Beberapa pekan terakhir masyarakat Indonesia terutama Aceh disorotkan dengan adanya pengungsi Rohingya dari negara asalnya Myanmar dan Bangladesh yang terdampar di lautan Selat Malaka. Pemerintah Indonesia sendiri harus memberikan solusi atas hal kemanusiaan tersebut karena merupakan bentuk tanggungjawab. Pemerintah terus menggodok berabagai cara bagaimana bentuk tempat pengungsian yang baik dan layak bagi ribuan pengungsi Rohingya. Etnis Rohingya sendiri sudah berbulan-bulan melarikan diri dari perlakuan buruk pemerintah Myanmar ini.
Menurut Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, ada beberapa pilihan yang dapat diambil pemerintah untuk lokasi pengungsi atau hunian Rohingya.
entah itu di siapkan hunian di daerah Aceh atau di tempatkan di daerah lain. Dalam hal ini tempat yang dijadikan pengungsian sudah sangat representatif untuk dihuni etnis Rohingya. Kemudian juga pemerintah Indonesia sudah menyiapkan dana Rp. 2,3 miliar untuk membiayai misi kemanusiaan kepada muslim Rohingya dan dana tersebut diambil dari anggaran tahunan Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementrian Sosial.
Langkah ini sangat tepat karena sebagai sesama manusia harus saling menolong apalagi dalam ini berkaiatan dengan hak asasi manusia yang seharusnya dijunjung tinggi. Selain masalah tempat pengungsian, Khofifah turut angkat bicara terkait penyatuan keluarga etnis Rohingya yang terpisah. Tugas itu juga merupakan kewajiban pemerintah. Karena ada beberapa pengungsi rohingya yang terpisah dengan keluarganya yang berada di Malaysia.
Dari keterangan sejumlah lembaga internasional, jumlah pengungsi Rohingya di Tanah Air sekitar 2.000 jiwa. Mereka mayoritas berasal dari Myanmar dan sebagian kecil dari Bangladesh. Pengungsi Rohingya merupakan satu masalah kemanusian yang paling disorot dunia saat ini. Sebab Myanmar, tempat penduduk Rohingya tinggal, menolak memberi kewarganegaraan bagi etnis tersebut. Untuk itu negara ASEAN di tuntut memberikan jalan keluar bagi etnis ini, karena setiap manusia hakikatnya hak yang diperoleh sama termasuk hak untuk memperoleh kewarganegaraan di negara yang ditempati.
Pada Juni dan Oktober 2012, kerusuhan bernuansa etnis pecah di negara bagian Rakhine, Myanmar. Kekerasan etnis ini menewaskan ratusan orang dan membuat 140 ribu warga Rohingya kehilangan tempat tinggal. Puluhan ribu penduduk minoritas tersebut meninggalkan wilayah mereka. Rohingya tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar, meski telah tinggal beberapa generasi di negara yang dulunya bernama Burma tersebut. Praktis, mereka sulit mendapatkan pekerjaan, pendidikan bahkan dalam kehidupannya sendiri susah untuk bersosialisasi dengan oranglain.
Seharusnya tindakan kekerasan seperti itu di negara Myanmar tidaklah patut untuk dilakukan karena merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Peran aktif pemerintah sebagai negara berkewajiban untuk melindungi seluruh warga negaranya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H