CHILDFREE atau keputusan untuk tidak memiliki anak, bahkan menurut kajian DATAin BPS menganalisis bahwa fenomena childfree di Indonesia dari sisi maternal, menggunakan data survei sosial ekonomi nasional ( Susenas ) 2022. Hasil Nya adalah perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah menikah, namun belum pernah melahirkan anak dalam keadaan hidup. Dalam Susenas 2022, pertanyaan terkait anak ini diberikan khusus kepada mereka yang tidak pernah menggunakan alat KB. "Menurut hasil susenas 2022, persentase perempuan childfree di Indonesia saat ini sekitar 8 persen, hampi setara dengan 71.000 orang," bunyi kajian DATAin BPS. jumlah ini setara dengan 0,1 persen perempuan berusia 15 - 49 tahun. Jadi, dari 1000 perempuan dewasa di Indonesia, satu diantaranya telah memutuskan untuk childfree.Â
Indonesia dikejutkan beberapa belakangan ini dengan kasusPenyebaran kasus childfree dipengaruhi oleh masifnya pengguna media sosial. Survei dari We Are Social (2023) menunjukkan bahwa lebih dari 70% pengguna internet di Indonesia aktif menggunakan media sosial untuk berdiskusi dan berbagi pendapat tentang berbagai topik sosial, termasuk isu childfree. Dengan masifnya penyebaran informasi dan terbukanya ruang diskusi, topik childfree menjadi perbincangan yang menarik banyak perhatian dari berbagai kalangan. Selain itu, isu dan topik childfree juga dapat berpengaruh pada perusahaan, seperti kasus sebuah perusahaan yang bergerak di industri produk anak-anak, menjadi pusat perhatian masyarakat setelah munculnya tuduhan terkait keamanan produk yang diluncurkan. Tuduhan ini memicu respons signifikan dari konsumen, organisasi perlindungan anak, media, sehingga mengharuskan kasus childfree segera diselesaikan dengan solusi yang tepat.Â
Fenomena childfree ini mengacu kepada keputusan individu atau pasangan untuk secara sukarela tidak memiliki anak terlepas dari kemampuan biologis ataupun finansial mereka untuk melakukannya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka kelahiran di Indonesia telah mengalami penurunan secara konsisten dalam beberapa dekade terakhir, yang sebagian besar dipengaruhi oleh pergeseran pandangan terhadap pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Â dalam perspektif sosiologi komunikasi fenomena ini dapat dipahami melalui berbagai konsep yang berkaitan dengan komunikasi sosial, norma, nilai konstruksi sosial, dan juga identitas individu secara kolektif.
Childfree dalam Perspektif Sosiologi Komunikasi
Dalam sosiologi komunikasi, fenomena childfree dapat dianalisis melalui berbagai teori:
Teori Interaksi Simbolik (Herbert Blumer, 1969):
Media sosial menjadi ruang di mana makna keluarga dan peran orang tua didefinisikan ulang. Individu atau kelompok menggunakan platform ini untuk mendiskusikan dan mempertanyakan norma tradisional.Teori Spiral of Silence (Elisabeth Noelle-Neumann, 1974):
Pendukung childfree sering dianggap menentang norma sosial dan menghadapi tekanan opini mayoritas. Meski begitu, media sosial memberi mereka ruang untuk membangun narasi alternatif dan memperjuangkan legitimasi keputusan mereka.Teori Konstruksi Sosial Realitas (Peter Berger & Thomas Luckmann, 1966):
Pilihan untuk tidak memiliki anak dianggap sebagai konstruksi sosial baru yang muncul sebagai respons terhadap perubahan budaya dan ekonomi.
Alasan perempuan memilih childfree
Menurut survei, ada 3 alasan yang sering dikemukakan untuk memilih childfree.
Faktor Ekonomi
Tingginya biaya hidup membuat banyak orang merasa tidak siap secara finansial untuk memiliki anak. Dengan kebutuhan seperti pendidikan dan kesehatan yang semakin mahal, keputusan childfree dianggap sebagai solusi yang lebih realistis.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!