Hai, Financial Addict! Kalau biasa baca kontenku, pasti kalian tau aku adalah seorang fundamentalist, dengan kata lain aku suka banget baca laporan keuangan untuk menganalisis kinerja suatu perusahaan. Tapi, dalam perjalanan mengejar mimpi sebagai seorang analis, aku sadar bahwa analisis fundamental aja nggak cukup, so aku memutuskan untuk belajar analisis teknikal dan bandarmology. Tenang aja, kontenku selanjutnya akan tetep bahas analisis fundamental, cuma selingan aja sesekali aku akan bahas teknikal dan bandarmology biar ga bosen. Okey udah siap belajar bareng? Gashh!
By the way, atas rekomendasi temen, aku baru aja beli buku judulnya Bandarmology: Membeli Saham Gaya Bandar Bursa, karangan Pak Ryan Filbert. Bukunya bagus banget, sumpah rasanya kayak baca novel padahal ini buku pelajaran loh, jadi apresiasi buat Pak Ryan, terima kasih atas penyajian materinya yang menarik. Nah, di kontenku kali ini, aku akan coba jelasin sedikit mengenai buku ini. Aku nggak akan jelasin banyak-banyak terutama aspek praktiknya karena takut kena undang-undang hak cipta. Kalau memang Financial Addict tertarik mempelajari Bandarmology, bisa langung beli buku ini, linknya udah aku sematin di keranjang kuning ya. (Hahaha, bercanda guys, aku analis bukan affiliator). Kalo tertarik bisa beli di Gramedia terdekat.
Cece, ada yang bilang main saham itu kayak main judi, emang bener yah? Stigmanya sih begitu. Bandar selalu menang, kalo ada pemain menang itu mungkin dikasi menang sama bandar dan kemungkinan kecil karena pemain itu sangat pintar sehingga bisa “menghitung.” Don’t be greedy atau jangan serakah adalah kalimat yang tepat sebagai peringatan bagi trader dan bandar dalam bermain di pasar modal.
Wait, Ce... Aku paham kalo trader ga bole serakah, tapi kenapa bandar nggak boleh serakah? Emangnya pernah gitu ada bandar yang serakah? Kalo bandarnya serakah yang menang tradernya? Nah, sabar yak, kita bakal tahu jawabannya diakhir konten ini.
Permainan bandar yang pertama bisa kita lihat waktu perusahaan itu melantai dibursa atau yang istilah gaulnya kita kenal dengan IPO (initial public offering). IPO itu tujuannya apa sih? (Jelas ini mahh...) Buat cari dana dong. Jadi kalo banyak investor yang minat dengan saham itu, otomatis kan harganya naik kan? Nah, perusahaan dapet lebih banyak uang deh dan congrats! IPO berhasil. Tapi, kalo permintaan saham itu dikit, ya harganya jadi murah. Kalo harganya murah kan perusahaan enggak dapet banyak dana, berarti IPO-nya gagal, Banyak perusahaan akan mempercantik diri sebelum IPO baik dengan cara mempercantik laporan keuangannya, maupun dengan mentakeover proyek baru dan menyelesaikan proyek mangkrak sebelumnya. Tujuannya biar apa? Biar investornya tertarik.
Sampe sini paham ya? Jadi pas IPO itu, harga pasar nggak terbentuk secara tiba-tiba, simsalabim! Ada proses namanya book building, yaitu harga saham akan ditentukan berdasarkan permintaan investor. Fenomena lucu adalah pas book building, investor bela-belain antri buat beli saham suatu perusahaan, saking ramenya sampe dapetnya kurang dari jumlah yang diminta, eh tapi pas udah melantai di bursa, plashh... Peminatnya hilang tiba-tiba. Kalo Pak Ryan sih bilangnya: Lu pada kemana semua pas perusahaan ini udah melantai? Bukannya pas kemarin nggak kebagian, kok sekarang nggak beli?
Ngerti jawabannya? Yang ngantri itu bandar. Dibuatlah banyak permintaan biar harga sahamnya tinggi pas IPO. Emang nggak semua harga saham setelah IPO itu bakalan turun, ada juga kok yang naik, contohnya Sidomuncul (Enggak promosi ya). Hmm... Tapi sebagai mahasiswa jurusan akuntansi yang sudah sejak dini dicekokin paham-paham konservatisma, “Kayaknya gua belinya entaran aja dah pas udah melantai dibursa.” Daripada kena goreng bandar ‘ye kan?
Trik kedua, bandar bisa mengubah harga dengan melakukan cancel order sesaat sebelum penutupan. Jam tutup bursa adalah pukul 4 sore. Misal pake contoh dari Pak Ryan, last price ada diangka Rp1.630. Pas penutupan, kita pengen naikin harga ke Rp1.655. Maka, pas pembukaan bursa jam 9 pagi, kita harus bikin antrian di harga Rp1.630-Rp1.650. Ntar kalo udah deket-deket jam 4 sore, kita cancel order dan sisain masing-masing 100 lot di rentang harga Rp1.630-Rp1.650. Habis gitu, kita pasang order beli 501 lot di Rp1.655. Nah 100 lot masing-masing akan terbeli di harga Rp1.630-Rp1.650, dan 1 lot sisanya akan terbeli di harga Rp1.655. Makanya, jangan heran kalo mendekati penutupan, harga saham naik tinggi banget, bahkan mungkin sampe breakout resistance. Artinya apa? Ya artiin sendirilah wkakakak...
Trik ketiga tapi mungkin udah agak sulit buat dilakuin, namanya ngikutin investor asing. Kita tahu, bahwa investor asing masih mendominasi investor domestik, jadi pengaruh investor asing masih besar di Indonesia. Jika investor asing ingin membeli saham, maka jumlah permintaan akan meningkat, menyebabkan harga saham semakin tinggi. Sebaliknya, waktu investor asing mau cabut, maka saham akan dilepas, jumlah penawaran meningkat, maka harga saham akan turun. Logikanya, sebagai trader, kita akan jual atau beli saham ngikutin investor asing, atau istilah kerennya dinamakan herding behavior. Herding behavior akan menimbulkan spekulasi, dimana trader tidak akan menganalisis lagi, namun mengikuti pola jual beli investor asing. Ga asyik ah! Nah, untuk menghindari hal ini terjadi, maka sejak Senin, 27 Juni 2022, BEI memberlakukan penutupan kode domisili investor secara real time (Bisnis, 2022). Tenang aja habis penutupan jam bursa kode ini tetep bisa diliat kok, cuma emang ga bisa real time, jadi nggak bisa adu copet deh di jam bursa. Cerita dari temen analis sih, pola akumulasi dan distribusi nggak mungkin terjadi cuma sehari jadi yaa trik ini masih bisa dipake cuma emang nggak seefektif dulu aja.
Trik keempat, pahami dan tiru pola bandar. Bandar punya dua fase, namanya akumulasi dan distribusi. Prinsipnya sederhana, timbun barang, terjadi kelangkaan, harga naik, jual. Yak, bisa sesimple itu buat ngecuan! (kalo ada duitnya huehe...)
Kayak namanya, akumulasi itu fase dimana bandar mengumpulkan saham. Pola akumulasi memiliki dua ciri, yaitu jumlah penjual lebih banyak dibandingkan jumlah pembeli dan aktivitas beli lebih banyak dilakukan daripada aktivitas jual, sehingga average buy akan melebihi average sell. Namanya juga kulakan, biar bisa dapet barang, pembeli pasti akan membeli dari banyak sumber, that’s why jumlah penjual akan melebihi jumlah pembeli. Kalo dipola distribusi sebaliknya dong, waktunya bandar jual ke pasar. Dalam fase ini, jumlah pembeli akan lebih banyak dibanding jumlah penjual dan aktivitas jual melebihi aktivitas beli, sehingga average sell akan lebih besar dari pada average buy.
Buat jalainin dua pola ini, bandar akan membentuk sentimen pasar, dengan menghembuskan berita-berita. Waktu fase akumulasi, bandar butuh beli saham dalam jumlah banyak, tentu kita selalu pengen beli barang dengan harga murah. Gimana caranya biar harga saham bisa turun? Yup! Hembuskan kabar yang kurang sedap, misalnya penurunan peringkat efek, niscaya harga saham akan ngedown. Kalo pas mau jual gimana? Ya kita pasti pengen ngecuan sebanyak-banyaknya, jadi harga jual harus tinggi. Bandar akan bikin berita-berita yang membuat pasar optimis, mungkin seperti isu akuisisi.
Loh, Ce, jadi, berita-berita itu semua bikinan bandar dong. Berarti aku harus mengambil langkah berlawanan, misal ada berita positif, maka aku harus jual sahamnya? Hmm... Aku nggak bilang gitu juga sih. Aku inget dosenku pernah cerita, laporan keuangan aja nggak cukup buat mengevaluasi perusahaan, diperlukan informasi di luar laporan keuangan, makanya disebut pelaporan keuangan. Jadi berita-berita itu nggak sepenuhnya salah, tapi kita harus berhati-hati dalam memilih pemberitaan, mana yang fakta, mana yang tujuannya buat nggoreng doang.
Cara taunya, Ce? Lakukan apa yang saya lakukan dan jangan lakukan apa yang saya katakan. Kalo ada berita negatif, terus harga saham turun, tapi ada akumulasi, berarti ada kejanggalan kan? Loh pasar lagi pesimis, kok malah sahamnya dibeli besar-besaran? Atau sebaliknya, sentimen pasar lagi positif, harga saham naik, kok ada distribusi atau penjualan besar-besaran. Nah, pada waktu itulah bandar sedang bermain.
Wajarnya, kalau harga saham lagi naik itu terjadi fase akumulasi. Jika kita menemukan fase distribusi waktu harga saham lagi naik, berarti selanjutnya, harga saham akan jatuh, kita harus segera jual saham kita. Kalau harga saham lagi turun, itu seharusnya terjadi fase distribusi, tapi kalau malah terjadi fase akumulasi, berarti kita harus beli saham tersebut.
Trik kelima adalah hati-hati. Baik sebagai trader maupun sebagai bandar, kita tidak boleh serakah. Sebagai trader, kita akan berusaha meniru perilaku bandar, tapi ini nggak boleh ketahuan. Kadang terjadi pola akumulasi dan distribusi berbentuk anak tangga. Saat tersebut bandar sedang berusaha melukis pola. Pas terjadi pola ini, jangan mentah-mentah ngikutin apa yang dilakuin bandar. Misalnya, bandar akumulasi, kita tunggu beberapa saat dulu, baru kita akumulasi juga. Cara yang sama berlaku untuk distribusi. Kalau kita langsung mengikuti apa yang dilakukan bandar, bisa jadi bandar malah batalin transaksinya, dan boom! Kita udah terlanjur masuk atau keluar pasar.
Sebagai bandar juga nggak boleh serakah. Kita tahu bandar pasti punya banyak uang, dan bisa aja dia beli saham sampai langka banget dipasaran dan harganya jadi melambung tinggi, tapi kalau mereka “greedy,” maka hal ini akan terdeteksi oleh market maker lain dan mereka akan menggagalkan skenario bandar. Jadi bandar perlu untuk menciptakan pergerakan naik dan turunnya harga saham, sambil menjaga arah tren tetap naik dengan wajar. Inilah yang dinamakan sebagai maintenance harga.
Okeh sekian dulu pembahasan ringkas dari aku. Semoga bermanfaat buat Financial Addict dan sampai bertemu di konten FinAL selanjutnya.
Daftar Pustaka
Filbert, Ryan. (2021). Bandarmology: Membeli Saham Gaya Bandar Bursa. Update Version. Jakarta: Elex Media Komputindo,
Bisnis.co.id. (2022). Ini 5 Alasan Bursa Tutup Kode Domisili Investor Asing-Domestik. Didapatkan dari: https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20220624/7/1547459/ini-5-alasan-bursa-tutup-kode-domisili-investor-asing-domestik?bshm=rimc/2.
Pixabay. (2021). Stock Market Trading Stocks. Didapatkan dari: https://pixabay.com/photos/stock-market-trading-stocks-6531146/.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H