Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kematian Jamal Khassogi, Kelamnya Kebebasan Pendapat dan Pers di Timur Tengah

30 Oktober 2018   20:17 Diperbarui: 31 Oktober 2018   13:18 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merasa jauh di AS, Khashoggi pun pindah ke Turki. Ia menganggap Turki negara yang cukup aman. Khashoggi sendiri memiliki teman-teman "strategis" di Turki, termasuk penasihat-penasihat presiden Turki, Erdogan. Di Turki Khashoggi tetap mengobarkan semangat dan opini-opininya di berbagai media.

Ironisnya, tulisan Jamal Khashoggi yang saya kutip di atas, terbit di The Washington Post pada 17 Oktober kemarin, merupakan karya terakhirnya. Sang penulis mengalami nasib naas pada hari Selasa, 2 Oktober 2018 lalu. Ia datang ke konsulat Arab Saudi di Turki bermaksud untuk mengurus administrasi pernikahan. Khashoggi berniat menikahi tunangannya, Hatice Cengiz.

Jamal Khashoggi memasuki konsulat Arab Saudi pukul satu siang, sendirian. Cengiz menunggu di luar. Namun, hingga larut malam, Khashoggi tidak keluar dari bangunan konsulat. Ia juga tidak dapat dihubungi. Ia tidak terlihat, seolah "hilang".

Dengan mudah kecurigaan datang ke pemerintah Arab Saudi, terutama sang Putra Mahkota. Berbagai bukti yang mematahkan justifikasi Arab Saudi bahwa dugaan tersebut tidak benar dan tidak berdasar muncul ke permukaan satu per satu.

Hingga sekarang, komunitas internasional mengapkir Arab Saudi atas aksi ini. Bayangkan masa Orde Baru di Indonesia tiga puluh tahun yang lalu, ketika masyarakat tidak dapat berekspresi secara bebas, demokrasi semu, pers terbelenggu, masih ada sekarang ini. Aktivis-aktivis hilang, tetap terukir dan makin bertambah banyak daftar namanya. Sungguh suatu keyakinan yang jauh ketinggalan zaman, kuno, dan kaku. Pemerintah Indonesia sepertinya perlu menceritakan pengalamannya hingga melewati masa-masa kelam hingga dua puluh tahun pasca reformasi.

-Rosa Syahruzad-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun