Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tak Ada Hujan, Tak Ada Angin, Permenkes 24 2020 Datang Menghantam Pelayanan Kesehatan

16 Oktober 2020   19:55 Diperbarui: 16 Oktober 2020   20:05 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Asisten Kesehatan Keluarga Anda [Internet]. [cited 2020 Oct 16]. Available from: https://www.sehatq.com/

Terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik, pada 21 September 2020, menuai banyak kontroversi. Pasalnya, banyak ketentuan mengenai pelayanan radiologi klinik yang diubah dalam peraturan ini. Alih-alih membuat sistem kesehatan di Indonesia semakin baik, peraturan ini justru dapat memicu turunnya kualitas sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.

Pada peraturan sebelumnya, pelayanan radiologitermasuk di antaranya radiologi diagnostik dan radioterapidapat dilakukan dengan keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.[1] Hal ini memberikan keringanan bagi daerah-daerah yang belum memiliki dokter spesialis agar tetap dapat menjalani pelayanan radiologi dengan dokter umum yang ada.[2]

Sementara itu, melalui pasal 5 ayat (3), Permenkes yang baru ini mengharuskan adanya dokter spesialis radiologi dalam pelayanan.[3]  Berdasarkan pasal 11, jika terdapat dokter di luar spesialis radiologi yang ingin melakukan pelayanan radiologi, dokter tersebut harus memiliki sertifikat dari kolegium spesialis radiologi dan pelaksanaannya harus disupervisi oleh dokter spesialis radiologi.[3]

Perubahan sistem pelayanan radiologi ini dikhawatirkan akan membebani sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.[4] Alasan kuat dari kekhawatiran ini adalah jumlah sumber daya manusia yang tersedia. Sebelumnya, pelayanan radiologi dijalankan oleh sekitar 25 ribu dokter spesialis dengan 15 bidang medis berbeda dan dokter umum. [2,4,5] Jumlah ini sangat jauh berbeda besarnya jika dibandingkan dengan dokter spesialis radiologi yang berjumlah sekitar 1.578 orang [4,5]. Belum lagi, rumah sakit di Indonesia berjumlah banyak, mencapai 2.820 rumah sakit.[2]

Protes Keberatan dan Penolakan yang Timbul

Peraturan ini kemudian menuai penolakan dari 40 perhimpunan profesi kedokteran. [6] Tidak hanya ditilik dari substansinya, tetapi juga sistem administrasinya. Menurut Ketua Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran (MPPK), Pudjo Hartono, peraturan ini keluar secara tiba-tiba tanpa adanya harmonisasi dengan organisasi-organisasi kedokteran. [7]

Penolakan ini berlanjut pada permohonan pencabutan Permenkes 24 Tahun 2020 kepada Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, yang dilayangkan secara tertulis tertanggal  5 Oktober 2020. [8]. Adapun perhimpunan-perhimpunan dari kedokteran gigi yang juga menyatakan hal yang sama, yakni menolak adanya Permenkes Penyelenggaraan Radiologi Klinik ini.[9,10].  Surat penolakan pun telah dikirimkan dari pihak kedokteran gigi kepada Menteri Kesehatan per tanggal 8 Oktober 2020. [9]

Mengenal Lebih Lanjut Mengenai Klinik Pratama, Madya, Utama, dan Paripurna

Dalam Permenkes disebutkan pada pasal 6-9 pada pasal 6-10, berdasarkan kemampuan pelayanan yang diberikan, pelayanan radiologi klinik terdiri atas: [11]

  1. Pelayanan radiologi klinik pratama yang diselenggarakan di rumah sakit, balai puskesmas, dan klinik dengan kemampuan modalitas alat radiologi terbatas, yakni pesawat mobile x-ray, dental x-ray, dan USG 

  2. Pelayanan radiologi klinik madya yang diselenggarakan di rumah sakit dan balai dengan tambahan modalitas alat berupa panoramic/cephalometri, mammografi, fluoroskopi, dan CT-Scan. 

  3. Pelayanan radiologi klinik utama yang diselenggarakan di rumah sakit dengan tambahan modalitas alat berupa bone densitometry, C-arm, dan MRI 

  4. Pelayanan radiologi paripurna yang diselenggarakan di rumah sakit dengan tambahan modalitas alat berupa DSA, gama kamera, dan modalitas energi pengion dan non-pengion untuk diagnosis dan terapi lainnya 

Dalam Permenkes ini disebutkan pula pada pasal 11 ayat 3, pada tingkat klinik pratama yang belum memiliki dokter spesialis radiologi, kewenangan tambahan akan diberikan kepada dokter atau dokter spesialis dengan syarat wajib memiliki sertifikat dari kolegium radiologi yang bertanggung jawab. [11]

Kekhawatiran yang Timbul dari Pengesahan Permenkes Nomor 24 Tahun 2020 

Tanpa bermaksud mengadu dan menimbulkan ketegangan antara dokter spesialis radiologi dan dokter umum atau dokter spesialis lainnya, Permenkes yang disebut-sebut hanya akan berdampak pada bidang radiologi secara internal, apabila dikaji secara lebih lanjut, tentu saja dapat menimbulkan kondisi-kondisi yang melenceng dari kondisi ideal dan berdampak pada bidang-bidang yang digeluti oleh sejawat lainnya. Pelayanan radiologi klinik ini tidak hanya berdampak pada pelayanan diagnostik namun juga pelayanan terapi. 

"Apa contoh dampak yang berpotensi timbul perihal pelayanan diagnostik dan terapi?" 

Salah satu alat radiologi yang telah disebut sebelumnya adalah ultrasonography/USG. USG ini memang terkenal dikorelasikan dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, sehingga pertanyaan-pertanyaan seperti "berarti ibu hamil yang mau USG sekarang harus ke dokter spesialis radiologi ya?" kerap bermunculan di media sosial. Jawabannya betul! Oleh karena itu, Permenkes ini dinilai berpotensi menghambat pelayanan kesehatan pada ibu hamil yang memerlukan USG.

Selain itu, dalam dunia kedokteran, USG juga kerap digunakan untuk memeriksa dan mendiagnosa kelainan dalam organ tubuh lainnya seperti payudara, organ dalam perut, jantung, dan lain-lain. Jadi, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah juga wajib melibatkan dokter spesialis radiologi saat hendak melakukan pemeriksaan echocardiography/USG jantung dan saat pengecekan pembuluh darah untuk terapi pemasangan ring jantung. [12]

Sudah cukup terbayang ya, betapa besar dampak yang ditimbulkan secara langsung terhadap dokter-dokter di luar spesialisasi radiologi, daerah-daerah yang masih kekurangan dokter spesialis radiologi, pasien yang membutuhkan pemeriksaan USG secara segera, dan tentunya birokrasi rujuk-merujuk yang njlimet dari Klinik Pratama ke Klinik Madya, Utama, atau Paripurna. 

Sebagaimana pula dimuat dalam surat Permohonan Pencabutan Permenkes No. 24 Tahun 2020 yang disetujui oleh puluhan organisasi profesi, kolegium kedokteran, dan bahkan ditandatangani oleh seorang spesialis radiologi senior, Prof. Dr. dr. Soehartati Gondhowiardjo Sp. Rad(K), Onk.Rad, terdapat beberapa kekhawatiran yang tertuang dalam surat permohonan tersebut. [13]

"Apa saja yang dikhawatirkan dalam surat permohonan tersebut?" 

Permenkes ini dikhawatirkan dapat menciptakan suasana tidak nyaman dan dapat melemahkan kerja sama antar dokter dalam pemanfaatan peralatan yang ada, baik pada tingkat Pratama, Madya, Utama, maupun Paripurna.

Selanjutnya, meskipun dalam Permenkes ini disebutkan bahwa penyesuaian dan peralihan diberi waktu paling lambat dua tahun sejak diundangkan, namun, dapat dipastikan kekacauan pada pelayanan masyarakat luas akan timbul apabila hanya dokter spesialis radiologi yang diberikan clinical privilege dan clinical appointment karena nantinya akan terjadi defisit dokter yang dibutuhkan. Dan yang terakhir, Permenkes ini dianggap mendiskualifikasi kompetensi dan standar yang selama ini telah dimiliki oleh dokter-dokter di luar spesialisasi radiologi. [13]

Rekomendasi

Masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki dari Permenkes No. 24 Tahun 2020. Oleh karena itu, beberapa rekomendasi yang dapat menjadi langkah Menkes Terawan adalah sebagai berikut.

  1. Mencabut Permenkes ini agar tidak menimbulkan dampak yang berkepanjangan.

  2. Melakukan peninjauan ulang terhadap pasal-pasal yang dituliskan dalam Permenkes dengan melibatkan diskusi dengan organisasi profesi dan kolegium kedokteran.

  3. Kembali berfokus pada masalah yang lebih urgen, yaitu penanganan Pandemi COVID-19;

  4. Jika poin pertama dan kedua tidak  dapat dilakukan, mohon lakukan sosialisasi terhadap isi Permenkes agar tidak menimbulkan misinterpretasi di kalangan dokter dan dokter gigi. 

OLEH: Nisrina Siti Zahra dan Chyntia Diva

Referensi

  1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 780/MENKES/PER/VII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2008 Aug 19.

  2. Putri A. Permenkes radiologi rawan bebani sistem kesehatan di masa pandemi [Internet]. tirto.id. 2020 Oct 11 [cited 14 October 2020].

  3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2020 Sep 21.

  4. Syambudi I. Duduk perkara masalah baru Menkes Terawan dengan para dokter [Internet]. tirto.id. 2020 Oct 7 [cited 14 October 2020].  

  5. Suciatiningrum D. Permenkes No 24 Tahun 2020 bikin layanan kesehatan kacau! [Internet]. IDN Times. 2020 Oct 6 [cited 14 October 2020].

  6. CNN Indonesia. Permenkes radiologi Terawan berujung penolakan para dokter [Internet]. CNN Indonesia. 2020 Oct 7 [cited 14 October 2020].

  7. Prasasti G. MPPK dan MKKI minta Permenkes Nomor 24 Tahun 2020 dicabut, dinilai keluar tanpa harmonisasi [Internet]. liputan6.com. 2020 Oct 7 [cited 14 October 2020].

  8. Syambudi I. Perhimpunan dokter minta Terawan cabut PMK soal pelayanan radiologi [Internet]. tirto.id. 2020 Oct 5 [cited 14 October 2020].

  9. Halim D. Giliran perhimpunan dokter gigi kritisi Permenkes layanan radiologi [Internet]. KOMPAS.com. 2020 Oct 11 [cited 14 October 2020].

  10. Dewi B. Perhimpunan dokter gigi tolak peraturan Menkes Terawan soal radiologi [Internet]. KOMPAS.com. 2020 Oct 11 [cited 14 October 2020].

  11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2020. 2020 Sept 21. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

  12. Pramudiarja ANU. Disebut Batasi Obsgyn Lakukan USG, Ini Draft Lengkap Permenkes Radiologi [Internet]. Detikhealth. 2020 Oct 7. [cited 14 October 2020].

  13. Perhimpunan Dokter Minta Menkes Cabut PMK tentang Pelayanan Radiologi [Internet]. SerikatNews. 2020 Oct 5. [cited 14 October 2020].

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun