Kondisi Saat Ini
Tidak terasa, Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah serentak 2020 akan dilaksanakan sebentar lagi. Rencananya, Pilkada serentak 2020 akan diselenggarakan di 270 wilayah di Indonesia yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Periode masa pendaftaran pasangan calon telah dilaksanakan selama 3 hari, yaitu pada tanggal 4--6 September lalu. Selanjutnya, KPU akan melaksanakan penetapan dan pengundian nomor urut paslon. Lalu, pada tanggal 9 Desember 2020, akan dilaksanakan pemungutan suara di TPS.[1]
Menurut data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), total pasangan calon untuk Pilkada 2020 adalah 735.[2] Berdasarkan surat pemeriksaan kesehatan bakal pasangan calon (Bapaslon) yang diterima KPU, terdapat 60 orang Bapaslon yang positif terjangkit COVID-19. Arief Budiman, Ketua KPU RI, mengatakan bahwa berdasarkan data hasil swab test di 32 provinsi, Bapaslon positif COVID-19 dapat ditemukan di 21 provinsi.[3]Â
Selain Bapaslon, berdasarkan catatan Bawaslu, terdapat 96 pengawas pemilu di Kabupaten Boyolali yang dinyatakan positif terjangkit COVID-19. Jumlah tersebut terdiri dari 76 pengawas tingkat desa dan 20 pengawas tingkat kecamatan. Ketua dan 2 komisioner KPU RI juga positif COVID-19.[4] Dari jumlah angka Bapaslon, jajaran Bawaslu, dan jajaran KPU yang positif COVID-19, dapat disimpulkan bahwa apabila rangkaian acara Pilkada dilaksanakan secara tatap muka atau offline, potensi terciptanya klaster COVID-19 akibat penyebaran virus saat rangkaian acara sangat tinggi.
Protokol Kesehatan dan Aturan yang Berlaku Saat Pilkada
Setelah penetapan dan pengundian paslon, masa kampanye Pilkada--yang rencananya mulai dilaksanakan pada tanggal 26 September 2020--dimulai. Berbeda dengan Pilkada sebelumnya, kali ini terdapat beberapa kegiatan kampanye yang dilarang, yakni kegiatan berkebudayaan, seperti konser musik, panen raya, atau pentas seni; kegiatan sosial, seperti donor darah atau bazaar; kegiatan olahraga, seperti jalan santai atau sepeda santai; peringatan hari ulang tahun partai politik; rapat umum; atau perlombaan.Â
Bentuk kampanye yang dibolehkan adalah pertemuan terbatas, debat publik atau debat terbuka, pertemuan tatap muka dan dialog, pemasangan alat peraga, dan pemasangan iklan pada media massa, media sosial, atau media daring.[5]
Jika pertemuan tidak bisa dilaksanakan melalui media sosial atau media daring, pertemuan terbatas atau tatap muka boleh dilaksanakan dengan beberapa ketentuan, seperti: melaksanakan pertemuan di dalam gedung atau ruangan tertentu; membatasi jumlah peserta pertemuan, yakni maksimal sebanyak 50 orang; menggunakan alat pelindung diri sekurang-kurangnya masker; menjaga jarak minimal sejauh 1 meter; tidak melakukan kontak fisik, seperti menjabat tangan; menyediakan sarana sanitasi yang memadai (fasilitas cuci tangan atau hand sanitizer berbasis alkohol); dan melakukan pengecekan suhu tubuh dengan ketentuan maksimal 37,3 derajat celcius.[6]
Walaupun begitu, selama menjalani 2 dari 3 hari masa pendaftaran, menurut catatan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sudah terdapat 243 dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Bapaslon.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan berkaitan dengan protokol kesehatan yang berlaku selama masa pendaftaran.[1] Hal ini tentu menimbulkan banyak desakan dari berbagai pihak untuk menerapkan sanksi yang tegas kepada paslon yang melanggar protokol kesehatan. Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri, membuka opsi diskualifikasi apabila calon telah terbukti melanggar protokol kesehatan berkali-kali. Menurut Tito, aturan mengenai sanksi tersebut bisa ditulis di peraturan KPU atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).[7]
Meskipun begitu, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi selaku Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa paslon yang melanggar protokol kesehatan selama Pilkada tidak dapat didiskualifikasi. Beliau menuturkan bahwa sanksi terhadap paslon harus didasari dari Undang-Undang.Â