Mohon tunggu...
Kevinalegion
Kevinalegion Mohon Tunggu... Wiraswasta - Full Time Family Man

Get along between Family and Food!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama FEATURED

Mengenang Kembali "The Smiling General" H.M. Soeharto di Kemusuk

16 Mei 2015   05:08 Diperbarui: 27 Januari 2019   07:25 7038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"The Smiling General" menjadi sebuah judul buku biografi presiden Soeharto hasil dari penulis asal Jerman Barat, O.G Roeder. Julukan ini juga yang menjadi sangat populer di dunia internasional, karena Jenderal yang satu ini memang dikenal dengan raut mukanya yang selalu tersenyum.

Jenderal yang mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno, dan resmi menjadi presiden Indonesia pada tahun 1968 ini memang sarat kontroversial. Pada masa pemerintahnya, Walaupun Presiden Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur.

Namun, Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, dan dianggap sebagai rezim paling korup sepanjang masa. Maka kekuasaannya selama 32 tahun di Indonesia harus tumbang pada mei 1998.

Terlepas dari beberapa kasus kontroversial dan tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepadanya, tentunya kita juga harus menghargai peninggalan beliau yang juga menjadi sejarah besar perkembangan negara Indonesia. JASMERAH, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, semboyan yang diucapkan presiden Soekarno dalam pidato terakhirnya di tahun 1966, semboyan ini yang sudah sewajibnya berlaku bagi kita para penerus bangsa.

Hal ini mungkin yang menjadi alasan adik tiri Jenderal Besar H.M Soeharto, Bapak Probo Sutedjo membangun lokasi memorial untuk mengenang kembali sejarah kekuasaan Presiden Soeharto, beruntung saya dapat mengunjunginya langsung lokasi bersejarah ini.

Museum yang diresmikan tepat pada hari lahir Soeharto yaitu pada bulan 8 juni di tahun 2013 ini dibangun persis diatas rumah masa kecil pak Harto, museum ini bukan untuk mengkultuskan sosok presiden Soeharto, tapi sebagai tempat untuk mengenang kembali jasa pak Harto saat memimpin Indonesia.

Museum yang terletak di Desa Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta, benar-benar lokasi dimana presiden kedua Indonesia ini dilahirkan, dan menjadi desa yang lekat dengan presiden Soeharto.

Jika melihat kembali sejarah Agresi Militer Belanda II, desa ini sempat diserang oleh Belanda yang memburu Soeharto hingga pelosok desa namun tidak menemukan hingga pasukan Belanda melakukan pembersihan dan menembak mati pemuda di desa kemusuk, bahkan hingga menewaskan R. Atmoprawiro, ayah kandung dari Probosutedjo dan Presiden Soeharto.

Joglo yang berfungsi sebagai penerima tamu | Foto: Kevinalegion
Joglo yang berfungsi sebagai penerima tamu | Foto: Kevinalegion

Rombongan karyawan dan pedagang TMII yang sedang menjalani rangkaian ziarah untuk menyambut HUT TMII ini langsung disambut oleh penjaga museum di joglo seluas kurang lebih 600 meter persegi yang berfungsi sebagai penerima tamu tepat dibelakang monumen tinggi Soeharto.

Joglo ini juga dialihfungsikan sebagai tempat presentasi awal pemutaran film sejarah Jenderal Besar H.M. Soeharto sejak menjadi prajurit hingga menjadi presiden sebelum memasuki museumnya langsung.

Selain itu juga terdapat rumah yang dialihfungsikan sebagai museum yang berisi diorama perjuangan-perjuangan pak Harto selama menjadi tentara hingga menjadi presiden Indonesia.

Sebelum Anda memasuki lokasi museum, tepat di belakang joglo anda akan disajikan dengan album-album foto kenangan keluarga besar Jenderal Besar H.M Soeharto.

Di barisan album foto tersebut juga terdapat foto kemesraan pak Harto dengan bu Tien, dan juga hobby favorit pak Harto yang gemar bermain tenis dan golf.

Ada juga yang menarik, salah satu potongan koran yang meliput kisah pak Harto dari anak desa hingga sukses menjadi presiden juga menjadi sajian awal sebelum memasuki museum.

Jejeran album foto yang dikemas rapi dengan sebuah etalase | Foto: Kevinalegion
Jejeran album foto yang dikemas rapi dengan sebuah etalase | Foto: Kevinalegion

Masuk ke bagian dalam, ada yang sedikit unik di bagian interior. Pak Harto adalah tokoh yang sangat berpengaruh dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan Indonesia pada masanya dan terkenal dengan hasil swasembada beras pada masa orde baru, tergambarkan melalui lantai yang ditata seperti sawah beserta padi-padi, ilustrasi ini yang jadi memorial untuk mengingat kembali jika pak Harto pernah sukses di sektor tersebut.

Pada masanya alasan peningkatan produksi di sektor pangan memiliki tujuan agar Indonesia dalam beberapa tahun kedepan tidak lagi mengimpor beras, karena Indonesia sebagai negara agraria memiliki potensi besar di sektor tersebut dan diprediksi pertanian sebagai sektor terkuat untuk memperkaya negeri Indonesia.

Ornamen lantai berbentuk sawah yang mengingatkan kembali usaha pak Harto di sektor pertanian | Foto: Kevinalegion
Ornamen lantai berbentuk sawah yang mengingatkan kembali usaha pak Harto di sektor pertanian | Foto: Kevinalegion

Maju sedikit, museum ini juga dilengkapi layar interaktif, salah satunya layar yang menampilkan foto-foto kondisi rumah cendana. Tentunya tak semua orang bisa memasuki rumah cendana, hingga wafatnya presiden yang memimpin Indonesia selama 32 tahun ini pun seakan dikeramatkan, seperti istana yang dijaga ketat, bahkan dulu siapapun tokoh penting yang menyambangi rumah cendana dipastikan keluar dengan posisi jabatan penting negara,

Melalui layar inilah saya dapat melihat foto-foto 360 derajat isi dari kediaman pak Harto di Jalan Cendana, cukup dengan menekan beberapa menu, dengan mudah anda dapat menjelajahi isi rumah cendana melalui foto, yang ternyata setelah saya amati isi rumah cendana jika sebelumnya digambarkan di otak saya sebagai istana yang megah ternyata isi rumah tersebut bisa dibilang tak terlalu mewah bak istana, desainnya cukup sederhana khas rumah orang jawa, walaupun tetap dihiasi dengan furniture yang bisa dibilang tidak murah.

Layar interaktif yang menampilkan isi rumah di jalan cendana | Foto: Kevinalegion
Layar interaktif yang menampilkan isi rumah di jalan cendana | Foto: Kevinalegion

Maju lagi sedikit, berbagai diorama dan penjelasan akan menyambut anda di museum ini. Diawali dengan perintah kilat panglima besar angkatan perang RI Letjen Soedirman yang mengangkat Pak Harto Komandan Werkris ke III. terpilih sebagai Komandan, tugas Pak Harto adalah merebut kembali Yogyakarta dari tangan Belanda yang dinamakan serangan umum 1 Maret 1948.

Sejarah ini dijelaskan secara singkat melalui penjelasan di dinding dan diorama-diorama yang sudah diset sesuai dengan ilustrasi dan gambaran pada masa tersebut.

Selain itu, juga terdapat penjelasan mengenai operasi Trikora untuk merebut Papua di wilayah barat dari pihak Belanda yang masih mengakui wilayah tersebut setelah Indonesia merdeka. Selain Trikora, di kotak diorama juga dijelaskan mengenai kekejaman PKI ketika membantai beberapa jenderal.

Pada intinya isi museum ini lebih tepatnya sebagai rangkuman sejarah-sejarah yang pernah dilakukan Pak Harto ketika memerangi Belanda dan juga sejarah saat dia memerintah Indonesia atau juga bisa dibilang buku-buku sejarah yang super tebal saat saya baca dulu di bangku sekolah dijelaskan secara singkat di museum ini.

Diorama sejarah Pak Harto | Foto: Kevinalegion
Diorama sejarah Pak Harto | Foto: Kevinalegion

1430507553131835680
1430507553131835680

Diorama sejarah Pak Harto | Foto: Kevinalegion
Diorama sejarah Pak Harto | Foto: Kevinalegion

Dan di bagian akhir museum ini mungkin agak sedikit kontroversial, mungkin juga para mahasiswa dulu yang berjuang menjatuhkan rezim orde baru, atau bapak Amien Rais dan pengikut Gus Dur mungkin akan tersulut pada bagian akhir ini.

Isinya mengenai penjelasan H. Probosutedjo yang mengungkapkan jika selama ini usaha Pak Harto itu bukan untuk kepentingan pribadi, fitnah-fitnah yang menyatakan pak Harto menumpuk kekayaan walaupun sudah dibuktikan hal itu tidak ada tetapi masih ada saja orang yang selalu memfitnah ini tentunya ditujukan kepada Dr. Amien Rais dan K.H Abdurrahman Wahid yang menduga Pak Harto menyimpan kekayaannya di bunker yang berada di Ndalem Kalitan dan Rumah Cendana. Saya menuliskan kisah sebelumnya di SINI.

Saya salin isi dari penjelasan di museum ini terkait tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada presiden Soeharto.

Setelah Jenderal Besar H.M Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 mei 1998, beliau dituduh korupsi dan menimbun harta kekayaanya di bunker rumahnya di Jalan Cendana dan di Kalitan Solo serta menyimpan uang dollarnya di Swiss. 

Menghadapi tuduhan tersebut Pak Harto tetap tenang dan tersenyum, dengan mengatakan "Silaken Kalau Ada, Ambil Untuk Negara, Saya Tanda Tangani," seperti dituturkan oleh Fadli Zon (2011) dalam Untold Stories. Tuduhan tersebut sudah barang tentu sangat menyakitkan dan menyedihkan karena bukan berdasarkan fakta dan tidak disertai bukti, tetapi hanya berdasarkan dugaan.

Yang sangat menyakitkan dan menyedihkan adalah tuduhan dari Dr. Amien Rais dan K.H. Abdurrahman Wahid, sebagaiaman diungkapkan oleh H. Probosutedjo (2008), adik kandung H.M. Soeharto dalam bukunya Ki Probosutedjo, Kesaksian Sejarah Indonesia: Dari Pak Harto Untuk Indonesia. Dr. Amien Rais menuduh Pak Harto mempunyai  uang senilai sembilayan milyar dollar yang disimpan di Swiss.

Penggalan awalnya seperti itu, anda bisa baca penjelasan selengkapnya di foto berikut INI.

Setelah puas mengitari diorama di dalam museum tentunya anda akan disambut dengan baik oleh penjaga museum dengan beristirahat di rumah joglo bekas rumah Notosudiro yaitu eyang buyut Soeharto, walaupun telah dibangun ulang dengan ornamen kayu jati dan juga sudah dilengkapi dengan AC, interior tetap diusahakan khas rumah jawa, rumah ini hanya khusus penerimaan tamu saat istirahat sebelum kembali melakukan perjalanan.

Sambil beristirahat di samping rumah joglo tersebut ada Sumur yang menjadi tempat dimana pak Harto dilahirkan, dimandikan pertama kalinya.

Menurut bapak Gatot penjaga museum, sumur ini sudah berusia lebih dari 150 tahun namun tetap mengeluarkan air bersih. Jika menengok dan mengamati dasar sumur, ada beberapa recehan logam entah memiliki maksud dan tujuan apa padahal sudah terdapat tulisan larangan memasukan barang apapun, sumur ini juga biasanya digunakan pengunjung untuk membasuh muka dan tangan. Yang pasti jangan diminum karena air mentah apalagi campuran rendaman duit logam, Hahaha. 

Sumur petilasan tempat dimana Jenderal Besar Soeharto dilahirkan sering digunakan pengunjung untuk cuci muka dan tangan | Foto: Kevinalegion
Sumur petilasan tempat dimana Jenderal Besar Soeharto dilahirkan sering digunakan pengunjung untuk cuci muka dan tangan | Foto: Kevinalegion

Untuk para generasi penerus, museum ini sangat wajib untuk dikunjungi untuk mengingat kembali sejarah Indonesia di tangan presiden kedua Jenderal Besar H.M Soeharto. Oh ya, ada pesan dari pak Harto di museum ini yaitu, Sa-Sa-Sa. Sabar atine, Saleh Pikolahe, Sareh Tumindake yang artinya selalu sabar, selalu saleh taat beragama, dan selalu bijaksana.

Simak foto-foto lengkapnya di SINI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun