Jangan sampai targetnya anak SD, dalam membuat sebuah tulisan menggunakan bahasa yang sulit dipahami atau menggunakan istilah-istilah yang belum familiar ditelinga anak SD. Hal semacam ini dapat dikatakan bahwa tulisan tersebut tidak sesuai atau tidak cocok untuk anak usia SD.
Lalu, apa dampaknya pada dunia tulis menulis, khususnya di media sosial? Jelas sekali dampaknya bahwa apabila memakai bahasa jargon dalam dunia tulis menulis yang dibaca oleh orang awam atau bukan bidangnya, tentu akan sangat membingungkan dan membuat sebuah tulisan tidak efektif dalam menyampaikan suatu informasi kepada pembaca.Â
Maka dari itu, menulis hendaknya harus menggunakan bahasa yang sederhana, kesederhanaan dalam penulisan sangat disarankan untuk penulisan di media massa karena media massa memberikan informasi kepada orang banyak.Â
Bahasa Jargon dipakai pada komunitas atau organisasi serta lingkungan tertentu, yang bertujuan untuk memudahkan komunikasi antar anggota dan merahasiakan komunikasi antar anggotanya supaya apa yang mereka katakan tidak diketahui oleh orang lain (dirahasiakan).
Jika kita merasa bangga dan ingat dengan bahasa kita sendiri, yaitu bahasa Indonesia, mengapa jargon HWD kita tidak ganti saja dengan "Selamat Menempuh Hidup Baru!" atau GWS diganti saja dengan"Semoga Cepat Sembuh!"Begitu juga dengan istilah-istilah lainnya yang sesungguhnya ada dalam kosa-kata bahasa Indonesia sehingga semua lapisan masyarakat yang membaca akan memahami dengan baik maksud tulisan tersebut.Â
Janganlah latah berjargon hanya karena tidak ingin kelihatan kurang pergaulan. Tetapi, Â marilah kita banggga dengan bahasa kita sendiri, yaitu bahasa Indonesia. Apalagi jika dirunut dalam sejarah perjuangan bangsa kita, bahwa bahasa Indonesia menjadi peran sentral bagi tumbuhnya rasa persatuan di kalangan masyarakat kita yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa daerah untuk berjuang melawan penjajah sehingga kita bisa menikmati alam kemerdekaan seperti sekarang ini.Â
Bahasa kita memang bersifat terbuka untuk menerima pengaruh dari bahasa asing maupun bahasa daerah. Namun, kita juga mesti selektif menerima pengaruh masuknya kosa-kata  tersebut yang memang benar-benar kita butuhkan karena ketiadaan dalam khazanah kosa kata bahasa Indonesia.
Perkembangan media massa turut andil dalam mengenalkan bahasa jargon pada masyarakat umum, banyak istilah-istilah yang bersifat ambigu, abstrak dan kurang spesifik yang sering kita dengar atau kita baca dari media massa. Mereka menulis apa adanya sesuai dengan yang mereka dengar atau mereka rekam, tanpa mengetahui bahwa pembacanya adalah umum dari segala usia dan dari latar belakang yang berbeda.Â
Sebagai contoh dalam liputan mengenai ekonomi, pakar ekonomi mengatakan kata "inflasi", kata ini merupakan bahasa jargon dibidang ekonomi. Media massa sebagai komunikasi publik hendaknya mengurangi pemakaian jargon-jargon khusus dalam penulisan karena orang-orang terdidik belum tentu juga mengetahui makna bahasa jargon yang digunakan. Pemakaian jargon ini bisa dikurangi, menggantinya dengan kosa-kata sehari-hari agar memudahkan pembaca memahami sebuah kalimat.
Masih banyak lagi contoh penggunaan bahasa jargon yang sering kita temui, yang menimbukan pro dan kontra. Pemakaian bahasa jargon, ada yang setuju dengan dengan alasan pemakaian bahasa jargon ini akan menambah kosa kata dan ada yang tidak setuju dengan pemakaian bahasa jargon dengan alasan sulit untuk memahami istilah tersebut dan harus mencari artinya terlebih dahulu.
Dan, saya sependapat dengan Gorys Keraf yang menganjurkan kepada masyarakat pengguna media sosial untuk menghindari/mengurangi menggunakan jargon-jargon  agar jati diri kita sebagai bangsa Indonesia tetap terjaga dan bermartabat dengan menghargai bahasa kita sendiri.