saya taksir mungkin sekitar 200-250rb untuk 1 tahun jika kita harus habiskan untuk service di bengkel sepeda. Tapi berhubung saya bisa service sendiri, biayanya paling untuk pembelian sparepart saja.

Lalu, bagaimana soal waktu tempuh? 

Angka 55 menit cukup baik untuk ukuran commuting di Jakarta sekitarnya, walaupun bisa lebih baik jika tidak macet, tapi ya mau menunggu sampai jam berapa biar enggak ketemu rush hour, kalau berangkat lebih lambat sebenarnya bisa terhindar dari kemacetan, tapi kan waktu kerja kita yang jadi tidak efisien. 

Angka 55 menit juga belum ditambah dengan waktu kita mandi di kantor, yang mungkin sekitar 10-15 menit. Kalo terlalu lama di kamar mandi, coba itu dipertanyakan aktivitas apa yang dilakukan coba.

Jadi soal waktu tempuh saya menilai angka ini baik, tapi harus disiplin dengan waktu keberangkatan. Kalau telat berangkat sedikit, pasti sampainya juga akan telat. Enggak bisa grabak-grubuk lah istilahnya kalo naik sepeda, harus well prepared.

Dan, yang terakhir soal kenyamanan. Soal ini bisa sangat subjektif sih ya, kalau menurut pendapat pribadi saya, kenyamanan bersepeda ini bergantung pada sepedanya juga, percaya dengan sepeda dengan spesifikasi yang lebih baik itu pasti bakalan lebih nyaman, lebih enteng, dan lebih ngebut pasti.

Tapi kalo perbandingan antara moda transportasi lainnya, naik sepeda sih yang paling tidak nyaman ya, polusi langsung direct, mau pake masker kan ngap banget. Kalo perbandingan duduk, ya duduk di sadel mah bikin pantat sakit, badan pegal-pegal juga tapi ya kita dapat bonus sekalian olahraga.

Jadi, seperti itu deh komparasi commuting menggunakan sepeda, selanjutnya saya akan berikan perbandingan sepeda motor, mobil, dan juga transportasi umum. Pantau terus serial selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun