Dalam kondisi keungan yang serba kekurangan, hebatnya Siti Rohmah tetap bertekad untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya -yang bisa untuk sekolah-. Kini 3 orang anaknya bersekolah di SDLB (anak ketiga, keempat, dan ketujuh), 1 orang duduk dibangku kelas 1 SMP (anak keenam), dan 1 orang sudah lulus SMK (anak kelima). Namun, 2 yang lainnya (anak pertama dan kedua) tidak bersekolah karena kondisi mental tidak memungkinkan.
Maskipun 6 dari 7 anaknya memiliki keterbatasan mental, namun mereka sangat berbakti kepada Siti Rohmah. David (anak kelima) adalah harapan satu-satunya Siti Rohmah, karena David satu-satunya anak yang paling normal. Davidlah yang akan menjadi pengganti dirinya untuk merawat anak-anaknya. Oleh sebab itu, Siti Rohmah senantiasa berdoa agar David diberi kekuatan dan kemudahan dalam menjalani kehidupan.
"Yang paling penting itu pembuktian kepada Ibu. Itu jauh lebih berarti dari sekedar kata-kata" Ujar David dalam perbincangan kami yang sebentar. Sangat tampak jelas, David benar-benar ingin mengabdikan hidupnya untuk Ibu dan keluarga.
Berbeda dengan David, anak pertamanya yang bernama Rudi justru memiliki gangguan mental paling parah diantara anak lainnya. Segala daya dan upaya sudah dilakukan Siti Rohmah untuk mengobatinya. Namun tak ada satupun yang berhasil.
Gangguan mental Rudi semakin parah sejak sang ayah meninggal dunia. Ditambah BPJS Rudi juga sudah habis masa berlakunya, hal ini membuat Siti Rohmah tidak bisa melanjutkan pengobatan untuk anak tercinta.
Baru-baru ini, Siti Rohmah dilaporkan kepada Ketua RT atas tuduhan bahwa anak-anaknya (khususnya Rudi) sudah mengganggu kenyamanan beberapa warga. Ia pun diminta untuk menjual tanah, dan pindah dari rumahnya. Namun ia berusaha menjelaskan kejadian yang sebenernya bahwa anaknya lah yang diganggu dan hina oleh beberapa warga.Â
Bahkan rumahnya juga sering dilempari bebatuan oleh anak-anak nakal saat Siti Rohmah tidak di rumah. Itulah yang menyebabkan sang anak marah dan membalas perlakuan mereka. Tidak hanya membalas mereka, Rudipun juga menyalurkan amarahnya di rumah. Kaca rumah, papan rumah, dan perabotan rumah dirusak menjadi benda-benda yang tak lagi bisa berguna.
Hal ini sangat memilukan bagi Siti Rohmah. Namun ia hanya bisa menangis dan terdiam seribu bahasa. Memendam luka hatinya melihat sang anak diperlakukan tidak selayaknya oleh masyarakat, yang berakibat pada rusaknya semua benda-benda di rumah mereka. Bahkan setiap malam ia pun harus berjaga-jaga, memantau Rudi agar tidak melakukan hal yang tidak diinginkan. Karena ketika Rudi teringat dengan hinaan orang, maka Rudi akan marah dan mengamuk saat itu juga.
Tak tahan dengan kondisi semacam ini, Siti Rohmah berkeinginan meminta perlindungan kepada pihak yang berwajib untuk keluarganya. Namun, dengan keterbatasan pengetahuan, membuat ia mengurungkan keinginannya.
"Posisi Ibu yang seperti ini udah jelas bakal diremehkan orang, jadi nggak mungkin mau ngadu. Kalau ngadu, mau sama siapa? Sedangkan kondisi anak Ibu seperti itu. Jadi nggak akan ada yang mau bela Ibu. Ibu cuma bisa diam, walaupun kadang-kadang hancur banget rasanya, nduk".