Teater menjadi paket menikmati seni yang komplit: musik, akting, naskah, dan panggung. Teater selalu memberikan pengalaman baru di setiap pertunjukannya. Contohnya, ketika kemarin saya menyaksikan Teater Katak mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dengan pentas besar "Zainuddin: Risalah Si Anak Pisang".
Saya tetap saja bengong, saat peran Zainuddin dan Hayati dimainkan kembali oleh sosok yang berbeda, meskipun saya sudah dua kali tamat menonton film "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck". Atau, bebalnya memaknai sejarah hidup Soekarno yang saya baca dalam buku pelajaran, lebih mudah saya ilhami saat melihat pertunjukan "Monolog Inggit".
Saya melihat, ada kekuatan magis dalam pertunjukan teater. Transisi adegan yang manual, mendengar instrumen musik dimainkan secara langsung, dan komponen artistik yang selalu menggugah selera.
Pantas saja Nano Riantiarno mengungkapkan bahwa teater adalah cermin kehidupan, salah satu upaya manusia untuk mencapai titik ujung yang bisa disebut sebagai "kebahagiaan manusiawi". Semoga, kejayaan teater di zaman Renaissance di Inggris yang memunculkan dramawan-dramawan besar hingga Williams Shakespeare (1564-1616), yang beberapa karyanya diterjemahkan oleh Trisno Sumardjo seperti; Romeo dan Juliet, Hamlet, dan Machbeth--bisa lahir kembali di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Jakarta, 2023
dari Penikmat Teater
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H