"Om, mobilnya baru ya om... Mewah banget, om pasti sukses yah di Jakarta."
Pertanyaan ini nyaris menjadi pertanyaan yang paling wajib yang harus tertera di setiap kegiatan silaturahim Lebaran, bahkan sebaiknya harus dicantumkan dalam kurikulum agar melekat sebagai tradisi mengalahkan dominasi kue nastar yang melulu diisi nanas, sekali-kali mengkudu gitu. Mobil menjadi indikator terpenting, seberapa sukses kamu merantau di Jakarta. Mudik kok naik motor, kasian itu loh anakmu. Mudik kok naik bis, istrimu, anakmu itu juga mau jalan-jalan refreshing.
Tekanan untuk menjadi materialis saat mudik itu jauh lebih menghunjam dibandingkan hanya sekadar pertanyaan kapan nikah, mukamu itu loh mirip dodol diaduk, alot, makanya enggak laku-laku. Kerja di Jakarta itu sudah seharusnya punya gaji setara Mark Zuckerberg. Kabar kesehatanmu kalah penting, toh kamu bisa sampai di kampung dengan selamat. Kabar seberapa besar kamu bisa kasih angpao buat ibu bapakmu, keponakan sama adik-adikmu yang jauh lebih penting, Bang.
Kamu kok mudik pake motor, bikin malu aja nak, tetangga sebelah itu anaknya ke kampung bawa duit, bawa mobil.
Realitas sebagian besar kalangan menengah bawah yang berjuang di Jakarta ini memang selalu terbebani dengan hal-hal yang seperti ini, untuk mencukupi kehidupan di Jakarta saja sudah sulit. Demi gengsi akhirnya terpaksa pinjam mobil saat mudik biar gaya, maklumi saja. Tekanan hidup seperti ini memang sangat mengerikan, Bro.
Kisah seperti ini saya kira hanya terjadi di kalangan bawah macem saya ini, dengan usaha apapun yang penting bisa gaya. Tapi ya ternyata kejadian juga di kalangan atas, pejabat negara, gaji tak beda seperti menggunakan cheat infinite money ala gameshark, menteri negara era Pakde Joko. Om Yuddy kita biasa memanggilnya. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menjadi jabatan yang dipegang oleh Om Yuddy saat ini, bukan jabatan abal-abal ala karyawan swasta yang suka memanipulasi dengan Bahasa Inggris biar keliatan keren bukan?
Om Yuddy juga yang sudah berpesan kepada seluruh PNS untuk tidak menggunakan mobil dinas untuk mudik. Top. Reformasi Birokrasi yang mantab rasanya. Tapi mengapa setelah Lebaran Om ketahuan menggunakan mobil dinas untuk mudik Lebaran yang juga sebenarnya tidak jauh-jauh amat, Om, cuma Bandung gitu. Beli bensin ya paling enggak habis satu juta, rental mobil berapa sih, Om. Jadi yang harus direformasi siapa nih, Om?
Saya bisa paham, Toyota Crown Royal Saloon walaupun dengan tahun yang cukup tua 2009 itu memang tetap terlihat keren walaupun sudah lebih dari 5 tahun, atau Nissan Teana yang lebih menggoda daripada Elma Theana. Apakah Om Yuddy juga ditanyai hal yang sama oleh keluarga di Bandung. Sudah punya mobil apa, sudah sesukses apa di Jakarta?
Saya yakin enggak ya, Om, lah keluarga tinggal setel TV nasional, buka media mainstream di internet, atau tinggal bilang "Ok Google" dan bilang nama Om juga hasil pencarian dideskripsikan sangat jelas pasti. Atau kalo mau sedikit merepotkan, Om juga bisa kirim surat kabar ke Bandung yang meliput Om ketika diwawancara. Pastinya keluarga enggak perlu lagi kan menanyakan seberapa sukses Om di Jakarta, apalagi menanyakan sudah punya mobil apa?
Dengan gaji operasional sebesar itu, Nissan Teana mah kebeli, Om. Paling nabung tiga bulan. Atau mau yang lebih mahal itu Crown bisa Om nyicil setahun lah, Om. Kan kontrak kerjanya 5 tahun cukup lah itu, Om, waktunya. Beda sama saya mah, mau beli mobil seken aja mesti mikirin DP sama cicilan mana yang paling murah, Om, sedih dibayanginnya. Yang penting emak seneng lah di kampung.
Itu satu mobil dinas kalo dijual bisa buat ngasih gaji kurleb 300 fresh graduate sebulan, yang sedang berharap sukses di Jakarta, Om. Ingat masih berharap. Berharap bisa mendapatkan gaji dua dijit secara singkat. Atau kalo mau dibalik, karyawan fresh graduate tanpa makan, tanpa ngongkos itu cicilan mobil, Om, baru lunas di bulan 300. Berapa tahun itu?Â