Mohon tunggu...
Ketut Natih
Ketut Natih Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ketika Laut Tak Hanya Asin, Juga Asam

9 November 2018   11:41 Diperbarui: 12 November 2018   08:18 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel 1. Hasil Percobaan Laboratorium| Dokumentasi pribadi

"It's not too late for coral reefs...  indeed, for many other ecosystems that are facing challenges from climate change. It's still possible to reduce the rate at which the climate is changing, and that's within our power today."
 -- Dr. Ove Hoegh-Guldberg


Tahukah anda bahwa terumbu karang merupakan golongan hewan? yang merupakan rumah dari ratusan hingga ribuan spesies di dalam laut? Filter alami untuk menjaga kualitas air laut? Sebagai pelindung pantai dari gelombang laut yang tinggi? Penting sebagai sumber pengembangan obat-obatan kanker dan penyakit lainnya?  


Namun semua akan terganggu ketika 60% dari total terumbu karang terancam rusak akibat aktivitas manusia? Dimana salah satu penyebabnya adalah air laut tidak hanya asin, namun juga asam?

Ya, asam yang serupa pada mangkuk bakso anda yang ditambahkan asam cuka, asam yang berada di lambung anda sebagai pelumat makanan, asam yang ada pada lipatan lengan anda setelah seharian beraktivitas, dan asam yang anda cium ketika anda berada dekat pada asap gunung berapi. Asam dikategorikan sebagai karakteristik fisik dengan ukuran pH ketika nilai pH lebih kecil dari 7 (netral) dimana lawannya disebut basa ketika nilai pH>7


Pengasaman laut atau Ocean Acidification adalah perubahan kimia air laut akibat peningkatan karbon dioksida di atmosfer. Karbon dioksida (CO2) yang terserap oleh air laut inilah yang mengakibatkan perubahan kimia air laut. Karbon dioksida dalam air dapat menimbulkan pembentukan asam karbonat (H2CO3), sehingga menyebabkan pH laut turun sebesar 0,1 unit. Meskipun ini terlihat seperti bukan sebuah perubahan besar, namun skala pH adalah skala logaritma. Dengan demikian, 0,1 satuan perubahan pH diterjemahkan ke dalam peningkatan 30 % pada ion hidrogen. Bahkan diproyeksikan turun lagi sebesar 0,3-0,4 unit pada akhir abad ini bila emisi gas CO2 terus bertambah. Peningkatan emisi CO2 yang menyebabkan pengasaman laut dipengaruhi oleh beberapa hal salah satu "tersangkanya" siapa lagi kalau bukan akibat global warming (Afandi, 2009).

Tidak semua CO2 yang dihasilkan oleh kegiatan industri manusia tetap berada di atmosfer, sekitar 25% dan 50% dari emisi tersebut selama masa industri telah diserap oleh lautan di seluruh dunia. Fenomena ini akan membuat pH di permukaan laut menurun dari seperti pada tahun 1751 sampai 2004 ph menurun dari 8,25 menjadi 8,14 (Kambey, 2013).

Pada ekosistem terumbu karang, pengasaman air laut dapat meningkatkan coral bleaching, menurunkan produktivitas dan calcification yang terjadi pada organisme yang hidup di terumbu karang.

Menurunkan produktivitas dan proses "Calcification"

Terumbu karang terbangun dari CaCO3 , pengendapan CaCO3 oleh karang dan organisme lain yang hidup di terumbu karang ditentukan oleh saturasi CaCO3 pada air laut () dan temperatur permukaan laut (SST). Calcification adalah proses dimana karang memproduksi CaCO3.

Tiga contoh karang pembangun terumbu karang adalah : staghorn corals (Acropora intermedia), massive corals (Porites lobata), dan crustose coralline algae (Porolithon onkodes).              


Asamnya air laut mempersulit terumbu karang untuk membentuk cangkang yang keras sehingga memutih dan rapuh. Akibatnya bisa dibayangkan, ketika rumah untuk berlindung rapuh, spesies-spesies yang bernaung dan bermutualisme di antara terumbu karang turut terancam kelangsungan hidupnya. Salah satu spesies laut yang membutuhkan terumbu karang adalah pteropods yang merupakan dasar dari rantai-rantai makanan bagi biota laut. Jika pteropods terancam punah maka nantinya akan menjadi dampak serius bagi rantai makan yang ada di laut. Selain itu dampak kerusakan laut dari fenomena pengasaman laut yang ini juga menimbulkan berbagai kerugian pada sektor perikanan, perekonomian, serta pada industri pariwisata (Feely dkk. 2006).


Coral Bleaching

Seperti rambut anda yang diputihkan saat di salon untuk mendapatkan rambut dengan warna menarik, proses "bleach" juga terjadi pada terumbu karang, namun pemutihan ini akibat rapuh dan matinya terumbu karang.

Dalam ekosistem terumbu karang dikenal hubungan simbiotik antara karang dengan alga yang hidup di dalam jaringan karang, karang akan memberikan tempat perlindungan untuk alga dan alga akan memberikan warna dan nutrien yang dibutuhkan karang untuk tumbuh (90% energi karang berasal dari alga).

Proses coral bleaching terjadi ketika karang terpaksa mengeluarkan alga yang hidup didalam jaringannya dikarenakan air laut yang terlalu hangat, menyebabkan karang kehilangan sumber energi dan lama-lama akan mati. Meningkatnya konsentrasi CO2 di udara bersamaan dengan peningkatan temperatur di permukaan air laut menyebabkan meningkatnya proses coral bleaching yang mempunyai konsekuensi penurunan pertumbuhan, reproduksi dan daya tahan hidup karang.

Mari Kita Lihat Faktanya 

Berikut beberapa gambar perbandingan terumbu karang sebelum dan sesudah terjadinya coral bleaching, sumber gambar menarik lainnya dapat dilihat pada alamat ini coralreefimagebank

MAUI, HAWAII (AUG2015/NOV2015) CREDIT: THE OCEAN AGENCY / XL CATLIN SEAVIEW SURVEY
MAUI, HAWAII (AUG2015/NOV2015) CREDIT: THE OCEAN AGENCY / XL CATLIN SEAVIEW SURVEY
MAUI, HAWAII (AUG2015/NOV2015) CREDIT: THE OCEAN AGENCY / XL CATLIN SEAVIEW SURVEY
MAUI, HAWAII (AUG2015/NOV2015) CREDIT: THE OCEAN AGENCY / XL CATLIN SEAVIEW SURVEY
BEFORE & AFTER - ANEMONE WITH CLOWNFISH CREDIT: JAYNE JENKINS
BEFORE & AFTER - ANEMONE WITH CLOWNFISH CREDIT: JAYNE JENKINS
Hasil penelitian "Coral Bleaching"

Percobaan laboratorium selama 8 minggu berlokasi di Pulau Heron (sebelah selatan Great Barrier Reef, Australia) pada saat musim panas Februari-Maret 2007, menggunakan sistem 30 kolam yang diatur konsentrasi CO2 dan temperaturnya. Konsentrasi CO2 yang diatur dibagi menjadi 3 kategori, kondisi kontrol 380 ppm, kategori tinggi 520-700 ppm dan kategori sangat tinggi 1000-1300 ppm. Untuk melihat hubungan konsentrasi CO2 dan kenaikan temperatur, maka diuji coba juga untuk 2 kategori temperature yaitu 25-26oC dan 28-29 oC (mewakili puncak temperatur saat musim panas). Setiap kolam berisi 3-5 spesimen yang mewakili ekosistem terumbu karang Great Barrier Reef.

Tabel 1. Hasil Percobaan Laboratorium| Dokumentasi pribadi
Tabel 1. Hasil Percobaan Laboratorium| Dokumentasi pribadi
dasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa peningkatan keasaman air laut sangat berpengaruh pada dua jenis organisme karang yaitu Acropora dan CCA yaitu dengan peningkatan proses coral bleaching dan penurunan laju produktivitas dan calcification, kondisi ini juga diperparah dengan peningkatan temperatur laut. Jika penurunan jumlah populasi CCA terus terjadi, akan berdampak pada ekosistem terumbu karang dimana peran CCA sangat penting sebagai tempat tinggal larva hewan-hewan invertebrata termasuk karang dan pendukung pertumbuhan terumbu karang dan cementation.

Peningkatan keasaman air laut tidak terlalu berpengaruh pada proses calcification untuk organisme Acropora dan CCA, hal ini menjadi salah satu variabel penting untuk memprediksi resiko pengasaman air laut pada ekosistem terumbu karang.

Upaya Meminimalisasi dampak Ocean Acidification

Menurut Awaluddin (2014), Pemangkasan emisi CO2 merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat efek Ocean Acidification. Tidak mungkin untuk menaikan derajat keasaman laut dengan cara menetralkannya seperti teori netralisasi asam basa. Karena butuh berton-ton basa yang harus dilarutkan untuk mencapai pH sedikit basa yang memungkinkan organisme untuk hidup lebih baik.

Peningkatan air laut menjadi lebih asam akan mengganggu ekosistem laut. The InterAcademy Panel, 1 Juni 2009 (IAP) juga menyatakan bahwa, jika CO2 di atmosfer mencapai 550 ppm dibandingkan tingkat CO2 pra-industri sebesar 280 ppm, terumbu karang di seluruh dunia dapat hancur, maka dari itu The Royal Society melakukan pertemuan kelompok kerja teknis di london pada tanggal  6 Juli 2009  dengan hasil pertemuan adalah

  1. Untuk menjaga kelangsungan hidup terumbu karang, tingkat CO2 atmosfer harus dikurangi sebesar-besarnya sehingga mencapai kurang dari 350 ppm.
  2. Disamping upaya mengurangi emisi CO2, untuk mencapai tingkat CO2 yang aman ini diperlukan upaya penghilangan CO2 dari atmosfer secara aktif.
  3. Pengelolaan berbasis-ekosistem terhadap tekanan-tekanan lain pada terumbu karang yang diakibatkan oleh manusia secara langsung, seperti tangkap lebih, penangkapan ikan yang merusak, pencemaran dan sedimentasi pantai, akan sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup terumbu karang yang menjadi tumpuan hidup banyak orang.

Secara singkat, hal yang harus kita pahami terkait pengasaman lautan adalah sbb:

  1. Aktivitas manusia salah satunya adalah aktivitas industri merupakan salah satu penyebab terbesar utama dalam pengasaman laut.
  2. Pengasaman laut terjadi akibat penyerapan karbon dioksida (CO2) yang semakin meningkat sehingga menaikkan konsentrasi ion H+ di laut.
  3. Pengasaman laut menyebabkan kerusakan terumbu karang karena ion bikarbonat yang jenuh menghambat pembentukan karang dengan mengurangi ion karbonat.
  4. Upaya yang harus dilakukan untuk membenahi kerusakan ini adalah dengan pengurangan emisi udara dan konservasi terumbu karang terhadap terumbu karang yang terlanjur mengalami kerusakan

Ketamakan manusia-lah yang berperan besar dalam terganggunya ekosistem laut kita, untuk itu penanganannya dimulai dari kita dan pembaca yang budiman, tulisan ini diakhiri kutipan dari tokoh terkemuka:

"Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun tidak cukup untuk memenuhi keinginan segelintir kecil manusia yang serakah," Mahatma Gandhi

Beberapa gambar diambil dari film "Chasing Coral"; penulis merekomendasikan film ini untuk kita tonton :-) 


Penulis:

  • Ketut Natih
  • Rina Florina
  • Ursula Chiseva Silalahi

Kelas 37a ; Sekolah Ilmu Lingkungan UI 2018

DAFTAR PUSTAKA

  • Feely, Richard A. dkk. 2006. Carbon Dioxide and Our Ocean Legacy. NOAA Pacific Marine Environmental Laboratory Publications.
  • Hoegh-Guldberg, Ove dkk. 2007. Coral Reefs Under Rapid Climate Change and Ocean Acidification. Science Magazine Vol. 318.
  • Kalsium dan Laju Pertumbuhan Halimeda sp. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) Vol. 24, No. 1, April 2014: 28-34
  • Kementerian Negara Lingkungan hidup (KLH). 2007. Memprakirakan Dampak Lingkungan Kualitas Udara. Jakarta
  • Ramli, Agustin dkk. 2013. Peran Laut Jawa Dan Banten Sebagai Penyerap dan Pelepas CO2. Jurnal Segara Vol. 9, No. 1, Agustus 2013
  • Rukminasari, Nita dkk. 2014. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) Air Laut Terhadap Konsentrasi.
  • Rau G H & Caldeira K (2002).  Minimizing effects of CO2 storage in oceans. Science 276, 275 -- 276.
  • Sunarsih.2013. Pengaruh Pengasaman Pada Spesiasi Cu(Ii) Dalam Sistem Asam Humat-Air.UGM.Yogyakarta.
  • coralreefimagebank

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun