Mohon tunggu...
Kevinalegion
Kevinalegion Mohon Tunggu... Wiraswasta - Full Time Family Man

Get along between Family and Food!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pak Jokowi, Ada Salam dari Pendulang Intan Martapura

25 Januari 2016   11:36 Diperbarui: 27 Desember 2021   10:49 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penambang intan di pendulangan Cempaka masih menggunakan cara tradisional di aktivitas sehari-harinya | Foto: Kevinalegion

Itu baru soal sinyal, buat saya yang lebih banyak bergelut di dunia digital ini persoalan besar.

Oke, setelah santap sore di restoran yang juga saya mendapatkan pengalaman pertama kalinya merasakan daging payau yang setelah saya makan saya tanyakan kepada penjual tersebut ternyata daging rusa. Saya ambil alih kemudi mulai dari Longikis, setelah bunda Agatha puas merasakan jalur Kalimantan yang memiliki karakter berbukit-bukit.

Mulai dari daerah inilah karakter jalan yang sebenarnya dari pulau Kalimantan. Sepanjang jalan anda hanya disajikan dengan deretan pohon sawit dan berbagai pohon lainnya, serba hijau pemandangan di sisi jalan hanya beberapa kali anda bisa menemukan lokasi yang terdapat pemukiman warga.

Menjelang tengah malam ada momen yang cukup unik bagi saya, di tengah perjalanan dengan pemandangan serba hutan yang lebat, tersempil PUSKESMAS. Hebat bukan, di tengah hutan bisa ada tempat seperti ini. Tapi, tempat yang satu ini memilih kriteria khusus bagi para pasiennya, tempat ini hanya dikhususkan bagi para supir truk yang melintasi jalur ini. Yap, di tengah perjalanan malam hari, road captain menghibur seluruh rombongan dengan candaan yang ternyata akronim dari Puskesmas ini adalah Pusat Kesehatan Mas-mas.

Bayangkan di jalanan seperti ini tersebar rumah prostitusi, tanpa perlu khawatir soal razia. Silakan saja POL PP razia ke tempat ini, jaraknya jauh men. Habis di ongkos, apalagi mereka akan menghadapi puluhan supir "babon" yang sudah pasti akan protes jika kebutuhan syahwat mereka dibabat. 

Prediksi perjalanan yang diperkirakan memakan waktu selama 5 jam dari titik peristirahatan, molor lebih lambat menjadi 7 jam. Hal ini dikarenakan jalan yang dilalui bisa dibilang mustahil dilewati mobil city car sekelas Datsun GO+ Panca. Terlalu banyak jalan yang berlubang, saya yang dipercayakan untuk pegang kemudi harus sangat berhati-hati sambil mendengarkan arahan road captain terkait rintangan yang akan dihadapi di depan perjalanan.

Oh ya, kami berinteraksi dengan rombongan menggunakan RIG (semacam HT dengan jangkauan yang lebih luas) yang terpasang di seluruh mobil rombongan. Maklum, bagi kami yang belum mengetahui medannya sama sekali jelas was-was dengan kondisi jalan yang sangat gelap. Beruntung road captain di depan menggunakan All New Navara dan X-Trail yang dikemudikan penduduk asli Kalimantan, jika menghadapi rute yang hancur dan terpaksa menghajar lubang pun kedua mobil ini akan lebih siap. 

Belum selesai, ini yang paling membuat saya deg-degan luar biasa. Menurut informasi tim advance yang sudah lebih dulu melewati jalur, mereka menginformasikan jika baru saja terjadi sedikit longsoran di beberapa titik jalan. Dipadukan dengan cuaca hujan, lengkap sudah beberapa titik boleh dinobatkan sebagai jalur semi offroad. Ingat, peserta hanya menggunakan Datsun GO+ Panca yang notabene memang city car.

Yang terparah kami harus melewati beberapa titik tanjakan curam yang berlumpur, berlubang dan hanya bisa dilalui dua mobil, jika bertemu dengan truk terlalu riskan. Kalau menurut rekan saya Indra Furwita yang kerja di dunia penerbangan, mobil saat ini ketika melalui melalui tanjakan ini seperti dalam keadaan stall di pesawat. Dan cilokonya, Risers 1 yang diisi oleh tiga perempuan tangguh asal Bandung mati mesin karena kurang menginjak pedal gas. Empat mobil di belakangnya terpaksa harus berhenti di tengah tanjakan. Hasilnya? Seluruh peserta kesulitan untuk melanjutkan tanjakan di tengah kondisi jalan yang cukup berlumpur dan berlubang.

Beberapa kali saya harus menahan gas dan berkali-kali menarik rem tangan karena ban hanya berputar di aspal yang basah bercampur lumpur. Tenaga yang dimiliki Datsun GO+ Panca terlalu liar dengan ukuran ban yang kecil dan harus menghadapi medan ini. Seluruh peserta disarankan untuk zig-zag agar mendapatkan momentum, padahal truk besar juga terpaksa untuk berhenti di tengah tanjakan karena seluruh peserta terlalu asik buat "ngesot-ngesot" di tanjakan. Saya enggak kebayang seandainya itu truk juga ikutan slip dan nyeruntul turun.

Beberapa kali harus melewati jalur bekas longsoran dengan tanjakan yang cukup curam.
Beberapa kali harus melewati jalur bekas longsoran dengan tanjakan yang cukup curam.
Dalam hati saya terus bergumam, pak Jokowi seharusnya ikut ekspedisi ini, Kalimantan juga butuh perhatian soal jalan. Jika dibandingkan dengan pulau Jawa ini terlalu kontras. Anda tidak akan menemukan jalur seekstrem ini jika menelusuri Jakarta hingga Surabaya, semua sudah melewati akses toll. Ini baru Kalimantan Timur menuju Kalimantan Selatan, jalurnya tidak manusiawi. Yang paling membuat saya penasaran, mengapa dari Kal-Tim menuju Kal-Bar harus menyusuri dulu Kal-Sel. Menurut beberapa informasi peserta yang ikut, jalurnya ada tapi lebih enggak manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun