Buka handphone, tracking jalur terbaik. Menyusuri Gn. Karang menurut Google adalah rute terbaik. Oke, terlihat estimasi waktu memakan waktu 3 jam, walaupun pada kenyataannya menjadi 5 jam bukan karena macet, tapi ternyata karena memang jalannya masih kurang baik. Tak perlulah menengok jauh-jauh ke pelosok Kalimantan, Banten yang sebetulnya tidak jauh-jauh amat dari pusat pemerintah saja kondisinya seperti ini. Berharap ada sinyal 4G saja mungkin penduduk di sini sudah sungkan. Padahal jalur Gn. Karang ini punya potensi yang sangat baik untuk memajukan masyarakat Banten apabila jalurnya dilebarkan dan diperbaiki, sekaligus memberikan akses terbaik untuk orang yang mau memotong jalur menuju, Tanjung Lesung, Ujung Kulon atau memutar ke Sawarna sekalipun.
Sampai sudah di pantai nostalgia setelah melewati waktu 5 jam lebih. Pada niat awalnya ya saya hanya ingin ajak si mami berjalan-jalan tanpa harapan apapun suasana yang asik, atau berasa hanimun yang kedua. Ternyata lebih dari dua dekade, pantai ini masih sama. Lebih banyak berubah sih sebenarnya, lebih kotor. Pantai Carita sudah tidak layak untuk disematkan sebagai "Brown Beach", tapi julukan "Black Beach" akan lebih pas. Haha.
Saya membuat video singkat di atas, untuk mengingat kembali siapa tahun di dekade berikutnya apakah ada perubahan berarti di pantai ini. Pantai yang memang tidak layak untuk dipandang, tapi sampai sekarang pengunjungnya tetap tidak berhenti, anehnya ini. Saya sendiri bingung, mengapa pantai seburuk ini tetap ramai, apa karena masyarakat yang memang butuh hiburan yang murah, atau tak tahu harus pergi kemana. Karena sebenarnya masuk ke pantai ini juga tidak murah-murah amat, bayangkan satu mobil untuk parkir dan tiket masuk saja sudah dikenai seratus ribu. Kalah itu tiket masuk Ancol.
Pada akhirnya ya kita berdua nikmati saja, berfoto-foto jadi hal wajib. Ditutupi sedikit cahaya sunset supaya tidak terlalu kentara hitamnya pasir di bawahnya. Sekaligus ini menjadi turing ke dua bersama dedeknya yang masih di dalam perut. Karena yang pertama saya sudah ajak turing numpak motor ke Puncak, karena sudah membesar ya momobilan dulu. Biar kalau sudah lahir nanti Papi ajak jalan-jalan terus yah dek, kita keliling Indonesia. Muehehe.
Saya pernah membayangkan, mengapa Dinas Pariwisata tidak memaksimalkan aset-aset ini? Padahal perputaran ekonominya lumayan besar. Apalagi jika melihat deretan resort dan villa yang bertarif fantastis, ada yang  tujuh juta untuk satu malam. Bentuklah regulasi yang mengatur aktivitas pengunjung dan pengelola untuk sama-sama menjaga pantai. Mengapa sepertinya pemerintah terlalu fokus untuk mempromosikan pantai yang memang sudah bagus dari dulunya. Harusnya kan ya yang buruk juga ikut diperbaiki kualitasnya. Kalau pantai sudah bagus, mau enggak dipromosikan juga pantai tersebut bakalan tersebar di dunia traveller. Lagipula pantai-pantai bagus di Banten juga buat apa dipromosikan kalau ternyata malah jadi "Private Beach", keindahannya hanya dirasakan kalangan tertentu.
Tapi, lebih dari itu walaupun pantainya hitam pun. Yang penting si mami hepi, pelipur lara ditinggal mudik. Tahun depan baru, kita ke Gunung Kidul ya...
Lalu terjebak perjalanan pulang selama lebih dari 9 jam karena macet. Damn!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H