Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Yang Tidak Disadari Jutaan Orang, Antimicrobial Resistance

20 Desember 2019   11:53 Diperbarui: 20 Desember 2019   12:00 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Jutaan orang bahkan tidak menyadari bahwa mereka mengembangkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik di tubuh mereka." -- Febrilian Kristiawan

Resistensi antimikrobial (antimicrobial resistance [AMR]) dapat membawa kerugian finansial yang tinggi dan dapat menyebabkan kematian atas jutaan orang. Setiap tahunnya di seluruh dunia ada 700 ribu orang meninggal karena infeksi bakteri yang telah resisten terhadap terapi antimikrobial. Diperkirakan pada tahun 2050 angkanya akan naik menjadi 10 juta korban jiwa dan kerugian moneter sebesar 139 juta triliun (139.000.000.000.000.000.000) rupiah per tahunnya. Kematian akibat infeksi bakteri resisten ini juga diperkirakan akan melebihi kematian akibat kanker di tahun 2050. Konsekuensi yang sangat besar ini akan terus ada jika kita terus lalai dalam regulasi dan penggunaan antibiotik.

Antibiotik adalah segolongan senyawa yang memiliki efek membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik tidak efektif dalam menangani infeksi virus, fungi, atau patogen nonbakteri lainnya.  Antibiotik harusnya hanya diperoleh dengan resep dokter dan harus digunakan secara rasional, yaitu tepat pengobatan, tepat dosis, tepat cara penggunaan, dan durasi terapinya.

Resistensi bakteri terhadap antibiotik ada karena berbagai faktor, yang utama adalah pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap penggunaan antibiotik, regulasi antibiotik yang sangat longgar, serta peresepan antibiotik yang irasional. Berbagai penelitian menunjukkan sebanyak 37% hingga 65% masyarakat memiliki pengetahuan yang rendah mengenai antibiotik.

Pengetahuan yang rendah ini meliputi pengetahuan umum antibiotik, cara memperolehnya, cara penggunaannya, kontraindikasi, serta cara pembuangan antibiotik yang sudah kedaluwarsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan rata-rata kelompok masyarakat, semakin rendah persentasenya, dimana penelitian lain menunjukkan hanya sekitar 1/5 mahasiswa yang memiliki pengetahuan rendah terhadap antibiotik.

Pengetahuan yang rendah ini secara langsung membuat masyarakat sembarangan mengkonsumsi antibiotik tanpa resep dokter, yang diperparah dengan regulasi yang longgar serta terkadang sisa antibiotik yang tidak habis diberikan ke anggota keluarga lain yang sakit. Penilaian penggunaan antibiotik secara bijak yang dilakukan di dua rumah sakit di Surabaya dan Semarang menunjukkan bahwa 30-80% peresepan antibiotik tidak disesuaikan indikasinya. Hal ini juga menunjukkan bahwa ada kesalahan dari sisi dokternya yang juga sembarangan meresepkan antibiotik.

Saat ini resistensi antimikrobial di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu. Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) menyatakan bahwa resistensi antimikrobial di Indonesia mengalami peningkatan dari 40% (2013) ke 60% (2016) lalu ke 60,4% (2019). Angka tersebut adalah angka yang mengkhawatirkan, dimana persentase resistensi antimikroba Singapura hanya ada pada angka 26%.

Resistensi antimikrobial yang tinggi dan tidak serius ditangani agar dapat ditekan angkanya ini dapat berakibat fatal. Diperkirakan pada tahun 2050 akan lebih banyak kematian karena bakteri yang kebal antibiotik dibandingkan kematian yang disebabkan oleh kanker, dikatakan oleh Prof Serhat nal, pakar infeksi asal Turki.

Hal ini tidak mengherankan karena memang rumah sakit adalah sarang dari bakteri-bakteri penyebab penyakit, jika bakteri-bakteri tersebut sudah resisten terhadap segala jenis antibiotik maka pasien yang terinfeksi dapat mendapatkan konsekuensi serius dan bisa meninggal. Bayangkan, pasien yang masuk ke rumah sakit karena cedera sendi dapat berujung pada kematian karena terinfeksi bakteri yang telah resisten terhadap terapi antimikrobial.

Jumlah korban meninggal secara global mencapai paling tidak 700 ribu per tahun. Pada 2050, jumlah ini diprediksi naik mencapai 10 juta orang, dengan korban terbesar sekitar 4 juta orang dari Afrika dan Asia. Prediksi biaya kesehatan untuk mengatasi kasus-kasus ini mencapai hingga 100.000 triliun dolar AS atau sekitar 139 juta triliun per tahunnya.

Apakah semua hal itu sepadan dengan kelalaian kita? Jutaan korban jiwa dan juta triliunan beban ekonomi di masa. depan, hanya karena 'kelalaian' kita sebagai generasi yang seharusnya membangun dunia yang lebih baik untuk anak-anak kita kelak. Oleh karena itu,

Sejauh ini usaha Indonesia untuk menangani masalah ini adalah dengan meningkatkan regulasi yaitu melewati Permenkes RI Nomor 2046/MENKES/PER/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibotik. Melalui pedoman tersebut dibuat agar tenaga kesehatan dapat mengoptimalkan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics) dan diharapkan menurunkan kasus resistensi antimikrobial. Tetapi nyatanya masih banyak peresepan antibiotik yang tidak tepat indikasi. Oleh sebab itu banyak cara konkret lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

  • Antimicrobial Stewardship Program  dan sistem peresepan

Antimicrobial Stewardship Program adalah program yang mendukung penggunaan antibiotik yang sesuai, meningkatkan penyembuhan pasien, mengurangi resistensi mikrobial, dan mengurangi penyebaran penyakit akibat organisme multidrug-resistant.

Sosialisasi terpusat secara berkala mengenai program ini kepada komite terapi antibotik rumah sakit, dokter spesialis infeksi dan dokter umum, farmasis klinik, dan mikrobiologi medik dapat meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijak dari sisi penyedia layanan kesehatan. Dengan dukungan sistem peresepan yang sesuai dan berlaku terhadap seluruh profesi kesehatan, maka diharapkan tidak ada lagi kasus misuse dan overuse antibiotik.

  • Mencegah terjadinya infeksi bakteri

Pencegahan lebih baik dari pengobatan, semboyan klasik kesehatan yang masih relevan hingga saat ini, terlebih dalam topik resistensi antimikrobial. Tidak akan ada kasus misuse dan overuse antibiotik jika penanganan infeksi secara preventif sudah adekuat.

  • Gunakan antibiotik sesuai aturan pakai

Cukup jelas.

  • Buang obat kedaluwarsa dengan benar

Obat-obatan, terutama antibiotik, pada dasarnya tidak boleh dibuang secara sembarangan karena dapat menyebabkan banyak masalah. Jika obat-obatan dibuang ke tempat sampah, hal tersebut dapat menjadi bahaya jika terkonsumsi oleh hewan (atau mungkin orang lain). Jika dibuang lewat toilet atau saluran air lain, obat-obatan tersebut dapat merusak lingkungan. Lalu apa yang harus kita lakukan? Berikan obat-obatan tersebut ke apotek terdekat, dan biarkan farmasis menghancurkan obat-obatan tersebut dengan benar tanpa memunculkan risiko yang membahayakan.

Mungkin memang kira-kira sekitar lebih dari 50 juta orang di Indonesia tidak menyadari bahwa mereka mengembangkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik di tubuh mereka. Lebih tidak disadari lagi bahwa dalam 30 tahun lagi permasalahan tersebut akan menjadi permasalahan yang lebih mematikan dari kanker.

Setelah mengetahui bahaya dan pentingnya meminimalisasi resistensi terhadap terapi antimikrobial, diharapkan pembaca dapat menyebarkan edukasi singkat mengenai pentingnya mengkonsumsi antibiotik sesuai aturan pakai, tidak membelinya di luar resep dokter, membuang obat kedaluwarsa dengan benar, serta menjaga kesehatan agar tidak perlu menyentuh antibiotik sama sekali. Semoga jutaan orang tercerahkan melalui tulisan ini.

Referensi

  • Clookson, Clive. Us-uk partnership to tackle antibiotic resistance. 2016 [Online] 
  • Yuliani NN, Wijaya C, Moeda G. Tingkat pengetahuan masyarakat rw.iv kelurahan fontein kota kupang terhadap penggunaan antibiotik. Poltekes Kupang. 2014.
  • Pertiwi, Anggraeni R. Tingkat pengetahuan tentang antibiotik pada mahasiswa di universitas muslim nusantara. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2018.
  • Firda Aulia S. Evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran pernafasan atas akut (ispaa) di puskesmas dirgahayu kabupaten kotabaru kalimantan selatan periode oktober - desember 2017. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2018.
  • Asharina I. Resistensi antibiotik di indonesia- tak usah dulu bermain undang-undang. Bandung Institute of Technology. 2016. doi 10.13140/RG.2.2.21560.65281
  • MacDougall C, Polk RE. Antimicrobial stewardship programs in health care systems. Clin Microbiol Rev. 2005;18(4): p638--56. doi:10.1128/CMR.18.4.638-656.2005
  • Hendrix L. How to safely throw away old medicines. Vital Record. 2019 Feb 6.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun