l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab."
Pasal 16 ayat (2) berbunyi "Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :
tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
- selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
- harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
- pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
- menghormati hak asasi manusia.
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 19 ayat (2) tentang Kepolisian berbunyi "Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan."
Pembentukan polisi virtual merupakan wujud nyata Polri yang mengedepankan langkah preventif dan persuasif dalam menyelesaikan persoalan mengenai pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Polisi virtual memiliki tugas utama untuk memberikan edukasi kepada masyarakat luas terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menilik banyaknya pelaporan mengenai pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Brigjen Pol Rusdi Hartono Karopenmas Divisi Humas Polri menyebutkan bahwa setidaknya ada sebanyak 4.360 kasus pada tahun 2018, 4.586 kasus pada tahun 2019, dan 4.790 kasus pada tahun 2020. Laporan terkait media sosial selalu mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Kasus yang dilaporkan berkisar tentang laporan pencemaran nama baik, berita bohong dan beberapa kasus lain.
Dengan banyaknya kasus pelanggaran Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang hadir, Brigjen Pol Rusdi Hartono menuturkan bahwa polisi virtual ada di tengah-tengah sosial media masyarakat sebagai bentuk pencegahan. Pencegahan terhadap tindak kejahatan kepada masyarakat dan pencegahan agar masyarakat tidak melakukan tindak kejahatan.
Polisi virtual hanya akan mengawasi dunia maya dan menghimbau serta menegur siapapun masyarakat Indonsia pengguna sosial media yang diduga memiliki potensi pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan mengirimkan direct message melalui WhatsApp atau media lain.
Sebelum mengirimkan pesan peringatan, Polri akan mempertimbangkan konten tersebut bersama para ahli. Baik ahli bahasa, ahli hukum pidana, ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta ahli lainnya untuk meneliti kasus lebih lanjut. Setelah konten dinyatakan benar-benar memiliki potensi pelanggaran, maka akun pemilik konten akan diberi peringatan sebanyak 2 kali. Polri memberikan waktu 1 x 24 jam kepada pemilik akun untuk menghapus konten tersebut. Jika pemilik akun menolak, maka pemilik akun akan dipanggil oleh Polri dan dimintai klarifikasi.
"Direct message pertama diajukan kepada yang bersangkutan, jika tidak diindahkan maka akan diajukankan direct message yang kedua. Jika inipun tidak diindahkan, maka akan dilakukan klarifikasi oleh Polri terhadap pemilik akun itu sendiri," ungkap Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono di salah satu TV Nasional, Sabtu (27/2/2021).
Namun, apabila tenyata masih banyak hal-hal yang menjadi keraguan masyarakat mengenai polisi virtual ini, Brigjen Pol Rusdi Hartono mengaku bahwa Polri akan terbuka secara luas untuk bersama-sama mendiskusikan permasalahan ini, agar kita benar-banar bisa mendapatkan solusi yang terbaik bagi bangsa dan negara tercinta.
Per tanggal 1 Maret 2021, polisi virtual telah menegur setidaknya ada 21 akun media sosial yang diduga berpotensi melanggar Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).