Mohon tunggu...
Khafie Ramadhan
Khafie Ramadhan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Santri Ponpes. Jawaahirul Hikmah III

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sampah Media Terus Melayar Kaca, Sensasi Menjadi Konsumsi

22 Juni 2021   18:59 Diperbarui: 22 Juni 2021   19:09 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: Khafie Ramadhan (Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang)

Seperti yang kita tau Indonesia adalah negara hukum, dimana suatu negara berdiri berdasarkan suatu ide kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Indonesia disebut negara hukum juga dikarenakan setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum. 

Hukum diciptakan sebagai batasan sekaligus memperkaya kemerdekaan suatu negara karena memiliki dasar hukumnya sendiri atas sebuah negara. Tujuan hukum sendiri memiliki dua sisi seperti menekan dampak negatif dari aktifitas warga negaranya serta juga menekankan sisi positif dari warga negara. Karena itu hukum pada dasarnya memastikan untuk munculnya aspek-aspek positif dan juga berusaha menekan dan menghambat aspek negatif dari kemanusiaan sebagai warga negara.

Keberadaan hukum di Indonesia dalam menertibkan warga negara merupakan syarat mutlak bagi upaya penciptaan indonesia yang damai dan sejahtera. Tanpa adanya hukum yang ditegakkan serta ketertiban yang di wujudkan, tentunya kepastian rasa aman serta kehidupan yang rukun mustahil akan terwujud. oleh karena itulah indonesia sebagai negara hukum berusaha terus untuk mengadakan suatu penegakan hukum agar warga negaranya dapat terus bekerja dan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga nampaklah keterkaitan antara damai, adil dan makmur.

Setelah memahami kaidah hukum bagi Iindonesia tentunya kita tau bahwa di Indonesia memiliki banyak sekali berbagai aspek yang terus diatur oleh undang-undang sebagai pembatas dan suatu pengikat yang tak boleh dilanggar dengan tujuan agar tidak mengganggu kenegaraan ataupun agar tidak merusak nilai moral serta budhaya indonesia. 

Namun sayangnya saat ini meskipun banyak sekali aturan yang telah di buat sebagai batasan seringkali tidak di gubris bahkan seringkali di langgar. sebagai contoh saat ini dapat kita lihat pada keadaan berbagai media di Indonesia, Seiring berjalannya waktu kemajuan teknologi komunikasi mengalami peningkatan dan tentunya membawa budhaya baru kedalam kehidupan masyarakat. hanya berbekal Smartphone kita dapat bertukar pesan bahkan berbicara serta tatap muka dengan orang yang berada sangat jauh. 

Tidak hanya itu saja berbagai informasi dari pelosok dunia terus di update setiap harinya dan dengan mudah diketahui setiap orang hanya melalui smartphone yang tersambung ke internet. Bahkan tanpa sebuah televisi kita dapat menonton siaran langsung dari sebuah Chanel TV nasional ataupun Swasta, bahkan internasional.

Namun sayangnya saat ini situasi dunia penyiaran di Indonesia terus mengalami polemik yang sama selama beberapa saat ini. berbagai konten seringkali mendapatkan surat teguran langsung dari KPI karena dianggap tidak pantas dan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). 

Saat ini dapat kita saksikan banyak sekali berbagai acara Tv yang pada awalnya memiliki tujuan sebagai sarana hiburan untuk penonton malah memperlihatkan sesuatu yang tak seharusnya menjadi bahan tontonan semisal adalah bertengkarnya dua artis dan juga menyudutkan suatu artis padahal tayangan ini di saksikan banyak orang dan tentunya tidak layak di tonton serta telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Bab XI tentang perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu, pasal 15 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut "Lembaga Penyiaran tidak boleh menyajikan program yang menertawakan, merendahkan, dan/atau menghina orang dan/atau kelompok masyarakat sebagaimana maksud pada ayat 1"

Sebagai contoh pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Bab XI tentang perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu, pasal 15 ayat 2 saat ini adalah kasus Dewi Persik, Uya Kuya, dan Denise cadel. berawal dari permasalahan Denise cadel yang mengendorse Uya Kuya untuk promosi usaha bunganya namun mendapat sebuah masalah yang dimana denise cadel tidak terima saat uya kuya membeli bunga di tempat lain, bahkan permasalahan ini menjadi konsumsi publik padahal tidak pantas untuk disiarkan, namun sayangnya perseteruan antara Denise dan keluarga Uya Kuya sampai saat ini belum ada titik terang penyelesaian. Antara kedua belah pihak masih saling berbalas sindiran di media sosial. 

Meski sempat dipertemukan dalam salah satu program Tv, namun keduanya tetap belum berdamai. Bahkan yang terbaru, keluarga Uya Kya memasang muka jadul Denise di beberapa billboard Jakarta untuk menuntut permintaan maaf dari Denise. 

Aksi Uya Kuya tersebut juga di posting di platform media miliknya sehingga seketika viral di seluruh Indonesia, padahal hal tersebut tidak etis dan dapat mempengaruhi berbagai penonton yang terbilang masih belia. namun sayangnya hal tersebut terus viral dan terus mengudara di layarkaca Tv bahkan layar kaca smartphone.

Tidak sampai disitu saja, masih dengan Denise cadel, pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Bab XI tentang perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu, pasal 15 ayat 2 malah lebih nampak saat Denise cadel dan Dewi Persik berseteru. 

Konflik antara keduanya bermula saat Denise Chariesta hadir sebagai bintang tamu sebuah program tv, di mana Dewi Perssik merupakan salah satu pembawa acaranya. Denise merasa pembawa acara di program tersebut tak menghargainya sebagai bintang tamu dan merasa terus dipojokkan bahkan sesekali menerima kata-kata merendahkan yang tentunya tidak pantas disiarkan. 

Aksi saling sindir pun terus terjadi dan berlanjut di media sosial, seketika permasalahan inipun terus menjadi viral karena sindiran dan ancaman dari video salah satu artis tersebut bahkan menggunakan bahasa kasar serta membawa bawa nama suatu daerah bahkan sukunya, tentu saja hal tersebut tidaklah dapat dibenarkan, meskipun bukan disiarkan oleh Tv namun tetap saja media sosial menjadi jendela yang dapat dilihat berbagai kalangan.

Tentunya seiring berjalannya waktu tayangan seperti itu akan berujung dengan hal yang tidak baik, jika masyarakat terus mendapatkan siaran dan konten kontroversi seperti itu secara terus menerus tentunya akan membuat masyarakat terbiasa dan menganggap bahwa hal yang dilakukan dalam siaran tersebut adalah hal biasa yang dapat dilakukan ataupun ditiru dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dapat menanamkan pola pikir hal yang tidak terpuji adalah hal yang lumrah. Tentunya bilamana hal tersebut terus terjadi akan merusak mental anak-anak penerus bangsa dan merusak budhaya Indonesia yang penuh keharmonisan dan tatakrama.

Mari kita kembali lagi ke awal dimana saya jelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sudah jelas bahwa hukum pada dasarnya memastikan untuk munculnya aspek-aspek positif dan juga berusaha menekan dan menghambat aspek negatif dari kemanusiaan sebagai warga negara. 

Namun apa gunanya bila hukum yang telah ada namun tetap menjadi ajang pelanggaran bahkan bagai mati suri tak dihiraukan. perlu sekali keinginan yang kuat dari setiap masyarakat indonesia untuk terus mengikis sampah media yang tak layak terus terpampang di layarkaca, demi Indonesia yang maju dan mempertahankan kedaulatannya serta ideologi dan budhayanya perlu sekali pemerintah dan masyarakat tegas menegakkan hukum yang berlaku dan memberikan wawasan yang tepat dalam bermedia dan penyiaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun