Mohon tunggu...
Kevin Putra Barinda
Kevin Putra Barinda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UAJY

Mahasiswa umur 20 yang sedang menjalani kehidupan yang tidak rasional dan abstrak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rasisme di Era New Media, Pantaskah?

10 Desember 2021   10:23 Diperbarui: 10 Desember 2021   10:43 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, kehidupan di dunia sudah memasuki era dimana teknologi digital sudah ikut campur tangan dengan kehidupan sehari-hari kita. Kita pun sebagai manusia juga tidak dapat hidup tanpa adanya teknologi yang serba canggih saat ini. Apapun kegiatan yang kita lakukan entah itu pekerjaan, tugas, ataupun hiburan pasti membutuhkan adanya teknologi. Teknologi digital tersebut salah satunya dapat berupa new media yang merupakan bentuk konvergensi atau penggabungan media konvensional seperti televisi, radio, dan lain-lain dengan media digital. New media ini tentunya dapat diakses dengan mudah karena sifatnya yang realtime, informasinya bersifat transparan, dan dapat diakses dimana saja serta kapan saja (Puspita, 2015, h. 206)

Nah apakah kalian tahu bahwa pada jaman ini, new media memiliki beragam macam bentuknya? Ternyata sosial media yang kalian gunakan seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan Youtube juga termasuk kedalam bagian dari new media loh. Sosial media saat ini menjadi salah satu new media yang sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari karena sudah menjadi kebutuhan pokok tiap umat manusia. Nah manfaat dari sosial media itu sendiri yaitu  seperti dapat membantu orang-orang untuk berkomunikasi dan menikmati hiburan yang disajikan oleh sosial media tersebut.

Di era dimana arus informasi sangat kuat saat ini, keragaman bentuk dari new media ini tentu dapat menyebabkan hal-hal negatif yang tidak diinginkan loh seperti maraknya kasus hate speech, pelecehan online, cyberbullying, dan masih banyak lagi. Hal-hal negatif tersebut tentu dapat dengan mudah dilakukan secara online karena lebih cepat menyebar, dan beresiko kecil karena pelaku untuk melakukan hal negatif itu hanya secara online, dengan mengetik kata-kata atau merekam video. Selain itu, tindakan atau peristiwa yang terjadi di kehidupan sosial apapun itu positif maupun negatif  juga akan mudah tersebar melalui new media ini karena arus informasi yang sangat kuat dan tinggi. Salah satu contohnya yaitu seperti kasus kontroversial yang terjadi antara suku Jawa dengan suku Papua pada bulan Januari lalu di Indonesia.

Bagi kalian yang belum tahu, kasus ini dimulai dari politikus Partai Hanura yang bernama Ambroncius Nababan yang melakukan tindakan rasisme terhadap Natialius Pigai yang merupakan mantan Komnas HAM. Nah tindakan rasisme yang ia buat terhadap Natalius Pigai ini ternyata dengan menyalahgunakan new media. Dilansir dari detiknews.com, Ambroncius menggunggah foto Natalius di sosial media Facebook yang disandingkan dengan foto binatang gorila. Ia juga menuliskan kalimat "Edodoeee pace. Vaksin ko bukan sinovac pace tapi ko pu sodara bilang vaksin rabies. Sa setuju pace". Dari postingan tersebut membuat beberapa tokoh politik dan orang-orang dari Papua ikut kesal dan ikut bergerak untuk menangani kasus tersebut karena tindakan tersebut tidak mencerminkan prinsip kebhinekkaan dan tak menghargai perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan.

Kasus rasisme belakangan ini memang sedang sering terjadi di seluruh dunia khususnya di Indonesia. Rasisme merupakan perilaku oleh sekelompok ras tertentu yang menganggap kelompok mereka lebih superior dari pada ras yang lain (Pratama, 2016, h. 6). Pada kasus yang terjadi di atas terlihat bahwa tindak rasisme yang dilakukan oleh Ambroncius melibatkan teknologi new media. Penggunaannya terhadap new media disini dapat dikatakan tidak bijak karena telah melanggar etika bermedia sosial. Di kasus ini juga dapat dilihat bahwa tindakan yang Ambroncius lakukan merupakan tindakan rasisme. Tindakan ini termasuk tindakan yang menunjukkan kurangnya toleransi antar budaya yang ada yang menyebabkan suatu hambatan antar budaya. Bahkan dampaknya bukan hanya secara individu, melainkan kelompok dari budaya yang sama tersebut juga ikut terlibat hanya dikarenakan ketidakbijaksanaan dalam penggunaan new media. Nah disini kita dapat menyimpulkan dari peristiwa itu bahwa sangat penting untuk menjaga suatu toleransi antar budaya yang berbeda supaya tidak terjadi perpecahan yang dampaknya sangat besar. Selain itu kita juga harus menggunakan new media dengan bijak supaya tidak terjadi hal-hal negatif dan menimbulkan suatu perpecahan.

Referensi:

Puspita, Y,. (2015). Pemanfaatan New Media dalam Memudahkan komunikasi dan Transaksi Pelacur Gay. Jurnal Pekomnas, 18(3). 203-212.

Pratama, D, S, A,. (2016). Representasi Rasisme dalam Film Cadillac Records. Jurnal E-Komunikasi, 4(1). 1-11.

Detiknews.com. (2021, Januari, 26). Kronologi Kasus Dugaan Rasisme Ambroncius Nababan ke Natalius Pigai. Diakses pada 10 Desember 2021. https://news.detik.com/berita/d-5348891/kronologi-kasus-dugaan-rasisme-ambroncius-nababan-ke-natalius-pigai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun