Begitu banyak kata-kata
yang kau tata di media
Aku terbuai, terinabobokan
oleh senandungmu yang mendayu
Berbulan-bulan aku menunggu
Kumulai ragu akan janji-janjimu
Sampai di penghujung waktu
Semu ...
Realita hanyalah untaian kata
yang kau tata mengelabui mata
Perut ini mulai meyadarkanku
Bahwa aku tak memakan kata
Tapi sepiring nasi
Tanakan istri di setiap pagi
Mengapa engkau masih menutup mata
pada orkestra pertut si jelata?
Jangan biarkan dirinya mati sia-sia
di lumbung kata-kata
Doa untuk Mamuju
Ketika alam telah mengusik tidurmu
menyadarkan mimpimu
derai air mata yang terjaga
bersenandung lara kabarkan derita
mataku turut berkaca
merasakan derita dan duka-cita
padamu, saudaraku
di Mamuju
aku untai kata ini dalam doa
dikuatkan hatimu, diselamatkan ragamu
deritamu adalah deritaku
di penghujung waktu kita kan bertemu
Kutabur Bunga Ini
Kutabur bunga ini
di selokan kecil dekat rumahku
Teriring doa:
Semoga hujan di bulan Januari
yang menyusuri selokan itu
sampai di Pulau Seribu
mengantar doa dan bunga ini
pada korban Sri Wijaya Air SJ 182
Kuberharap, doa dan bunga ini
yang tulus dan suci
menjadi penawar luka hati
sanak-famili yang ditinggal pergi
Kuberharap: doa dan bunga hatiku
yang tulus dan suci
tak tercemari sampah-sampah kata
yang terkadang nyinyir
menambah duka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H