Setelah meluncur di atas laut selama dua jam, akhirnya kita berdua sampai juga di destinasi sebenarnya, pulau Karimun Jawa. Kesan pertama memang cukup kaget, ketika tiba di dermaga, kok ya enggak kinclong-kinclong amat seperti di mbah Google, waduh sepertinya tertipu lagi ini. Tahun lalu, sebelum menikah saya sekeluarga pernah ke Tanjung Lesung yang seperti sajian yang ada di mbah Google, pemandangannya indah minta ampun, tapi ya begitu yang bagus itu hanya milik resort, jadi kita harus bayar tiket masuk terlebih dahulu untuk dapat menikmati keindahan alam Banten ini. *oke skip.
Dan, akhirnya saya sempat kepikiran, wah jangan-jangan lokasi wisata terbaik di Karimun Jawa ini lagi-lagi dikuasai resort.
Bagaikan turis bule yang baru pertama kali ke Indonesia, semua pegawai hotel sudah menunggu di lorong dermaga, lengkap dengan papan nama wisatawan, ala-ala penjemput di bandara. Karena nama saya yang kurang ke-Indonesiannya, pegawai hotel sempat memanggil saya dengan sebutan Mr. Kevin. Nyahahaha, saya langsung menyahut "saya masih Indonesia, mas". Tak heran sih, mungkin juga agak sedikit kagok karena rerata wisatawan di hari saya berkunjung memang didominasi turis mancanegara, 30% wisatawan lokal termasuk kita.
Oh ya, sebelum berangkat memang kita sudah merencanakan dari awal, sudah memilih tempat mana yang bakal kita tinggali selama tiga hari. Maklum, pertama kali backpacking berdua, persiapannya sudah ribet sejak dua minggu sebelumnya. Mulai dari pertimbangan lokasi, view pemandangan, fasilitas, dan yang terakhir harga. Mulailah kita berselancar di berbagai aplikasi pemesanan hotel, sesekali membaca review.
Akhirnya kita memutuskan untuk ambil di Cocohuts Inn.Â
Saya berani jamin, ini penginapan yang paling worth it, mulai dari pelayanan, fasilitas, dan yang paling juara view pemandangan saat berada di huts, langsung laut brok! Harganya pun beda tipis, jauh lebih murah daripada penginapan standar yang ada di Jakarta. Info lengkapnya bisa cek di website Cocohuts Inn. Kita memutuskan ambil Deluxe Bungalow, huts termahal yang ada di Cocohuts, dengan tarif 600ribu per malam yang berarti total untuk dua hari 1,2 juta.
Beruntung lagi ada diskon, jadi kita hanya dikenai 1,1 juta untuk 3 hari 2 malam, lumayan kan. Saya memang bayar untuk fasilitas yang paling juara di sini. Maklum lagi hanimun, kebayang kan kalo kita enggak memilih tempat yang cukup private. Cocohuts Inn ini berada di atas bukit Karimun Jawa, jauh dari keriuhan, asik deh berdua, paling sih ditemani jangkrik dan tokek seringnya.
Sekadar info, yang suka sepakbola Indonesia pasti tahu Coach Timo Scheunemann walaupun bule kewarganegaraan Jerman tetapi lahir di Kediri, Jawa Timur. Dan sekaligus dia adalah pemilik Cocohuts Inn yang kita tinggali di Karimun Jawa, saya sendiri cukup bertanya-tanya, mengapa bisa ada penginapan keren yang cukup serius dibangun di pulau kecil seperti ini, desainnya ala-ala huts di pulau-pulau Amrik sono. Sesuai yang di tertera website ada satu email beralamat devischeunemann@hotmail.com yang membuat saya tertarik dan mengira-ngira apakah masih ada kaitannya dengan Coach Timo. Ketika saya tanyakan ke petugas hotel ternyata benar, Devi Scheunemann adalah istri dari Coach Timo, sayangnya kita berdua tidak bertemu dengan mbak Devi. Padahal mau tanya banyak, dan sekalian *ehem diskon.
Selain memutuskan untuk menyewa motor, kita juga memutuskan ambil paket island hopping and snorkeling include lunch yang ditawarkan Cocohuts, 200ribu per orang. Pertama saya pikir cukup mahal juga ya, di pulau seribu biasanya sekitar 100ribu, di Tanjung Lesung kemarin 150ribu. Yaudah deh, mahal dikit enggak apa-apa, lagipula juga bisa ke pulau-pulau sekitar juga sekaligus makan siang.
Oke selanjutnya kita drop barang di huts.
Hari Pertama
Oke, karena kita memang enggak suka menggunakan jasa tour guide. Pertama kita bingung mau kemana dulu, berbekal peta yang diberikan Cocohuts, kita memutuskan untuk ambil motor, dan keliling kota terlebih dahulu. Lagipula kita tiba sudah di siang hari, karena kapal yang sedikit terlambat, tapi kita juga sudah prediksi hari pertama memang tidak akan efektif jika langsung ke lokasi wisata, selain waktunya sangat sedikit, rerata wisatawan juga memilih untuk berkeliling terlebih dahulu.
Kesan pertama, pusat pulaunya tidak terlalu besar, dalam waktu kurang dari satu jam kita sudah mengelilingi seluruh pusat kota. Beruntungnya di sini sudah tersedia ATM, walaupun hanya satu, dan kira-kira berapa waktu yang dibutuhkan petugas Bank untuk isi ATM ya?
Di pesisir pulau juga ada lapangan sepakbola yang ketika malam hari bertransformasi menjadi alun-alun dan pasar kaget. Sama seperti Pulau Pramuka, saya menganggapnya jika pulau sudah memiliki lapangan sepakbola berarti bisa dikategorikan pulau yang sudah cukup maju dan besar. Apalagi sudah ada Bank KCP seperti ini di pulau.
Oh ya, di Karimun Jawa juga sudah tersedia Bandara di ujung pulau. Tapi hanya penerbangan perintis yang melayani penerbangan ke lokasi ini, tapi masih jauh lebih efektif menggunakan kapal. Iseng karena bingung mau kemana lagi, kita memutuskan meluncur ke hutan mangrove dan bandara seperti yang ada di peta.
Akhirnya selfie dikit, kita memutuskan untuk balik lagi ke pusat kota, untuk makan. Mengutip quote Mark Wiens, food is the reason you should travel. Nah itu kita, haha. Tapi lebih tepatnya sih ya kita laper, karena saking senangnya pertama kali dolanan berdua, sampai lupa makan dari pagi. Balik ke kota, keliling untuk makan dimana, kita memutuskan melipir di Amore. Pemilihannya standar karena lokasinya ada di pinggir pulau, lagi-lagi ya kita datang ke sini karena suasana, hehe. Jepara yang memiliki ciri khas ukirannya, direpresentasikan dengan baik oleh warung makan ini, full furniture dari kayu.
Soto ini mungkin akan sangat sulit menyaingi kepopuleran Soto Betawi, Soto Kudus, apalagi Soto Ayam Lamongan. Namun, ada cerita unik mengapa pemilik rumah makan di pulau ini lebih memilih untuk menggunakan nama ini sebagai makanan khasnya. Yang pertama jelas, memperluas nama KarimunJawa di seluruh Indonesia, sebagai destinasi wisata yang memiliki keragaman wisata, budaya hingga harapannya kuliner. Yang kedua, bahan pokok yang tersedia di KarimunJawa tidak selengkap yang ada di pulau Jawa.
Agar tercipta makanan yang khas, harus ada bahan yang membedakan dari soto lainnya. Maka terciptalah Soto Khas ini yang berasal dari bahan pokok yang paling banyak tersedia di pulau ini, yaitu Wortel. Yap, yang membedakan Soto ini karena terdiri dari ayam kaldu, bihun, potongan wortel, rebusan telur dan rempah-rempah. Mudah-mudahan bisa bersaing dengan soto daerah lainnya.
Kita berdua mendapatkan rekomendasi dari mbak-mbak di Amore, dia menyarankan untuk ke dermaga tempat keberangkatan snorkeling untuk menikmati Sunset. Apalagi untuk foto, ajib karena backgroundnya rimbunan pohon di pulau. Bahkan penduduk aslinya pun sangat ramai sekali setiap harinya menghabiskan sore di dermaga ini.
Tak ada aktivitas spesial, leyeh-leyeh, foto-foto menjadi rutinitas yang terjadi setiap harinya di dermaga ini. Kita berdua lebih memilih menepikan motor, foto, duduk santai dan menikmati setiap hembusan angin segar di Nirwana Timur Laut Pulau Jawa ini. Enggak bakal ada oksigen seperti ini di Jakarta.
Hari Kedua, Dua Malam Romantis di Timur Laut Jawa (5)
***
Cerita Sebelumnya,
Menikmati Sunrise Pantai Kartini dan Meluncur di Atas Jet Express Bahari (3)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H