Mohon tunggu...
Keren MV
Keren MV Mohon Tunggu... Jurnalis - Setiap Goresan Memiliki Arti

Menulis itu Ibarat Menciptakan Dunia ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eksistensi Tanjidor Betawi Masih Ada

15 Januari 2018   17:11 Diperbarui: 15 Januari 2018   17:16 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sanggar Putra Mayang Sari Cijantung berdiri sejak tahun 1922 yang dipimpin oleh Nyaat dalam melestarikan seni musik tanjidor betawi yang sudah turun temurun sejak abad ke-19 pada saat kolonial Belanda.

Pimpinan Sanggar Putra Mayang Sari Cijantung, Sofyan Martadianta Bin Marta (43) menceritakan, saat ini saya sudah generasi yang ke lima untuk meneruskan seni musik tanjidor agar tetap terjaga eksistensinya.

"Sejak tahun 1922 sudah empat kali terjadi perubahan nama sanggar," Ujar Sofyan, di Sanggar Putra Mayang Sari Cijantung, Jl. Lebak Para, RT. 08, RW. 02, No. 5, Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (26/12).

Sofyan menceritakan, tahun 1922 bernama tanjidor Nyaat, lalu tahun 1970 berubah nama menjadi Pusaka Putra Mayang Sari. Kemudian di tahun 1980 menjadi Putra Mayang Sari, di tahun 1990 menjadi Sanggar Putra Mayang Sari Cijantung hingga sekarang.

Kemudian, Sofyan menjelaskan cikal bakal berdirinya sanggar tersebut, sebenarnya pendiri pertama kelompok musik tanjidor betawi adalah Mandor Mining pada abad ke-19, dilanjutkan oleh Haji Risin, Nawin. Dulu Nyaat bagian dari kelompok musik tanjidor dibawah kemimpinan Nawin. Pada tahun 1922, Nyaat memutuskan membangun kelompok musik tanjidor betawi sendiri.

"Saya belajar musik tanjidor betawi otodidak sejak berusia 12 tahun, setiap ada pementasan hanya diikutsertakan," ujarnya.

Kemudian, jumlah anggota hingga saat ini berjumlah 15 orang. Adapun alat yang dimainkan beduk drum, tambur dan simbal, piston, klarinet, trombon, tenor, bass duduk, bas selendang.

Sofyan mengatakan, untuk pementasan dalam 1 bulan tidak menentu, bisa 2 kali maupun tidak ada panggilan. Oleh sebab itu, musik tanjidor tidak bisa dijadikan sebagai mata pencaharian.

"ini sebagai bentuk kecintaan dan kebanggaan atas kesenian betawi yang udah diturun temurunkan oleh leluhur terdahulu," ungkapnya.

Sampai saat ini saya tidak pernah bosan untuk mementaskan kesenian musik tanjidor betawi ini, sebab darah seni sudah menyatu didalam hidup ini. Biasanya lagu-lagu yang dibawahkan seperti mars lenong, jala manten, jali-jali dan lagu perjuangan indonesia, tergantung requestan.

Sofyan berharap, pemerintah lebih menggiatkan pagelaran kesenian untuk para sanggar dan pelaku seni betawi. Sehingga kami bisa mendapat giliran untuk berpentas.

"Pemerintah lebih memperhatikan kami lah sebagai pelestari dan pencinta budaya betawi," tandasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun