Mohon tunggu...
Wayan Kerti
Wayan Kerti Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benang Merah "Tajen" dengan Pilkada

22 Januari 2018   23:07 Diperbarui: 23 Januari 2018   19:26 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

5) Pada permainan ayam, para "bebotoh" dan "pekembar" akan menerapkan berbagai strategi, seperti: dedauhan, pengayam-ayam, doping, senjata, sampai strategi metanding, dengan harapan ayam aduannya bisa menang sesuai harapan. Tim pemenangan pada kontes Pilkada pun akan meramu berbagai strategi, seperti: koalisi, simakrama, pemasangan baliho, sampai pada kampanya-kampanya dengan harapan juga jagonya menjadi pemenang; 

6) Pada permainan "tajen" biasanya akan dihadiri oleh banyak orang, yang masing-masing kubu berusaha mencari pendukung untuk menentukan pilihan pada ayam jago yang diperkirakan menang, tetapi ada juga yang bersifat apatis (hanya menonton saja). Pada Pilkada juga akan menghadirkan dan mencari orang/masa yang bisa dibujuk untuk mendukungnya saat pemilihan, tetapi ada juga yang hanya diam dan tidak memilih (golput); 

7) Ayam-ayam yang dipertarungkan pada permainan "tajen" umumnya adalah ayam-ayam yang sudah melalui proses pelatihan dan seleksi yang ketat dan terpelihara dengan baik. Begitu pun para jago yang diusung pada proses Pilkada merupakan orang-orang pilihan yang sudah melalui berbagai proses seleksi yang ketat.

Apa bedanya "Tajen" dengan Pilkada? Di balik beberapa kemiripan kontestasi "Tajen" dengan Pilkada, ada pula hal-hal yang berbeda, seperti berikut: 

1) Dalam permainan "tajen" sudah jelas yang diadu adalah hewan (ayam) sebagai rangkaian upacara keagamaan, sekadar atraksi hiburan, atau bahkan menjadi arena perjudian. Kontes Pilkada mengadu "Jago" manusia yang berintlektual, berintegritas, sehat jasmani-rohani, dan segala persyaratan lainnya (mungkin juga harus berduit) untuk mencari "raja-raja" di daerahnya masing-masing; 

2) Permainan sabung ayam (tajen) mengenal istilah seri (sapih), sedangkan pada Pilkada harus ada pemenangnya. Jika seri, maka dilanjutkan ke putaran berikutnya; 

3) Penyelenggara dan pengawas tajen (saye)  adalah penentu segala keputusan dan bersifat mengikat tidak boleh diganggu gugat keputusannya saat itu juga. Sedangkan pada Pilkada, keputudan penyelenggara KPU/KPUD masih bisa dipersoalkan dengan membawa ke PTUN/MK dan pengawas (Bawaslu beserta turunannya) hanya bisa mengawasi. Jika terjadi sengketa, harus dibawa ke lembaga hukum yang berwenang menurut konstitusi; 

4) Pada permainan judi "tajen" tingkat kejujuran dan sportivitasnya sangatlah tinggi, sebagai contoh; seseorang yang bertaruh hanya dengan menunjukkan bahasa isyarat "mengacungkan jari kelingking" bermakna bertaruh 1 (satu) juta rupiah dan itu akan dibayar secara seportif oleh pihak yang kalah. Pada kontes Pilkada, mencari tingkat kejujuran dan sportivitas seperti di arena sabung ayam terasa amat sulit. Justru di kontestasi Pilkada terjadi berbagai tipu muslihat, obral janji lalu dingkari menjadi hal biasa. Bahkan melanggar aturan dengan berbagai strategi mengelabui pengawasan seakan menjadi sebuah kebenaran; 

5) Permainan sabung ayam ("tajen") selalu diakhiri dengan kegembiraan, penuh rasa persaudaraan, bahkan rela berbagi antara pihak yang menang dengan yang kalah. Pada kontestasi Pilkada, cendrung terjadi tensi tinggi utamanya di tingkat akar rumput, sehingga tidak jarang ajang Pilkada menjadi ajang caci-maki, fitnah, permusuhan, rasa benci, iri, kerusuhan-kerusuhan, atau tindakan destruktif lainnya.

Berangkat dari kemiripan/persamaan dan perbedaan-perbedaan antara "Tajen" dan Pilkada itulah, penulis bermaksud mencari benang merahnya, yang sekiranya bermanfaat jika filosofi, prinsip-prinsip, serta sisi-sisi positif dalam permainan judi sabung ayam tersebut sekiranya bisa diterapkan dalam konteks Pilkada yang akan marak berlangsung tahun ini di seluruh Indonesia. Sikap-sikap kejujuran, sportivitas yang tinggi dari para "bebotoh tajen" jika bisa ditiru oleh para elite atau "bebotoh" sang Paslon tentulah akan melahirkan suatu proses Pilkada yang sangat bermutu dan bisa dipertanggungjawabkan sesuai aturan.

Sengketa-sengketa yang sampai terbawa ke ranah hukum seperti ke kepolisian, pengadilan atau bahkan gugutan ke MK bisa dihindari. Begitu pun sikap para "ayam jagoan" yang sangat jantan dan rela mati dalam pertarungan jika ditiru secara kesatria oleh para jago Pilkada, tentu tindakan-tindakan amoral, kerusuhan, atau anarkis lainnya tidak pernah terjadi. Para pemain "tajen" tidak pernah ingkar janji, walaupun bertransaksi dengan bahasa isysrat jika sikap itu ditiru oleh para "pekembar" dan "jago" Pilkada tentu tidak pernah terjadi kekecewaan di mata masyarakat yang memilih/mendukungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun