Mohon tunggu...
Siti Aisyah
Siti Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

suka membaca, menulis, berkhayal, dan belajar editing.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Inovasi Padi Cepat Panen Sebagai Solusi untuk Mengurangi Ketergantungan Impor di Indonesia

10 Desember 2024   22:34 Diperbarui: 10 Desember 2024   22:34 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yaitu negara yang memiliki sector pertanian besar dan menjadikan sector pertanian sebagai penunjang hidup atau dalam artian lain sebagai negara yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Sebagai negara agraris, seharusnya memiliki ketahanan pangan yang kuat, khususnya dalam komoditas beras yang digunakan sebagai makanan pokok Sebagian besar penduduk. Namun, kenyataannya, Indonesia masih bergantung pada impor beras untuk memenuhi kebutuhan domestik. Ketergantungan ini memengaruhi stabilitas ekonomi dan kedaulatan pangan. Tahun 2025 ditargetkan sebagai tahun ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan, karena dinilai sejalan dengan kondisi global, negara-negara berkembang termasuk Indonesia menghadapi keadaan yang semakin sulit untuk mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas keberlanjutan ketahanan pangan. Tantangannya muncul dari dua sisi sekaligus yang saling menguatkan tingkat kesulitannya, yaitu dari sisi supply (penawaran, pasokan) dan sisi demand (permintaan, kebutuhan) yang berperilaku sangat dinamis (Achmad S, 2014). Untuk mengatasi masalah ini, inovasi dalam sektor pertanian menjadi kebutuhan mendesak. Salah satu solusi potensial adalah penerapan rekayasa genetika untuk menciptakan varietas padi yang dapat tumbuh dan panen lebih cepat. Artikel ini akan membahas bagaimana teknologi rekayasa genetika dapat menghasilkan padi cepat panen dan perannya dalam mengurangi ketergantungan impor pangan di Indonesia. Padi sebagai salah satu sumber pangan pokok di Indonesia, merupakan salah satu tanaman pangan semusim berupa rumput dan bersifat berumpun. Tanaman padi (Oryza Sativa) banyak dikembangkan di Indonesia karena mempunyai kemampuan adaptasi tinggi dengan berbagai kondisi lingkungan. Meski banyak tumbuh dan dikembangkan di Indonesia, sejatinya padi bukanlah tanaman asli Indonesia. Tanaman padi berasal dari benua Asia dan Afrika Barat dimana menurut sejarah penanaman padi sudah dimulai pada 3.000 tahun SM di Zhejiang (Cina) (Harfrese, R. B, I. Arsensi, 2021). Tanaman padi (Oryza sativa) membutuhkan waktu 3 hingga 6 bulan, atau sekitar 90 hingga 180 hari, untuk tumbuh, tergantung varietas, kondisi lingkungan, dan cara penanaman. Siklus hidup padi dibagi menjadi tiga tahap utama: tahap vegetatif, tahap reproduksi, dan tahap pemasakan. Selama tahap vegetatif, yang berlangsung sekitar 30 hingga 55 hari, tanaman fokus mengembangkan akar, batang, dan daun. Tahapan ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti air yang cukup, suhu ideal 25 hingga 35C dan sinar matahari yang optimal. Tanaman kemudian memasuki fase reproduksi selama 25-35 hari, selama waktu tersebut bunga dan malai terbentuk sebagai persiapan pembentukan benih. Kemudian tahap pematangan berlangsung selama 30 hingga 50 hari, yaitu benih mulai mengembang dan menguning hingga siap dipanen. Varietas premium seperti padi hibrida memiliki siklus yang lebih pendek, sekitar 90 hingga 120 hari, sedangkan varietas lokal tradisional memiliki siklus yang lebih panjang, hingga 120 hingga 180 hari (Alavan A, R. Hayati, E. Hayati, 2015). Inovasi seperti rekayasa genetika dan teknik penanaman modern, seperti sistem intensifikasi padi (RIS), dapat mempercepat waktu pertumbuhan dan meningkatkan hasil panen. Selain itu pengelolaan lingkungan yang baik, pemupukan dan pengendalian hama menjadi faktor penting untuk mendukung pertumbuhan padi yang optimal. Rekayasa genetik untuk menghasilkan padi yang cepat tumbuh merupakan salah satu contoh penerapan bioteknologi modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian serta menjadi solusi inovatif untuk mengurangi ketergantungan impor beras di Indoensia. Proses rekayasa genetik ini bertujuan untuk menghasilkan varietas padi yang mempunyai sifat unggul, seperti kecepatan pertumbuhan yang luar biasa, serta ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Tahapan dalam proses rekayasa genetik padi ini melibatkan beberapa langkah, mulai dari lisis sel hingga perbanyakan tanaman transgenik. Salah satu gen yang mungkin digunakan dalam rekayasa genetika ini adalah gen yang berpengaruh pada pertumbuhan, seperti gen yang mengatur produksi hormon pertumbuhan tanaman, yaitu Gen GA20ox (Gibberellin 20-oxidase). Gen ini ditemukan pada tanaman gandum, karena berperan dalam biosintesis giberelin, yaitu hormon tanaman yang merangsang pertumbuhan batang dan biji. Selanjutnya untuk mendapatkan gen tersebut dari tanaman gandum perlu dilakukan isolasi gen. Isolasi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) adalah suatu metode untuk memurnikan DNA dengan menggunakan metode fisik dan/atau kimia dari suatu sampel yang bertujuan untuk memisahkan DNA dari membran sel, protein, dan komponen seluler lainnya (Gupta 2019). Tujuan isolasi DNA adalah untuk memisahkan DNA dengan bahan lain seperti lemak, protein dan karbohidrat. Prinsip utama isolasi DNA terdiri dari tiga tahap: lisis, atau penghancuran, ekstraksi, atau tahap yang membedakan DNA dari bahan lain, dan tahap akhir yaitu pemurnian (Mawadda, dkk. 2021) Pada tahap lisis sel gandum dilakukan dengan Teknik mekanik yakni penggerusan dengan tujuan untuk memecah dinding/membrane sel gandum agar DNA lebih mudah diekstraksi. Untuk lisis sel gandum dapat juga menggunakan detergen seperti CTAB (Cationic Hexadecyl Trimethyl Ammonium Bromide) lalu diinkubasikan pada suhu ruang. Penambahan deterjen dalam isolasi DNA dapat dilakukan karena deterjen tersebut selain berperan dalam melisisikan membrane sel juga dapat berperan dalam mengurangi aktivitas enzim nuclease yang merupakan enzim pendegradasi DNA (Febriana W, 2017). Setelah sel gandum dilisiskan, tahap selanjutnya adalah ekstraksi DNA dengan cara, sel gandum yang telah dilisiskan ditambahkan dengan fenol (klorofom) yang dapat memisahkan DNA/RNA dengan debris sisa seluler seperti lemak, protein, dan karbohidrat kemudian di sentrifugasi. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi, contohnya 2500 rpm (rotation per minute) atau 3000 rpm. Selanjutnya, pada tahap presipitasi, DNA diendapkan dengan menambahkan alcohol (etanol) kedalam larutan. Proses ini memungkinkan DNA (Gen GA20ox) untuk mengendap sebagai pelet yang dapat dikumpulkan dan kemudian dimurnikan dengan cara dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa kontaminan (M Faatih,2009). Setelah isolasi DNA (Gen GA20ox) total dari sel yang telah diekspresikan, Langkah selanjutnya pemurnian m-RNA dan sintesis c-DNA. Identifikasi DNA yang mengkode sifat dapat dilakukan dengan memanfaatkan kinerja enzim reverese transkiptase. Enzim reservese transkiptase dapat digunakan untuk mengubah m-RNA yang mengkode sifat tertentu dibuat menjadi untaian ganda atau c-DNA. c-DNA yang dihasilkan inilah yang akan menjadi petunjuk gen/DNA yang dapat mempercepat pertumbuhan padi. Selanjutnya c-DNA inilah yang akan berperan sebagai gen target yang membawa gen GA20ox (Gibberellin 20-oxidase). Selanjutnya c-DNA yang telah dihasilkan dapat dimasukkan ke dalam vector atau plasmid melalui proses transformasi. Plasmid inilah yang akan membawa gen GA20ox (Gibberellin 20-oxidase). Langkah selanjutnya adalah pemotongan pada bagian sekuen yang diinginkan dari kedua DNA: DNA GA20ox sebagai gen target dan pCAMBIAsebagai vektor. Pemotongan ini dilakukan menggunakan enzim restriksi, yang memotong kedua jenis DNA pada situs tertentu, menghasilkan fragmen-fragmen dengan ujung-ujung yang dapat disambungkan. Pemotongan harus dilakukan secara hati-hati sehingga fragmen DNA yang dihasilkan kompatibel antara DNA target dan vektor, sehingga dapat digabungkan dengan benar (T J Santoso, dkk, 2018). Setelah DNA GA20ox dan DNA vektor pCAMBIA dipotong dengan enzim restriksi, langkah berikutnya adalah menggabungkan kedua fragmen tersebut. Penggabungan ini dilakukan dengan menggunakan enzim ligase, yang akan menyambungkan ujung-ujung DNA yang kompatibel (mengikuti pasangan nukleotida: Adenin - Timin dan Sitosin - Guanin). Hasil dari proses ini adalah DNA rekombinan, yang merupakan gabungan dari gen GA20ox dan DNA vektor pCAMBIA. DNA rekombinan ini berisi gen target yang diinginkan (GA20ox) yang akan ditransfer ke dalam sel inang. DNA rekombinan yang telah terbentuk kemudian ditransferkan ke dalam sel inang. DNA yang menggunakan plasmid rekombinan diinfeksikan ke sel embrio yang ada ppada endospore (biji padi). Sel transforman ini diharapkan akan mengekspresikan gen GA20ox, yang dapat memberikan sifat yang mampu tumbuh secara cepat dan tidak sesuai dengan siklus pertumbuhan biasanya, seperti peningkatan produksi hormon gibberelin, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pertumbuhan padi dan mempercepat panen. Biji padi yang telah melewati riset seleksi rekombinan akan menghasilkan tanaman padi yang tumbuh cepat. Pengembangan padi cepat panen menawarkan potensi besar untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan impor, namun implementasinya menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utama adalah resistensi sosial, di mana masyarakat sering kali khawatir tentang keamanan pangan dan dampak kesehatan dari padi hasil rekayasa genetika. Oleh karena itu, edukasi yang jelas dan berbasis bukti tentang keamanan padi transgenik sangat penting untuk mengurangi kekhawatiran ini. Selain itu, pengembangan varietas baru melalui rekayasa genetika memerlukan biaya penelitian dan produksi yang sangat besar, termasuk investasi dalam riset, teknologi, dan uji lapangan. Dukungan dari pemerintah dan sektor swasta sangat diperlukan untuk memastikan kelangsungan dan keberhasilan program ini. Tantangan lainnya adalah regulasi dan kebijakan, di mana proses persetujuan untuk penggunaan tanaman hasil rekayasa genetika sering kali memakan waktu yang lama karena adanya regulasi yang ketat. Pemerintah perlu mempercepat proses persetujuan tanpa mengabaikan aspek keamanan yang penting. Setelah varietas padi cepat panen dikembangkan, tantangan berikutnya adalah distribusi dan akses benih, di mana benih padi yang telah disertifikasi harus dapat diakses oleh petani di seluruh wilayah, termasuk daerah-daerah terpencil. Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa strategi implementasi perlu diterapkan. Pertama, investasi dalam penelitian dan pengembangan harus didorong oleh pemerintah melalui dukungan terhadap lembaga pendidikan dan pusat riset nasional, serta dengan menjalin kemitraan dengan institusi internasional yang memiliki keahlian dalam teknologi rekayasa genetika. Kedua, edukasi dan sosialisasi mengenai manfaat dan keamanan padi cepat panen harus dilakukan secara intensif, dengan memberikan pelatihan dan seminar kepada petani serta melakukan kampanye melalui media massa. Ketiga, perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi, jalan, dan fasilitas penyimpanan sangat penting untuk mendukung distribusi benih dan hasil panen secara efisien. Terakhir, inovasi kebijakan harus diterapkan dengan menciptakan kebijakan yang mendukung adopsi teknologi ini, seperti memberikan insentif bagi petani yang menggunakan benih padi cepat panen, serta menyediakan subsidi untuk menekan biaya produksi, sehingga teknologi ini dapat diterima dan digunakan secara luas oleh petani. Padi cepat panen merupakan inovasi revolusioner yang dapat menjadi solusi efektif untuk mengurangi ketergantungan impor pangan di Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi rekayasa genetika, padi ini dapat meningkatkan produksi beras domestik, menghemat sumber daya, dan mengurangi risiko gagal panen akibat perubahan iklim. Namun, keberhasilan implementasinya memerlukan dukungan penuh dari pemerintah, institusi riset, dan masyarakat. Jika diterapkan dengan tepat, padi cepat panen dapat menjadi langkah besar menuju kedaulatan pangan yang sesungguhnya di Indonesia. Semoga inovasi ini dapat segera diwujudkan untuk menjadikan Indonesia lebih mandiri dan berdaya saing dalam sektor pangan global. Daftar Pustaka Harfresen, R. B. Noor, dan I. Arsensi. 2021. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan Padi Adan Krayan (Oryza sativa L.). Zira'ah. 46 (2): 251-258. Ahmad, S. 2014. Menuju Ketahanan Pangan Indonesia Berkelanjutan 2025: Tantangan dan Penanganannya. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 32 (2):123-135. Alavan, A., R. Hayati, dan E. Hayati. 2015. Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza sativa L.). Jurnal Floratek. 10 (1): 61-68. Febriana, D. W. 2017. Modul Praktikum Biologi Molekuler. Universitas Esa Unggul Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun