Membaca kisah manusia yang bahagia dan celaka, serta bagaimana seorang manusia harus bersikap ketika menghadapi masalah, akan menuntun siswa untuk memahami nilai-nilai kehidupan.Â
Sedangkan sastra dapat mengembangkan kecerdasan spiritual (SQ) tentu tak dapat pula kita mungkiri. Bukankah banyak kita temukan karya sastra yang bertema religius? Misalnya, sekedar contoh, puisi Padamu Jua (Amir Hamzah), cerpen Robohnya Surau Kami (A.A. Navis), dan sebagainya. Karya sastra dengan tema-tema religius semacam ini akan menuntun kita lebih memahami hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Akhirnya, dengan belajar pada jejak sastra kita berharap maraknya berbagai tindak kejahatan, kekerasan, bunuh diri, maupun bentuk-bentuk tindak amoral lainnya bisa kita tanggulangi. Dan, institusi pendidikan (formal maupun nonformal) harus benar-benar mampu memosisikan diri menjadi filter utama pembelajaran apresiasi sastra.